Tipologi Pesantren Pengertian dan Tipologi Pesantren

d Metode musyawarahhiwar diskusi, para santri di bawah bimbingan kyai berdiskusi tentang suatu permasalahan yang bahasan dalam suatu kitab. e Metode bahtsul masa’il mudzakarah, merupakan pertemuan ilmiah yang dilakukan para kyai atau para santri tingkat tinggi. 40 Sedangkan pesantren khalifyah adalah pesantren yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah- madrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren. Model pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren, karena cenderung mengadopsi seluruh sistem klasikal dalam bentuk madrasah maupun sekolah dan meninggalkan sistem belajar tradisional. 41 Bila pesantren salafiyah lebih mengutamakan pengajaran kitab-kitab klasik Islam kitab kuning, pesantren khalaf cenderung mengajarkan kitab-kitab kontemporer, dan kitab-kitab kuning lebih dipandang sebagai komplemen. 42 Meski demikian, di pesantren khalafiyah pengajaran kitab kuning tetap dipertahankan, meskipun biasanya metode tradional diganti dengan metode klasikal dengan materi yang dikemas dalam buku-buku yang lebih praktis dan sistematis sesuai dengan jenjang pendidikan santri. 43 Dengan demikian pengkategorian pesantren ke dalam “salafiyah- khalafiyah ” lebih kepada perbedaan sistem pendidikan dan pengelolaan pesantren, jadi penggunaan istilah pesantren “tradisonal-modern” bukan pada wilayah kontradiktif antara keduanya. 40 Abdul Mukti Bisri, dkk., Pengembangan Metodologi Pembelajaran di Salafiyah, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Bagian Proyek Peningkatan Wajar Pendidikan Dasar Pondok Pesantren Salafiyah, 2002, h. 38-64; Maksum, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, 2003, h. 74-114. 41 M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: Prasasti, 2002, h. 15 42 Depag RI, Dinamika Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Direktorat Jendaral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam, 2003, h. 8 43 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan…, h. 15 Ditinjau dari segi keterbukaan terhadap perubahan yang terjadi dari luar Munzier Suparta mengklasifiksikan pesantren menjadi pesantren pesantren konvensional tradisional dan pesantren kontemporer modern. 44 Perbedaan dua model pesantren ini dapat diidentifikasi dari perspektif manajerialnya. Pesantren tradisional kebanyakan dikelola secara alami dan cenderung menganut pola “serba mono” mono-manajemen dan mono- administrasi. Sedangkan pesantren moderen telah beradabtasi terhadap tuntutan perubahan dan pengembangan pendidikan dengan mengikuti kaidah-kaidah manajerial yang dikelola secara rapi dan sistematis. 45 3 Berdasarkan jumlah santri Zamakhsayari Dhofier juga mengklasifikasikan pesantren berdasarkan jumlah santri, dari aspek ini pesantren dikelompokkan menjadi pesantren kecil, sedang dan besar. Pesantren kecil jumlah santrinya kurang dari seribu orang dan berasal dasari satu kebupaten; pesantren sedang jumlah santrinya antara seribu sampai dua irbu orang dan berasal dari beberapa kabupaten; dan pesantren besar jumlah santrinya lebih dari dua ribu orang dan berasal dari berbagai kabupaten dan provinsi. 46 Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan santri yang tidka menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing- masing sesudah mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong bisanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalu sering pergi pulang. Sedangkan santri mukim ialah siswa yang menetap di dalam pondok pesantren dan bisanya 44 Munzier Suparta, Peru bahan Orientasi Pondok Pesantren…, h. 86 45 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam; Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Semarang: Penerbit Airlangga, 2010, h. 58 46 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 44 berasal dari daerah jauh. 47 Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri, karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup, dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren. 48 4 Sistem pendidikan yang dikembangkan Dilihat dari sistem pendidikan yang dikembangkan, pesantren dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: pertama, pesantren yang memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama kyai, kurikulum tergantung kyai, dan pengajaran secara individual. Kelompok kedua, pesantren yang memiliki madrasah, kurikulum tertntu, pengajaran bersifat aplikasi, kyai memberikan pelajaran secara umum dalam waktu tertentu, santri bertempat tinggal di asrama untuk mempelelajari pengetahuan agama dan umum. Dan kelompok ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah, madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kyai sebagai pengawas dan Pembina mental. 49 Mencermati perkembangan pesantren dewasa ini, A. Qodri Azizi mengkategorikan pesantren menjadi beberapa model yaitu: 1 pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dan menerapkan kurikulum nasional, 2 pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, 3 pesantren yang menyelenggarakan ilmu- ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah, 4 pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian, dan 5 pesantren untuk 47 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren …, h. 69 lihat juga Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 51-52 48 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 54 49 Muzammil Qomar, Pesantren; Dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, h. 17 asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa. 50 Sedangkan Syamsuddin Arief membagi tipologi pesantren menjadi 1 pesantren tradisional salafiyah, 2 pesantren khalafiyah modern, 3 pondok pesantren kombinasi, 4 pesantren tipe lain: madrasah pesantren, SMU pesantren, Virtual pesantren; dan 5 pesantren spesifikasi keilmuan kyai. 51 Dari beberapa tipologi pesantren di atas, klasifikasi lainnya misalnya yang dikemukakan Husni Rahim yaitu: 1 pesantren dengan pendidikan formal yaitu jalur sekolah, luar sekolah dan pra sekolah. berdasarkan pendidikan formal jalur sekolah dan jalur pra- sekolah; 2 pesantren yang berafiliasi atau tidak dengan organisasi Islam seperti Rabithah Ma’ahad al-Islami RMI, Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, al-Wasiliyah dan lain-lain; 3 pesantren yang menampung santri mukim dan santri kalong; dan 4 pondok pesantren pedesaan dan perkotaan. 52 Pembagian kategorial pesantren menurut Muzamil Qomar, mengandung kelemahan, karena ciri masing-masing kategori belum mampu mewakili karakter pesantren yang ada secara keseluruhan. Ciri-ciri tersebut makin tidak mampu menjadi jarak pemisah yang tegas lantaran menghadapi keberadaan aspek lain atau perubahan-perubahan yang makin komplek di kalangan pesantren. 53 Dari beberapa klasifiaksi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keragaman dalam mengkategorikan tipologi pesantren, di samping mencerminkan kekhasan dan kekhususan pesantren, menunjukkan bahwa lembaga pendidikan ini terus mengalami perkembangan yang semakin dinamis dan tidak tunggal. 50 Qodri A. Azizi, Memberdayakan Pesantren dan Madrasah, dalam Ismail SM, Nurul Huda, dan Abdul Khaliq, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2002, h. viii 51 Syamsuddin Arief, Jaringan Pesantren…, h. 192-199 52 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam…, h. 159 53 Muzammil Qomar, Pesantre n; Dari Transpormasi Metodologi…, h. 18

