Pola Makan Karakteristik Responden

4.2.2 Pola Makan

Hasil jawaban responden tentang pola makan terkait kebiasaan makan responden dalam mengkonsumsi garam yang biasanya didalam menu makanan keluarga setiap harinya dapat menyebabkan hipertensi. Pada kelompok kasus cenderung lebih berisiko pola makananya daripada kelompok kontrol. Responden mengkonsumsi garam yang tersaji dalam makanan seperti ikan dan sayuran menggunakan 1 ½ sendok teh garam 27,1 dan kelompok kontrol 10,2. Makanan yang mengandung garam tinggi berisiko terjadinya hipertensi seperti kecap asin, ikan asin dan makanan yang diasinkan lebih banyak dikonsumsi pada kelompok kasus dengan frekuensi masing-masing 20,3, 59,3 dan 25,4 dan pada kelompok kontrol 5,1, 42,4 dan 10,2. Minuman yang mengandung kafien berisiko terjadinya hipertensi lebih banyak dikonsumsi kelompok kasus 30,5 dan kelompok kontrol 25,4. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pola Makanan Sehari-hari No. Pola Makan Kasus Kontrol Ya Tidak Ya Tidak n n n n 1. Konsumsi garam setiap hari a. 1 sendok teh 22 37,3 37 62,7 30 50,8 29 49,2 b. 1 – 1 ½ sendok teh 21 35,6 38 64,4 23 39,0 36 61,0 c. 1 ½ sendok teh 16 27,1 43 72,9 6 10,2 53 89,8 2 Makanan atau minuman a. Ikandaging kaleng 59 100,0 0,0 59 100,0 0,0 b. Minuman soda 24 40,7 35 59,3 15 25,4 44 74,6 c. Kecap asin 12 20,3 47 79,7 3 5,1 56 94,9 d. Ikan asin 35 59,3 24 40,7 25 42,4 34 57,6 f. Makanan diasinkan 15 25,4 44 74,6 6 10,2 53 89,8 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Lanjutan 3. Daging 18 30,5 41 69,5 16 27,1 43 72,9 4. Kopi 18 30,5 41 69,5 15 25,4 44 74,6 a. 2 sendok teh 1 1,7 58 98,3 9 15,3 50 84,7 b. 2-3 sendok teh 15 25,4 44 74,6 6 10,2 53 89,8 c. 3 sendok teh 2 3,4 57 96,6 0,0 59 100,0 Pengukuran frekuensi makan diukur berdasarkan frekuensi makan yang dianggap beresiko apabila setiap hari lebih dan atau minimal 4 x seminggu mengkonsumsi telur, daging sapi, daging ayam, daging bebek, dan kopi dan tidak beresiko, apabila kurang dari 4 x seminggu mengkonsumsinya. Pada Tabel 4.6 menunjukkan distribusi frekuensi mengonsumsi telur, daging sapi, daging ayam, daging bebek, dan kopi, Distribusi frekuensi makan telur, lebih banyak dikategorikan berisiko yaitu 43 orang 72,9 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 33 orang 55,9 pada kelompok kontrol. Distribusi frekuensi makan daging sapi, pada kelompok kasus dan kontrol mempunyai frekuensi makan yang sama tidak berisiko masing-masing 57 orang 96,6 dan 59 orang 100,0. Distribusi frekuensi makan daging ayam, lebih banyak dikategorikan tidak beresiko yaitu 54 orang 91,5 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 50 orang 84,7 pada kelompok kontrol. Distribusi frekuensi makan daging bebek, lebih banyak dikategorikan tidak beresiko yaitu 48 orang 81,4 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 55 orang 93,2 pada kelompok kontrol. Distribusi frekuensi minum kopi, lebih banyak Universitas Sumatera Utara dikategorikan beresiko yaitu 30 orang 50,8 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 34 orang 57,6 pada kelompok kontrol. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Makan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara . Frekuensi Makan Kasus Kontrol N n 1 Telur Berisiko 43 72,9 26 44,1 Tidak Berisiko 16 27,1 33 55,9 2 Daging Sapi Berisiko 2 3,4 Tidak berisiko 57 96,6 59 100,0 3 Daging Ayam Berisiko 5 8,5 9 15,3 Tidak berisiko 54 91,5 50 84,7 4 Daging Bebek Berisiko 11 18,6 4 6,8 5 Tidak berisiko Kopi Berisiko Tidak Berisiko 48 30 29 81,4 50,8 49,2 55 25 34 93,2 42,4 57,6 Total 59 100,0 59 100,0 Pengukuran pola makan diukur berdasarkan frekuensi makan, asupan energi, asupan protein, dan asupan lemak yang dikonsumsi oleh responden. Pada Tabel 4.7 menunjukkan distribusi frekuensi mengonsumsi jenis makanan dan minuman, lebih banyak dikategorikan beresiko pada kelompok kasus yaitu 51 orang 86,4 dan pada kelompok kontrol 30 orang 50,8. Distribusi asupan konsumsi energi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi responden, lebih banyak dikategorikan berisiko yatu 44 orang 74,6 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 49 orang 83,1 pada kelompok kontrol. Distribusi asupan konsumsi protein dari makanan dan minuman yang dikonsumsi Universitas Sumatera Utara responden, lebih banyak dikategorikan berisiko 45 orang 76,3 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 39 orang 66,1 pada kelompok kontrol. Distribusi asupan konsumsi lemak dari makanan dan minuman yang dikonsumsi responden, lebih banyak dikategorikan berisiko 36 orang 61,0 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 43 orang 72,9 pada kelompok kontrol. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pola Makan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara No. Pola Makan Kasus Kontrol N N 1 Frekuensi Makan Beresiko 51 86,4 30 50,8 Tidak beresiko 8 13,6 29 49,2 2 Asupan Energi Berisiko 44 74,6 10 16,9 Tidak berisiko 15 25,4 49 83,1 3 Asupan Protein Berisiko 45 76,3 20 33,9 Tidak berisiko 14 23,7 39 66,1 4 Asupan Lemak Berisiko 36 61,0 16 27,1 Tidak berisiko 23 39,0 43 72,9 Total 59 100,0 59 100,0 4.2.3 Status Gizi Distribusi status gizi diukur melalui pengukuran antropometri dengan hasil lebih banyak gizi lebih pada kelompok kasus yatu 40 orang 67,8 dan gizi normal pada kelompok kontrol yaitu 45 orang 76,3. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara No. Status Gizi Kasus Kontrol N n 1. Normal 19 32,2 45 76,3 2. Gizi lebih 40 67,8 14 23,7 Total 59 100,0 59 100,0 4.3. Hubungan Pola Makan Frekuensi Makan, Asupan Energi, Asupan Protein, Asupan Lemak dengan Kejadian Hipertensi Untuk mengidentifikasi hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi responden disusun dengan Tabel 2x2. Responden mempunyai pola makan beresiko mengkonsumsi makanan dapat menyebabkan hipertensi, dari 81 orang yang mempunyai frekuensi makan beresiko, ada 51 orang 63 mengalami hipertensi dan 30 orang 37 tidak hipertensi. Kemudian responden berpola makan tidak beresiko mengkonsumsi makanan yang menyebabkan hipertensi, dari 37 orang yang mempunyai frekuensi makan tidak beresiko, ada 8 orang 21,6 hipertensi dan 29 orang 78,4 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada hubungan frekuensi makan dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 6,163 95 CI = 2,497-15,208 menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih 6,16 kali kecenderungan mempunyai pola makan beresiko mengkonsumsi makanan menyebabkan hipertensi berlebih dibanding dengan tidak beresiko mengkonsumsinya. Universitas Sumatera Utara Responden mempunyai asupan energi berisiko menyebabkan hipertensi, dari 54 orang yang asupan energi beresiko, ada 44 orang 81,5 mengalami hipertensi dan 10 orang 18,5 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan energi tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 64 orang yang asupan energi beresiko, ada 15orang 23,4 mengalami hipertensi dan 49 orang 76,6 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada hubungan asupan energi dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 14,373 95 CI = 5,857- 35,273 menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih 14,37 kali kecenderungan mempunyai asupan energi berisiko dibanding dengan asupan energi tidak berisiko. Responden mempunyai asupan protein berisiko menyebabkan hipertensi, dari 65 orang yang asupan protein beresiko, ada 45 orang 69,2 mengalami hipertensi dan 20 orang 30.8 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan protein tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 53 orang yang asupan protein tidak beresiko, ada 14 orang 26,4 mengalami hipertensi dan 39 orang 73,6 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada hubungan asupan protein dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 6,268 95 CI = 2,798-14,039 menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih 6,27 kali kecenderungan mempunyai asupan protein berisiko dibanding dengan asupan protein tidak berisiko. Responden mempunyai asupan lemak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 52 orang yang asupan lemak beresiko, ada 36 orang 69,2 mengalami hipertensi Universitas Sumatera Utara dan 16 orang 30,8 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan lemak tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 66 orang yang asupan lemak tidak beresiko, ada 23 orang 34,8 mengalami hipertensi dan 43 orang 65,2 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 4,207 95 CI = 1,935-9,146 menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih 6,27 kali kecenderungan mempunyai asupan lemak berisiko dibanding dengan asupan lemak tidak berisiko. Tabel 4.9. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi Pola Makan Kejadian Hipertensi OR 95 CI Hipertensi Tidak Hipertensi Total Nilai p n n Frekuensi Makan Berisiko 51 63,0 30 37.0 100 0,001 6,163 Tidak Berisiko 8 21,6 29 78.4 100 2,497-15,208 Asupan Energi Berisiko 44 81,5 10 18.5 100 0,001 14,373 Tidak Berisiko 15 23,4 49 76.6 100 5,857- 35,273 Asupan Protein Berisiko 45 69,2 20 30.8 100 0,001 6,268 Tidak Berisiko 14 26,4 39 73.6 100 2,798-14,039 Asupan Lemak Berisiko 36 69,2 16 30.8 100 0,001 4,207 Tidak Berisiko 23 34,8 43 65.2 100 1,935-9,146 Universitas Sumatera Utara

4.4. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi

Dokumen yang terkait

Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat 2014

4 83 118

SUKU ALAS KABUPATEN ACEH TENGGARA.

0 5 21

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERJO Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar.

0 2 18

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

1 1 19

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 2

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 9

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 46

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 5

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 39

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWIT SEBERANG KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT

0 1 15