Transformasi Kepemimpinan Pesantren Kepemimpinan Pesantren

sistem manajemen dan kepemimpinan modern, karena bukan saja dianggap bertentangan dengan tradisi pesantren tetapi juga dianggap dapat mengancam kekhasan dan nilai-nilai luhur pesantren. Ketergantungan pesantren dengan karisma dan ketokohan kyai sebagai figur sentral pesantren, justru cenderung memperkokoh bangunan otoritas tunggal kyai sebagai pemimpin individual yang memegang wewenang mutlak yang bertentangan secara frontal dengan alam keterbukaan. 84 Kyai selain menjadi pimpinan agama juga merupakan traditional mobility dalam masyarakat religio-feodalisme. Karisma yang dimilikinya bersifat sangat pribadi sehingga cenderung tidak rasional, hal ini berimplikasi pada sulitnya kyai ditundukkan ke dalam rule of the game administrasi dan manajemen modern. Faktor-faktor kepemimpinan seperti ini menurut Nurcholish Madjid, dalam prakteknya menyebabkan kepemimpinan pesantren kehilangan kualitas demokartisnya. 85 Kepemimpinan karismatik yang didasarkan pada kekuatan moral, yaitu kepercayaan warga pesanten terhadap nilai-nilai spiritual atau kesalehan kyai. Dalam kepentingan tertentu kepemimpinan seperti ini sangat dibutuhkan, melalui gaya kepemimpinan ini intruksi dari kyai dapat dijalankan oleh warga pesantren dengan lancar tanpa hambatan psikologis seperti indisipliner. 86 Namun di sisi lain, model kepemimpinan ini justru dapat menimbulkan masalah yang mengancam eksistensi pesantren ketika kyai yang bersangkutan meninggal dunia. Pola kepemimpinan pesantren yang selama ini diterapkan di pesantren, menurut Abdurrahman Wahid, sering kali tidak mampu mengimbangi perkembangan pesantren, sehingga menyebabkan kepemimpinan pesanten belum menemukan bentuknya yang teratur dan menetap, baik pola pengembangan maupun pembinaan kaderisasi 84 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transpormasi…, h. 37 85 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren …, h. 95-96 86 Mujamil Qomar, Pesantren; D ari Transpormasi…, h. 38 kepemimpinan pesantren. 87 Keunggulan karismatik dalam kepemimpinan pesantren, menurut Wahid, karena pesantren didirikan oleh seorang kyai yang memiliki cita-cita tinggi dan kemampuan untuk mewujudkannya, faktor ini yang kemudian membuat sosok ini diterima dan diakui oleh warga pesantren dan masyarakat luas. Dari proses ini, kemudian melahirkan seorang pemimpin yang tertempa oleh pengalaman dan memiliki kekuatan serta keunggulan yang mengalahkan pribadi-pribadi di sekitarnya. 88 Kyai sebagai bagian tak terpisahkan dari tradisi pesantren, figur kyai karismatik dalam banyak hal tetap diperlukan pesantren, dalam menjalankan proses pengelolaan pesantren mislanya, melalui kepemimpinan karismatik intruksi dari pimpinan pesantren dapat berjalan dengan lancara tanpa hambatan psikologis seperti indisipliner dari pengurus, guru, dan karyawan pesantren, 89 namun di satu sisi kepemimpinan seperti ini juga dapat menjadi kelemahan pesantren dalam menjaga keberlangsungan eksistensinya. 90 Masalah kepemimpinan pesantren juga dampak dari tradisi pewarisan pesantren, pola kaderisasi dan estafet kepemimpinan yang bersifat alami terbatas pada keturunan kyai. Menurut Abdurrahman Wahid, kesetian yang bersifat pribadi sukar diterjemahkan menjadi kesetian pada suatu lembaga; ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pesantren yang mengalami kemunduran, bahkan kehancuran, setelah wafatnya kyai pendiri pesantren. 91 Hal ini disebabkan karena pengganti kyai yang menjadi penerus kepemimpinan pesantren tidak memiliki karisma dan ketokohan yang sama dengan kyai sebelumnya baik dalam pengetahuan Islam maupun dalam kepemimpinan organisasi. 92 87 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 179 88 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi..., h. 180 89 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi Metodologi..., h. 38 90 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi..., h. 16 91 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi…, h. 16 92 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, h. 33 Menurut Mastuhu, pergantian kepemimpinan pesantren umumnya mengikuti garis estafet dari pendiri-anak-menantu-cucu-santri senior. 93 Sedangkan parameter yang dijadikaan pegangan, seperti dikemukakan Mujamil Qomar, lebih kepada kekuatan moral atau kesalihan, bukan pada kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, dan memobilisasi kekuatan yang ada dalam mengembangkan dan mengelola pesantren. 94 Sehingga “pihak dalam” yang terdiri dari keluarga-keturunan kyai ada kemungkinan memiliki hak tetapi tidak mempunyai persyaraatan kemampuan, sebaliknya pihak luar dari santri senior kalaupun ada yang potensial tetapi tidak berhak melanjutkan kepemimpinan kyai menurut kebiasaan yang berlaku. Dari sini jelas lah bahwa orang luar baru ada kemungkinan menjadi pemimpin pesantren jika keadaan pesantren darurat yaitu ketika tidak ada ahli waris pesantren yang layak memimpin. Krisis kepemimpinan akan terjadi bila tidak ada keturunan atau keluarga kyai yang mampu meneruskan kepemimpinan pesantren dari segi kapasitas keilmuan dan ketokohan maupun pengelolaan kelembagaan. 95 Pola kaderisasi kepemimpinan yang tidak menetap juga tak jarang berujung pada konflik internal di antara keturunan kyai sebagai “pewaris” kepemimpinan pesantren. Sehingga tidak jarang pesantren yang semula besar dan terkenal, perkembangannya mati bahkan bubar setelah di tinggal wafat kyai pendiri atau pengasuhnya. Dampak yang ditimbulkan dari pola pewarisan kepemimpinan ini kemudian, dalam banyak kasus, tidak sedikit pengasuh pesantren yang sebenarnya tidak siap secara keilmuan dan kepribadian tetap menjadi pimpinan pesantren hanya karena yang bersangkutan merupakan anak kyai atau keluarga kyai sebagai ahli waris penerus kepemimpinan pesantren. Sehingga, sering terjadi pesantren yang semula maju dan terkenal, kehilangan pamor bahkan akhirnya mati, setelah ditinggal wafat kainya. 93 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam..., h. 123 94 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi Metodologi..., h. 38-39 95 E.Shobirin Nadj, “Perfektif Kepemimpinan…, h. 114 Kenyataan ini menampakkan pentingnya perubahan dalam manajemen pesantren, pesantren harus dikelola sesuai dengan tata aturan manajemen modern di samping harus mengembangkan pola pendidikan yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 96 Mencermati realitas tersebut, menurut Rahman, pesantren perlu menerapkan sistem kepemimpinan multi-leaders. 97 Azyumardi juga menegaskan bahwa kepemimpinan dan manajemen kepemimpinan tunggal kyai dalam pesantren tidak memadai lagi. 98 Sedangkan bagi Mastuhu, status pesantren milik institusi akan semakin kuat dan merupakan kebutuhan mendesak dibandingkan dengan status milik pribadi. 99 Dengan demikian penerapan manajemen secara professional merupakan tuntutan bagi pengembangan kepemimpinan dalam pengelolaan pesantren.

