yang baik kaffah dengan harapan menjadi ulama atau kyai, pemimpin
agama di masyarakat atau mendirikan dan mengasuh pesantren.
25
Zamakhsyari Dhofier mengidentifikasi unsur pokok yang menjadi ciri khas yang menunjang eksistensi sebuah pesantren, yaitu:
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik Kitab Kuning, dan, kyai.
26
Sementara itu Mastuhu membagi unsur-unsur pokok pesantren tersebut, menjadi: a aktor atau pelaku: kyai, ustadz,
santri, dan pengurus; b sarana perangkat keras: masjid, rumah kyai, rumah dan asrama ustadz, asrama santri, gedung sekolah atau
madrasah, dan sebagainya; dan c sarana perangkat lunak: tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, cara pengajaran, keterampilan,
dan saran non-fisik lainya.
27
K.H. Imam Zarkasyi memberikan perluasan unsur pokok dengan mendefinisikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan
pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
28
Lebih lanjut Abdullah Syukri Zarkasyi memperjelas definisi ini bahwa 1 pesantren harus berbentuk asrama
full residential Islamic boarding school, 2 fungsi kyai sebagai central figure uswah hasanah yang berperan sebagai guru
mu’alilim, pendidik murabbî, dan pembimbing mursyid, 3 masjid sebagai pusat kegiatan, dan 4 materi yang diajarkan tidak
terbatas kepada kitab kuning saja.
29
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pesantren
merupakan lembaga
pendidikan Islam
yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan, keilmuan, dan kemandirian
25
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam…, h. 147
26
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 44
27
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesanten
…, h. 25
28
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2005, h. 4
29
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan…, h. 4
bagi para santri dengan sistem asrama, metode, dan tradisi pendidikan yang
khas pesantren. Terpenuhinya unsur-unsur dalam pesantren mencirikan besar atau kecilnya pesantren tersebut. Meski terdapat
pesantren yang sangat maju dan modern, tidak sedikit pula pesantren yang hanya memiliki saran fisik yang sangat sederhana.
b. Tipologi Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainya, pendidikan yang dilangsungkan di pesantren
memiliki karakteristik yang khas dengan orientasi utama melestarikan dan mendalami ajaran Islam serta mendorong para santri untuk
menyampaikannya kembali kepada masyarakat.
30
Mencermati perkembangan
orientasi keilmuan
dan kelembagaan pesantren saat ini, tidak mudah membuat kategorisasi
mengenai tipologi pesantren.
31
Kategori pesantren bisa diteropong dari berbagai persfektif; dari segi kurikulum, tingkat kemajuan dan
kemoderenan, keterbukaan terhadap perubahan, dan dari sudut sistem pendidikannya. Dari berbagai kategori tersebut pesantren dapat
dibedakan antara lain: 1
Aspek kurikulum Dari
segi kurikulum,
Martin Van
Bruinessen mengelompokkan pesantren menjadi pesantren paling sederhana
yang hanya mengajarkan cara membaca huruf Arab dan menghafal beberapa bagian atau seluruh al-
Qur’an, pesantren sedang yang mengajarkan berbagai kitab
fiqh, ilmu aqidah, tata bagasa Arab nahwu, sharaf, terkadang amalan sufi, dan pesantren paling maju
yang mengajarkan kitab-kitab fiqih, aqidah, dan tasawuf yang lebih
30
Munzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku
Keagamaan Masyarakat, Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009, h. 56
31
Syamsuddin Arief, Jaringan Pesantren di Sulawesi Selatan 1928-2005¸ Jakarta: Balai
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2008, h. 192
mendalam dan beberapa mata pelajaran tradisional lainnya.
32
sebagaimana dikemukakan
M. Arifin,
pesantren dapat
dikelompokkan menjadi pesantren modern, pesantren tahassus
tahassus ilmu alat, ilmu fiqhushul fiqh, ilmu tafsirhadits, ilmu tasawufthariqat, qira’at al-Qur’an, dan pesantren campuran.
33
2 Keterbukaan terhadap perubahan
Melihat dari persfektif keterbukaan terhadap perubahan- perubahan
yang terjadi,
Zamakhsayari Dofier
Dhofier mengklaisifikasikan pesantren menjadi pesantren
salafiyah dan pesantren
khalafiyah.
34
Pesantren salafiyah tetap mengajarkan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem sorogan
yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenal pengajaran pengetahuan umum. Sedangkan
pesantren salafiyah telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum
dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren.
Pesantren Salafiyah
adalah pesantren
yang penyelenggaraanya
pembelajarannya dengan
pendekatan tradisional. Secara singkat pesantren salafiyah dapat pula
diidentifikasi sebagai pesantren yang tidak memiliki madrasah.
