63
Pada tahun keempat jumlah siswa yang belajar di SMI mencapai 250 orang.
24
Pada 1954, KH. Ismail Muhyidin berpulang ke rahamtullah. Dan
sepeninggal KH. Muhyudin, diamanahkan kepada KH. Ahmad Qori Nuri untuk melanjutkan kepemimpinan SMI. Dalam upaya mengembangkan
madrasah KH. Ahmad Qori Nuri menambah 3 lokal ruang belajar sehingga seluruhnya menjadi 8 lokal dan menambah tenaga guru baik
untuk mata pelajaran agama maupun mata pelajaran umum. Sampai tahun 1962 tercatat siswa yang belajar SMI berjumlah 400 orang.
25
d. Madrasah Menengah Atas MMA Sakatiga 1962-1967
Awal 1962, menyesuaikan dengan peraturan Departemen Agama waktu itu, nama SMI dirubah menjadi Madrasah Menengah Atas MMA
Sakatiga. Program pendidikan terdiri dari Tsanawiyah dengan masa belajar 4 tahun dan Aliyah dengan masa belajar 3 tahun.
Di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Qori Nuri pembaharuan kurikulum mulai dilakukan, mata pelajaran umum yang diajarkan di
MMA Sakatiga disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku pada SMP dan SMA. Seiring pertambahan jumlah murid, maka selain menambah
tenaga pengajar, dibangun pula ruang belajar. Tenaga guru di MMA saat itu berjumlah 17 orang terdiri dari 13 guru agama dan 4 guru pelajaran
umum. Dan dibangun tambahan 3 ruang belajar, sehingga berjumlah 11 lokal.
Pada era ini, MMA mengalami kemajuan pesat. Jumlah santri di Madrasah ini mencapai 527 orang yang berasal tidak saja dari Sumatera
Selatan tapi dari propinsi-propinsi lain. Karena prestasi dan keberhasilan MMA Sakatiga, desa Sakatiga demikian terkenal pada waktu itu, sampai-
24
Penyusun, Profil Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah …, h. 2
25
Penyusun, Profil Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah …, h. 2
64
sampai masyarakat menyebutnya sebagai “Mekkah Kecil.”
26
Sampai sekarang daerah OKI dan OI terutama Sakatiga-Indralaya memang dikenal
dengan sebutan kota santri, gudangnya pesantren dan kyai. Perluasan jangkauan pendidikan MMA Sakatiga, juga didukung
dengan pendirian basis-basis MMA, atas saran dari K. Buhairi Nuri, saudara KH. Ahmad Qori Nuri, dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah
Islamiyah MII di beberapa tempat di luar Sakatiga. Tercatat MMI yang waktu itu dibentuk antara lain: 1 SMI di Pagar Gunung Lubai bertempat
di Masjid Kota Baru, sekitar awal 1960, 2 Madrasah Itisyariah Islamiyah di Merbau Pendek Panjang, Lampung, 3 SMI Intisyariyah di Bunga
Emas, Lahat, 4 Madrasah Ittifaqiah Islamiyah MII Ittifaqiah di Indralaya, pada 1964, 5 Madrasah Ibtidaiyah Ittihadiyah Islamiyah MII
Ittihadiyah di Tanjung Lubuk, 1964, dan 6 Madrasah Ibtidaiyah Ijtima’iyah MII Ijtima’iyah di Luuk Sakti.
MII ini menyelenggarakan pendidikan pada sore hari dengan masa belajar selama 4 tahun. Namun ketentuan lainnya, yang diterima di kelas 1
MII adalah kelas 3 SD Negeri, dan seterusnya. Sehingga apabila siswa MII kemudian melanjutkan ke MMA Sakatiga, mereka dapat langsung
diterima di kelas 2 Tsanawiyah.
27
e. Madrasah Menengah Atas MMA al-Ittifaqiah Indralaya 1967-
1976
Pada periode ini muncul desakan dari beberapa guru MMA Sakatiga untuk menjadikannya sebagai Madrasah Negeri. Munculnya
desakan ini dilatarbelakangi terjadinya “insiden politis” waktu itu.
Meskipun KH. Ahmad Qori Nuri tidak terbukti bersalah dan terbebas dari
26
Penyusun, Profil Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah …, h. 3
27
Wawancara dengan K. Buhairi Nuri, Sakatiga 17 Juli 2009.
65
segala tuduhan dan fitnah terhadap Beliau, namun dampak insiden ini bagi MMA tetap tak terhindarkan.
28
Untuk memelihara nilai-nilai sejarah dan keberkahan pendidikan Islam yang dirintis oleh KH. Ishak Bahsin. KH. Ahmad Qori Nuri dan
murid-murid KH. Ishak Bahsin di Indralaya, memandang apabila MMA Sakatiga dinegerikan dan diserahkan kepada pemerintah justru akan
kehilangan nilai sejarahnya. Atas permintaan murid-murid KH. Ishak Bahsin dan keinginan masyarakat Indralaya yang mengharapkan KH.
Ahmad Qori mengembangkan pendidikan di Indralaya, maka tercapailah kesepakatan KH. Ahmad Qori Nuri
hijrah dan melanjutkan pendidikan MMA di Indralaya. Sedangkan MMA Sakatiga kemudian berubah status
menjadi MAAIN sekarang MAN Sakatiga dan MTsAIN sekarang MTsN Sakatiga.
29
Dalam membangun perguruan Islam di Indralaya ini KH. Ahmad Qori Nuri didukung dan dibantu oleh para ulama dan tokoh masyarakat
antara lain H. Ahmad Rifai H. Hasyim, H. Nurhasyim Syahri, KH. Muhammad Romli H. Hasyim, H. Hasanuddin Bahsin, Syukri H. Hasyim,
H. Ahmad Rozak, H. Yahya Gani, Ilyas Ishak, Muhammad Rodhi, Hajiroh Burhan waktu itu KariaoKepala Desa Indralaya, Ahmad Lutfi H.
Hasanuddin, Sykuri H. Hasyim; dan adik-adik Beliau, KH. Abdul Hamid Nuri, K. Buhairi Nuri, K. Azhari Nuri, dan KH. Amin Nuri.
30
Pada 10 Juli 1967 resmi berdiri MMA al-Ittifaqiah di Indralaya selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah Indralaya, dengan surat persetujuan Inspeksi Pendidikan Agama Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumatera Selatan tanggal 28
Juli 1967 No. 1796AIUMF1967. MMA al-Ittifaqiah ini memiliki dua
28
Wawancara dengan K. Moechlies Qorie, Indralaya 20 Juli 2009
29
Penyusun, Profil Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah …, h. 3
30
Penyusun, Profil Pondok Pesantren al-
Ittifaqiah …, h. 3, dan Hedra Zainuddin, eds, Sewindu FORPESS; Geliat Pesantren di Sumatera Selatan, Palembang: FORPESS, 2007, h. 79