2. Kepemimpinan dalam Tradisi Pesantren

Dari kelima unsur pesantren pokok pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik Kitab Kuning, dan, kyai; kyai merupakan figur sentral karena seluruh penyelenggaraan pesantren terpusat kepadanya. Dalam teradisi pesantren, sulit untuk dibantah bahwa pesantren sangat identik dengan karisma dan ketokohan kyai pengasuhnya. Selain umumnya kyai merupakan pendiri pesantren, perluasan pengajian dan penentuan corak pengetahuan yang diberikan di pesantren sangat bergantung pada keadaan, kecakapan, dan keahlian kyainya. 54 Kyai juga adalah sumber utama apa yang berkaitan dengan soal kepemimpinan, ilmu pengetauan, dan misi pesantren. 55 Pemakaian istilah kyai sepertinya merujuk pada kebiasaan daerah, seperti juga pemakaian istilah pesantren di Jawa, surau di Minangkabau, rangkah, meunasah, dan dayah di Aceh, dan pondok di Pasundan. 56 Selain sebutan kyai yang digunakan untuk sebutan pimpinan pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dikenal juga istilah ajengan Jawa Barat, abuya, inyik, atau syekh Sumatera Barat, tengku Aceh, bendera atau ra Madura , tuan guru Nusa Tenggara , dan gurutta atau anrenguruttaanrong guru Sulawesi. 57 Sementara di Sumatera Selatan pimpinan pesantren lebih populer dengan istilah mudir, meskipun tetap dipanggil kyai atau ustadz. Kyai juga disebut orang alim yaitu tokoh yang memiliki pengaruh besar di masyarakat karena mempunyai kemampuan dan keunggulan pengetahuan agama Islam yang dalam. 58 Predikat kyai diberikan kepada seseorang karena pengakuan masyarakat terhadap kealiman, kesalehan, pengorbanan dan perjuangannya mendirikan, mengasuh dan 54 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren …, h. 97 55 Mastuhu, Pemberdayaa n Sistem Pendidikan…, h. 255 56 M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1995, h. 2; Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat…, h. 17 57 Syamsuddin Arief, Jaringan Pesantren …, h. 83 58 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pes antren…, h. 55 mengembangkan pesantren. 59 Pengakuan ini diberikan sebagai penghormatan kepada kyai setelah masyarakat menyaksikan peranan dan merasakan jasanya, sehingga tidak mengherankan apabila santri dan masyarakat menaruh kepercayaan, menerima tuntunan dan kepemimpinannya, serta menjadikannya sesepuh atau rujukan tempat bertanya bahkan segala hal. Seperti diungkapkan Mujamil Qomar, kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kyai dan didukung potensinya memecahkan berbagai problem sosio-psikis-kultural-politik-religius menyebabkan kyai menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di masyarakat. Kyai adalah pemimpin formal sekaligus pemimpin spiritual yang sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat, petuah- petuahnya selalu didengar dan sangat dihormati oleh masyarakat, bahkan tak jarang melebihi penghormatan mereka terhadap pejabat setempat. 60 Posisi kyai yang serba menentukan dalam masyarakat ini akhirnya justru cenderung menyumbangkan terbangunnya otoritas mutlak dalam pesantren yang diasuhnya. Kyai adalah figur sentral, yang memegang wewenang, menguasai dan mengendalikan seluruh sektor penyelenggaraan pesantren. 61 Otoritas kyai yang begitu besar, dapat dipahami dan dimaklumni mengingat lembaga ini berdiri atas prakarsa kyai sendiri, atau sekarang muncul kyai pimpinan pesantren karena mewarisi leluhurnya yang tercatat sebagai perintis. Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan yang meliputi format kelembagaan, spesialisasi pendidikan dan pengembangan pesantren sangat kental diwarnai oleh karakter, kapasitas keilmuan, dan keahlian kyai pendiri atau pengasuh pesantren. 62 59 M. Habib Chirzin, “Agama, Ilmu dan Pesantren,” dalam M. Dawam Rahardjo, ed., Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1995, h. 92 60 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi …, h. 29 61 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 255 62 Manfred Ziemek, Pesantren dan Perubahan Sosial …, h. 97; Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 21-22; dan Marwan Saridjo, dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma Bhakti, 1983 h. 30. Nurcholish Madjid menilai, karisma yang dimiliki kyai bersifat sangat pribadi dan cenderung tidak rasional, sehingga dapat berimplikasi pada sulitnya kyai ditundukkan ke dalam rule of the game administrasi dan manajemen modern. 63 Kenyataannya, sampai dewasa ini tidak sedikit pesantren yang tetap mempertahankan kepemimpinan tradisonal pesantren, bahkan tak jarang ada yang menolak masuknya sistem manajemen dan kepemimpinan modern, karena bukan saja dianggap bertentangan dengan tradisi pesantren tetapi juga dianggap dapat mengancam kekhasan dan nilai-nilai luhur pesantren. Kondisi di atas juga tumbuh subur dan semakin diperkuat oleh kondisi sosial-budaya yang mentradisi di kalangan pesantren Dalam pengamatan Martin van Bruinessen, ketokohan dan karisma kyai menjadi salah satu nilai pertama yang ditanamkan kepada para santri dan warga pesantren. Menurutnya ketokohan kyai ditunjukkan dengan sikap hormat, ta’zim, dan kepatuhan mutlak kepada kyai. 64 Pandangan ini diperkuat oleh Mastuhu, bahwa bagi segenap warga pesantren, terutama santri, ketundukan dan kepatuhan sami’na wa atha’na terhadap kyai merupakan kewajiban moral yang dilandasi “keikhlasan”, “berkah”, dan “ibadah”. 65 Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi kyai yang serba menentukan ini akhirnya justru mendukung terbangunnya otoritas kyai sebagai pemimpin tunggal dan pemilik pesantren. Sebagai sumber kekuasaan yang memiliki kewenangan mutlak menguasai dan mengendalikaan seluruh sektor kehidupan pesantren, menurut Zamakhsyari Dhofier, dalam menjalanakan fungsi dan perannya sebagai pengasuh dan pemilik pesantren kyai ibarat “seorang raja” 66 yang segala titahnya baik tertulis maupun konvensi menjadi konstitusi yang berlaku bagi kehidupan pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan 63 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren …, h. 96 64 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat…, h.18 65 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren; Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, h. 78 66 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 56 kedudukan bangsawan feodal di Jawa, yang disebut Nurcholish Madjid dengan feodalisme berbungkus agama religio- feudalism, yang dapat saja disalahgunakan. 67 Belum lagi ada sebagaian kyai karena hubungan kekeluargaan yang menganggap dan membanggakan dirinya sebagai bangsawan. Anggapan bahwa kyai memiliki kemampuan khusus secara magis juga kebiasaan cium tangan dari santri dengan harapan mendapat berkah dari kyai, misalnya, tidak bisa begitu saja dipisahkan dari budaya feodalisme yang tumbuh subur di kalangan bangsawan. Tradisi ini juga tidak mudah dipisahkan apalagi dihapuskan dari pesantren. Kondisi ini sangat berpengaruh pada kebijakan kyai dalam merespon perubahan, apalagi terkait dengan pola kepemimpinan pada lembaga yang dipimpinnya.