4. Efektifitas Kepemimpinan Pesantren

Pengelolaan pesantren yang umumnya bercorak alami dan serba tidak formal, termasuk pola pewarisan pergantian kepemimpinan pada perkembangannya justru mengacam eksistensi pesantren di masa depan. Fenomena penerapan manajemen dalam pengelolaan pesantren dewasa ini, tak terelakkan bersentuhan pula dengan pola kepemimpinan pesantren. Dengan demikian, pola kepemimpinan kyai dalam pesantren yang bersifat patrimonial dihadapkan secara prontal dengan pola kepemimpinan dan manajemen modern yang bersifat terbuka. 100 Membaca realitas ini, maka manajemen pada dasarnya sangat urgen diterapkan dalam pengelolaan pesantren. Penerapan manajemen lebih menekankan pada upaya untuk menggunakan sumber daya seefisien dan seefektif mungkin, mengingat biasanya pesantren didirikan dan dikembangkan dengan sumber daya yang terbatas. Manajemen 96 Musthofa Rahman, “Menggugat Manajemen…, h. 108 97 Musthofa Rahman, “Menggugat Manajemen…, h. 117 98 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam…, h. 104 99 Mastuhu, Memberdayakan Sistem…, h. 125 100 Pradjarta Dirdjosandjoto, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa, Yogyakarta: LKiS, 1999, h. 8 dimaksudkan sebagai upaya seseorang untuk mengerahkan dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan pekerjaan secara efektif dan menerima pertanggungjawaban pribadi untuk mencapai pengukuran hasil yang tepat. 101 Menurut Abuddin Nata, lembaga pendidikan yang berwawasan manajemen setidaknya memiliki karakteristik antara lain: pertama, pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis, tertib, teratur, terukur, berorientasi pada hasil dengan mutu tinggi. Kedua, seluruh komponen pendidikan dirancang dan didesain dengan matang by design bukan kebetulan by accident. Ketiga, mengupayakan adanya tolok ukur, indikator, kriteria, prosedur, teknik, dan target dari komponenn pendidikan. Keempat, pendidikan yang lebih diarahkan pada pencapaian hasil dan prestasi dari sebuha kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. 102 Dalam prakteknya, manajemen pendidikan diperlukan adanya fungsi-fungsi manajemen, sebagaimana diungkapkan Rahman, dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu pengarahan direction, penerapan implementation, dan evaluasi evolution. Direction dalam manajemen meliputi perencanaan, pengaturan, penjadualan. Adapun implementation meliputi pemilihan staf, komunikasi, dan pelaksanaan tugas. Sedangkan fungsi evaluation berupa pengawasan, pemecahan masalahan, dan pengambilan keputusan. 103 Para ahli juga menyebutkan konsep fungsi manajemen ini meliputi tahapan dari planning perencanaan, organizing penorganisasian, actuating pelaksanaan, controlling pengawasan, dan evaluating penilaian, serta suversiting perbaikan. 104 Pimpinan pesantren Mudir atau direktur pesantren pada prinsipnya menyeimbangkan peran utama yang dimilikinya yaitu “school 101 Mustho fa Rahman, “Menggugat Manajemen…, h. 109 102 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner; Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Pres, 2009, h. 239-240 103 Musthofa Rahman, “Menggugat Manajemen…, h. 110 104 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam …, h. 219 manager ” dan “aducational leader.” 105 Pimpinan pesantren dapat juga didefinisikan sebangai manager, administrator, leader, supervisor, innovator, motivator, dan evaluator. Lebih lanjut Abdullah Syukri, menjelaskan: 1 Sebagai manajer, pimpinan pondok bertindak sebagai pembuat rencana, koordinator kegiatan, pendistribusian tugas, penggerak para guru dan staf, pembina dan pengarah, serta sebagai pengurus. 