54
20 Pengurus, guru, dan karyawan
dapat berkonsultasi
tentang permasalahan kerja melalui Wakil
Mudir, Kepala Bagian, dan Kepala Lembaga terkait.
0,000 0,05
0,000 0,05 Valid
21 Terdapat
mekanisme dalam
melakukan pengawasan
dan evaluasi
kerja untuk
seluruh pengurus, guru, dan karyawan.
0,004 0,05
0,004 0,05 Valid
22 Diterapkan aturan dan mekanisme
dalam menentukan reward dan
sangsi kepada pengurus, guru, dan karyawan.
0,000 0,05
0,000 0,05 Valid
23 Keterlibatan pihak luar dalam
pengelolaan pesantren secara resmi terlembagakan dalam kepengurusan
pesantren.
0,000 0,05
0,000 0,05 Valid
24 Pimpinan pesantren membangun
hubungan kerjasama dengan pihak di luar pesantren untuk terlibat
dalam pengelolaan pesantren.
0,000 0,05
0,000 0,05 Valid
25 Keterlibatan dan kerjasama dengan
pihak luar dilakukan sesuai aturan dan
mekanisme yang
sudah ditetapkan.
0,001 0,05
0,001 0,05 Valid
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikansi semua item pertanyaan di bawah
Alpha 5, sehingga semua item pertanyaan layak diajukan pada penelitian ini.
b. Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan
reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Kriteria pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach Alpha
α. Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha 0,60. Pada penelitian ini digunakan One Shot atau pengukuran sekali saja.
55
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen angket digunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu:
2 2
11
1 1
t i
k k
r
11
r : Reliabilitas instrument
k : Banyaknya butir pertanyaan yang valid
2 i
: Jumlah varians skor tiap-tiap item
2 t
: Varians total Hasil uji realibilitas terhadap semua item yang terdapat pada
angket dapat diamanati pada tabel di bawah ini: Tabel 3.9
Pengitungan Realibilitas Reliability Statistics
Cronbachs Alpha N of Items
.905 25
Dengan demikian, dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Cronbachs Alpha sebesar 0.905. Karena 0,905 0,8 maka dapat
dikatakan bahwa semua item pertanyaan relabel dan layak diajukan dalam
penelitian ini. Dalam menghitung data angket, penulis menggunakan rumus
prosentase, yaitu sebagai berikut: Keterangan:
P = Angka Prosentase F = Frekuensi Jawaban
N = Jumlah Responden
Sedangkan untuk menyimpulkan hasil jawaban angket penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yakni melalui nilai mean rata-rata
yang didapatkan melalui rumus prosentase sebagai berikut: Keterangan:
M = Nilai rata-rata JJ = Jumlah Jawaban
TJ = Total Jawaban
M = JJTS x 100 P = FN X 100
56
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Pondok Pesantren al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sumatera
Selatan 1.
Gambaran Pesantren di Ogan Ilir Sumatera Selatan
Tradisi pesantren-pesantren di Sumatera Selatan tidak terlalu jauh berbeda bila dibandingkan dengan pesantren-pesantren di Jawa. Bahkan
beberapa pesantren memiliki hubungan emosional dan silsilah keilmuan dengan pesantren-pesantren di Jawa, karena beberapa pesantren kyai dan
gurunya merupakan alumni dari beberapa pesantren di Jawa. Pendidikan agama Islam di Sumatera Selatan berawal dari pengajian
agama tradisional yang diselenggarakan di langgar, masjid dan kadang- kadang di rumah guru. Meski demikian, lembaga pendidikan seperti pesantren
baru dikenal pada abad ke-20 ditandai dengan berdirinya Madrasah Nurul Islam Seribandung dengan sistem asrama.
1
Dengan kata lain meskipun pendidikan agama tradisonal telah lama berkembang dalam budaya
masyarakat Sumatera Selatan.sebelumnya istilah pesantren atau pondok
1
Husni Rahim, Sistem Otoritas dan Adimistrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama Masa
Selutanan dan Kolonial di Palembang, Jakarta: Logos, 1998, h. 171
57
pesantren tidak dikenal di daerah ini, istilah yang dipakai adalah madrasah meskipun sistem pengajaran yang dipakai adalah pondok pesantren.
Pertumbuhan pesantren di daerah ini secara kuantitas terus mengalami peningkatan, data Kantor Wilayah Departemen Agama Sumatera Selatan
tahun 2006-2007, tercatat sebanyak 343 pesantren. Sedangkan data Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan FORPESS tahun 2008, mencatat 392
pesantren yang tersebar pada 14 kabupatenkotamadya di Sumatera Selatan.
2
Dari jumlah tersebut, Kanwil Depag Sumatera Selatan merinci sebanyak 294 merupakan pesantren khalafiah dan 49 pesantren salafiah yang
hampir semuanya berada di komunitas masyarakat Jawa yang bertansmigrasi ke Sumatera Selatan.
3
Menurut Fuad Jabali, berbeda dengan provinsi-provinsi lain, pengkategorian pesantren-pesantren di Sumatera Selatan ke dalam salaf
atau khalaf lebih mudah dilakukan.
4
Penelitian tentang pesantren di Sumatera Selatan masih sangat sedikit dilakukan. Hasil penelitian tentang
Demokrasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren yang dilakukan Muhyidin pada empat pesantren salafiyah dan
khalafiah di Sumatera Selatan, apabila membicarakan pesantren di Sumatera Selatan pada era kekinian, maka persepsi masyarakat akan terkait dengan
Indralaya, Seribandung, dan Sakatiga yang ada di Kabupaten Ogan Ilir OI sebagai “kabupaten santri” dan Kabupaten Ogan Komering Ulu OKU
sebagai kabupaten yang paling banyak memiliki pesantren.