3. Transformasi Kepemimpinan Pesantren

Pengembangan pendidikan Nasional ke depan tampakknya mengacu kepada pradigma baru yang bertumpu pada kemandirian autonomy, akuntabilitas accontability, dan jaminan kualitas aquality assurance. 68 Keadaan ini secara tak terelakkan akan bersentuhan dengan keharusan pesantren untuk melakukan pembenahan internal kelembagaan, termasuk di dalamnya transformasi organisasi kelembagaan khususnya pada aspek kepemimpinan dan manajemen pesantren. 69 Bahkan menurut Mastuhu, ini merupakan tantangan mendesak yang harus dilakukan, karena eksistensi pesantren masa depan sangat ditentukan oleh kemampuannya berinteraksi secara kultural dengan tuntutan perubahan yang semakin dinamis dan kompetitif. 70 67 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 56; lihat juga Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren…, h. 96. 68 Amin Haedari, Transpormasi Pesantren; Pengembangan Aspek Pendidikan Keagamaan, dan Sosial, Jakarta: LekDis dan Media Nusantara, 2006, h. 6 69 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 104 70 Mastuhu, Pemberdayaan Sistem Pendidikan Islam…, h. 276

Dokumen yang terkait

PENGARUH KEPEMIMPINAN KARISMATIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN PONDOK PESANTREN Pengaruh Kepemimpinan Karismatik Terhadap Kinerja Karyawan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta.

0 2 15

PENGARUH KEPEMIMPINAN KARISMATIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN PONDOK PESANTREN Pengaruh Kepemimpinan Karismatik Terhadap Kinerja Karyawan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta.

0 2 11

FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN.

0 4 87

PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 31

JENIS JENIS IKAN GABUS (Genus Channa) DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI KELEKAR INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN

2 6 8

View of Regulasi Diri Remaja Penghafal al-Qur’an di Pondok Pesantren al-Qur’an Jami’atul Qurro’ Sumatera Selatan

0 1 16

GAYA KEPEMIMPINAN MUDÎR DALAM PENGELOLAAN PONDOK PESANTREN TAHFIZHUL QUR’AN (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR)

0 1 20

BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS RELEVANSI KOLEKSI PERPUSTAKAAN DENGAN KEBUTUHAN INFORMASI PENGGUNA PADA PERPUSTAKAAN MTs. PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM SAKATIGA INDRALAYA OGAN ILIR (Skripsi) - eprint UIN Raden Fatah Palembang

0 1 101

STUDI AGRIBISNIS TANAMAN PEPAYA KALIFORNIA (Carica papaya L) DI DESA PULAU SEMAMBU KECAMATAN INDRALAYA UTARA KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN -

0 3 84

PENGARUH KOMPENSASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. FINANSIA MULTI FINANCE CABANG INDRALAYA KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN -

1 4 92