2 Sebagai administrator, pimpinan pondok juga bisa bertindak sebagai pengendali kurikulum, personalia, kesiswaan, keuangan, sarana dan fasilitas, dan administrasi secara umum. 3 Sebagai leader, pimpinan pondok bertugas memotivasi, membina, mengarahkan, menggerakkan, dan bisa meyakinkan. 4 Sebagai supervisor, ia peka dalam hal mengamati, mengevaluasi, menganalisa, dan mampu memberi solusi. 5 Sebagai innovator, ia diharapkan mampu mengambil langkah- langkah untuk maju. 6 Sebagai motivator, ia bisa menjangkau masukan-masukan yang berarti buat para guru, para staf dan pengurus unit-unit lembaga, para santri, masyarakat, bahkan pemerintah. 7 Sebagai evaluator, pimpinan juga mampu mengendalikan kegiatan, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. 106 Beberapa fungsi tersebut menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pendidikan tidak terlepas dari kepemimpinan mudir sebagai pimpinan pesantren dalam mengelola smber daya pendidikan. Sejumlah kajian tentang lembaga pendidikan ini memberi temuan tentang besarnya kontribusi kepemimpinan pesantren dalam menciptakan perbaikan efektivitas pengelolaan pesantren. Menurut Mulyadi, dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu jelas membutuhkan kepemimpinan yang yang efektif. Kepemimpinan pesantren efektif selalu dikaitkan dengan kedudukan sebagai pengelola pembelajaran instructure manager, pemimpin inspirasional inspiration leader, pengelola sumber daya manger of resources, pakar organisasi organizational expert, pemimpin kultural 105 Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Madrasah …, h. 33 106 Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren…, h. 202 cultural leader, dan penasihatpelindung teacher advocate. 107 Sehingga pemimpin pesantren yang efektif ialah mampu menciptakan atmosfir kondusif bagi murid-murid untuk belajar, keterlibatan guru dan karyawan berkembang secara personal dan professional, dan dukungan yang tinggi dari masyarakat. Meskipun keadaan tipe lembaga pendidikan berbeda satu dengan yang lainnya, namun beberapa faktor yang dapat menjelaskan keberhasilan efektivitas kepemimpinan yang terdiri dari unsur visi, inisiatif, dan kreativitas. Lebih lanjut, Mulyadi mengemukakan -faktor tersebut, yaitu: 1 Berkeinginan dan berhasrat kuat membuat pesantren sehebat yang diimajinasikan. 2 Bertindak proaktif dan cepat dalam mengambil inisiatif. 3 Kreativitas untuk menjadikan diri masuk dalam struktur yang dipperankan dan mereka meminta ketepatan waktu dalam peraturan sesuai yang ditetapkan untuk mengejar apa yang mungkin dapat dicapai dalam tujuan personal sebagai pimpinan pesantren. 108 Pimpinan pesantren dituntut resonsif terhadap perubahan yang berlangsung cepat. Menyiasati perubahan tersebut, menurut Abdullah Syukri, kyai sebagai pimpinan pesantren yang mengatur, mengendalikan, menggerakkan, dan menggiatkan keseluruhan totalitas kehidupan pondok, perlu memerhatikan hal-hal berikut: 1 Mengkomunikasikan tujuan dan manfaat yang dieroleh dari perubahan yang setidaknya menggeser sistem yang tidak relevan, sehingga perlu inovasi-inovasi sistem yang baru. 2 Membuat master plan yang ada relevansinya dengan kebutuhan kondisi lembaga pendidikan. 3 Memobilisasi hasil rancangan untuk diterapkan terhadap para staf dan stakeholder lembaga. 4 Mengawasi dan mengevaluasi jalannya sistem tersebut sebagai langkah pemastian keberadaan sebuah system. 5 Mempertahankan system yang sudah relevan, apalagi sesuatu yang dianggap prinsipil. 109 107 Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Madrasah …, h. 29 108 Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Madrasah …, h. 32 109 Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren…, h. 201