5
Ogan Ilir merupakan sebuah nama kota kecil yang berada di bagian selatan provinsi Sumatera Selatan. Masyarakat asli yang berada di kabupaten
ini terdiri dari suku Pegagan Ulu, Penesak, dan Pegagan Ilir dan lain-lain yang
2
Muhyiddin, Demokrasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren; Studi Perbandingan pada Empat
Pesantren Salafiah dan Khalafiah di Sumatera Selatan, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 81
3
Muhyiddin, Demokrasi dalam Sistem…, h. 82
4
Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2002, h. 272
5
Muhyiddin, Demokrasi dalam Sistem…, h. 82
58
umumnya teramasuk anak suku Melayu Palembang.
6
Cikal bakal pendidikan agama Islam di kabupaten Ogan Ilir berawal dari pendidikan tradisonal yang
dikemas dalam bentuk dakwah seperti pengajian-pengajian, ceramah di masjid, dan
cawisan di rumah-rumah.
7
Pendidikan ini dilakukan oleh tokoh- tokoh ulama berpengaruh lulusan Makkah, Madinah, dan Mesir, di antaranya
KH. Ishak Bahsin dan KH. Bahsin Ishak dari Indralaya; KH. Saiyidina Harun dari Sakatiga; dan KH. Anwar bin Haji Kumpul dari Seribandung.
8
Begitu kuatnya tradisi keislaman yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak mengherankan kalau daerah ini oleh masyarakat
disebut pusat “kota santri” di Sumatera Selatan. Perkembangan pendidikan tradisional ini pula yang menginisiasi lahirnya Pondok Pesantren al-Ittifaqiah
Indralaya.
2. Sejarah Pondok Pesantren al-Ittifaqiah
a. Pengajian Tradisional 1918-1922
Pertumbuhan pesantren seirama dengan penyebaran tradisi Kitab Kuning di berbagai daerah Nusantara yang menemukan momentum
terkuatnya sejak awal abad ke 19.
9
Cikal pesantren umumnya sangat sederhana
, berawal dari “pengajian” yang diselenggarakan oleh seorang
6
Mohammad Najib, eds., Sejarah Ogan Ilir; Tradisi Masyarakat dan Pemerintahan, Indralaya:
Pemkab OI, 2006, h. 2. Lihat M. Isnaini, “Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Modern; Studi terhadap Peran Santri di Pesantren Roudhotul Ulum dan Ittifaqiah Ogan Ilir ” dalam Irwan Abdullah,
Hasse J., Muhammad Zain, eds, Agama, Pendidikan Islam, dan Tanggung Jawab Sosial Pesantren,
Yogyakarta: SPs UGM dan Pustaka Pelajar, 2008, h. 168
7
Saudi Berlian, Mengenal Seni Budaya OKI; Ogan Komering Ilir, Palembang: Pemkab OKI,
2003 , h. 60
8
Saudi Berlian, Mengenal Seni Budaya OKI…, h. 56
9
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 114
59
kyai di langgar mushalla atau masjid,
10
dan cawisan di rumah-rumah yan
dikenal di derah Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir.
11
Pendidikan agama dimulai dengan belajar membaca al- Qur’an atau
“ngaji Qur’an” di samping itu diajarkan pula salat, berwudu, dan doa-doa. Sesuai dengan tradisi yang berkembang pada waktu itu, kitab yang
dipergunakan adalah Kitab Perukunan Melayu untuk persoalan fikih.
Berkembang juga tradisi marhaba, tahlilal, dan secara umum masyarakat
menggunakan kitab Barzanji. Metode mengaji yang digunakan disebut
sendiri oleh penduduk dengan metode muqaddam yaitu pelajaran dasar
tentang huruf Hijaiyyah, kemudian dengan harkat, selanjutnya merangkai huruf dalam kalimat. Dan murid disebut
tembus setelah lancar dan mahir membaca serta menamatkan al-
Qur’an 30 Juz. Kemudian diselenggarakan acara selamatan atau syukuran yang disebut
khataman atau tamatan.
12
Di daerah Ogan Ilir khususnya Indralaya-Sakatiga sejak dulu dikenal banyak ulama yang belajar Islam ke Timur Tengah yaitu Makkah,
Madinah, dan Mesir.
13
Salah seorang ulama terkemuka di daerah ini adalah KH. Ishak Bahsin. Seorang ulama karismatik lulusan al-Azhar
Mesir yang menyelenggarakan pengajaran agama Islam di rumah Beliau kepada masyarakat Sakatiga dan sekitarnya. Pada masa itu KH. Ishak
Bahsin telah mengembangkan pengajaran dengan merujuk Kitab Kuning
meskipun dalam kemasan dakwah seperti pengajian, ceramah di masjid, dan
cawisan. Metode pembelajaran ini sebagai embrio yang kemudian
10
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001,
h. 157
11
Saudi Berlian, Mengenal Seni Budaya OKI…, h. 60
12
Husni Rahim, Sistem Otoritas dan Adimistrasi Islam…, h. 167; lihat juga Mohammad Najib,
eds., Sejarah Ogan Ilir …, h. 62-63
13
Mohammad Najib, eds., Sejarah Ogan Ilir
…, h. 43