35
Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individu atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik,
berbahasa Arab. Pembelajaran tidak didasarkan pada suatu waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari.
36
Karakteristik
32
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di
Indonesia, Bandung: Mizan, 1999, h. 21
33
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h.
251-252
34
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 41
35
Fuad Jabali, “Membangun Pesantren di Ranah Sunda; Belajar dari Darul Arqam”, dalam Jajat Burhanuddin,
Mencetak Muslim Modern; Peta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada dan PPIM UIN Jakarta, 2006,
h. 272
36
Syamsuddin Arief, Jaringan Pesantren…, h. 193
yang menandai pesantren salafiyah, yaitu: pertama, menggunakan
kitab kuning sebagai inti pendidikannya tanpa mengajarkan pengetahuan umum;
kedua, kurikulumnya terdiri dari materi khusus pengajaran agama,
ketiga, sistem pengajarannya terdiri dari sistem pengajaran tradisonal.
37
Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren salafiyah disebut kitab kuning. Yaitu karya ulama Islam pada zaman pertengahan
abad ke-13 H sehingga dapat dikategorikan sebagai kitab klasik,
ditulis dalam bahasa Arab yang biasanya tidak dilengkapi syakl
atau harakat yang disebut kalangan pesantren dengan arab
gundul.
38
Kitab-kitab tersebut
secara sederhana
dapat dikelompokkan ke dalam delapan bidang ilmu, yaitu:
nahwu dan sharaf, fiqih, ushul fiqih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan akhlak,
dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.
39
Di beberapa pesantren kitab-kitab diartikan dengan bahasa derah seperti bahasa
Jawa dan Sunda, namun secara umum dalam mengartikan kitab- kitab biasanya digunakan tulisan huruf
Arab Melayu. Dari sekian banyak metode pembelajaran tradisonal di
pesantren, metode pembelajaran yang paling banyak digunakan dan diterapkan di pesantren, terdiri dari:
a Metode bandongan dan wetonan, kyai menjealaskan dan
membacakan kitab, sementara santri mendengarka dan memaknai atau mengartikan kitab yang dipelajari.
b Metode sorogan, santri menyodorkan dan membaca kitab yang
akan dibahas, kyai mendengarkan, mengomentari, menjelaskan, dan membetulkan apabila santri melakukan kesalahan
bacaanmengartikan.
c Metode tahfidz hafalan, metode ini menjadi penting pad
asistem kelimuan yang lebih mengutamakan argumen naqli dan
periwayatan.
37
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 41
38
Syamsuddin Arief, Jaringan Pesantren…, h. 81; Munzier Suparta, Perubahan Orientasi
Pondok Pesantren…, h. 62
39
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 50
d Metode musyawarahhiwar diskusi, para santri di bawah
bimbingan kyai berdiskusi tentang suatu permasalahan yang bahasan dalam suatu kitab.
e Metode bahtsul masa’il mudzakarah, merupakan pertemuan
ilmiah yang dilakukan para kyai atau para santri tingkat tinggi.
40
Sedangkan pesantren khalifyah adalah pesantren yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-
madrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren. Model pesantren ini
merupakan pengembangan tipe pesantren, karena cenderung mengadopsi seluruh sistem klasikal dalam bentuk madrasah
maupun sekolah dan meninggalkan sistem belajar tradisional.
41
Bila pesantren salafiyah lebih mengutamakan pengajaran kitab-kitab klasik Islam kitab kuning, pesantren khalaf cenderung
mengajarkan kitab-kitab kontemporer, dan kitab-kitab kuning lebih dipandang sebagai komplemen.
42
Meski demikian, di pesantren khalafiyah pengajaran kitab kuning tetap dipertahankan, meskipun
biasanya metode tradional diganti dengan metode klasikal dengan materi yang dikemas dalam buku-buku yang lebih praktis dan
sistematis sesuai dengan jenjang pendidikan santri.
43
Dengan demikian pengkategorian pesantren ke dalam “salafiyah-
khalafiyah ” lebih kepada perbedaan sistem pendidikan dan
pengelolaan pesantren, jadi penggunaan istilah pesantren “tradisonal-modern” bukan pada wilayah kontradiktif antara
keduanya.
40
Abdul Mukti Bisri, dkk., Pengembangan Metodologi Pembelajaran di Salafiyah, Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Bagian Proyek Peningkatan Wajar Pendidikan Dasar Pondok Pesantren Salafiyah, 2002, h. 38-64; Maksum,
Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama Islam Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, 2003, h. 74-114.
41
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: Prasasti, 2002, h. 15
42
Depag RI, Dinamika Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendaral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam, 2003, h. 8
43
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan…, h. 15