Dokumen yang terkait

PENGARUH KEPEMIMPINAN KARISMATIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN PONDOK PESANTREN Pengaruh Kepemimpinan Karismatik Terhadap Kinerja Karyawan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta.

0 2 15

PENGARUH KEPEMIMPINAN KARISMATIK TERHADAP KINERJA KARYAWAN PONDOK PESANTREN Pengaruh Kepemimpinan Karismatik Terhadap Kinerja Karyawan Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta.

0 2 11

FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN.

0 4 87

PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 31

JENIS JENIS IKAN GABUS (Genus Channa) DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI KELEKAR INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN

2 6 8

View of Regulasi Diri Remaja Penghafal al-Qur’an di Pondok Pesantren al-Qur’an Jami’atul Qurro’ Sumatera Selatan

0 1 16

GAYA KEPEMIMPINAN MUDÎR DALAM PENGELOLAAN PONDOK PESANTREN TAHFIZHUL QUR’AN (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR)

0 1 20

BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS RELEVANSI KOLEKSI PERPUSTAKAAN DENGAN KEBUTUHAN INFORMASI PENGGUNA PADA PERPUSTAKAAN MTs. PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM SAKATIGA INDRALAYA OGAN ILIR (Skripsi) - eprint UIN Raden Fatah Palembang

0 1 101

STUDI AGRIBISNIS TANAMAN PEPAYA KALIFORNIA (Carica papaya L) DI DESA PULAU SEMAMBU KECAMATAN INDRALAYA UTARA KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN -

0 3 84

PENGARUH KOMPENSASI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. FINANSIA MULTI FINANCE CABANG INDRALAYA KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN -

1 4 92