anggotanya melakukan program kesehatan reproduksi dalam konteks Primary Health Care dengan menerapkan hal ini diharapkan akan tercapai hak kesehatan reproduksi
untuk semua orang.
2.1.2. Hak-Hak Kesehatan Reproduksi
Undang-Undang Kesehatan menjelaskan bahwa Kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia, hal ini sudah dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia
khususnya pasal 25 yang berbunyi : Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan,
dan hak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di
luar kekuasaannya. Hal ini diperkuat lagi dalam konstitusi WHO :
Setiap negara di dunia saat ini adalah anggota yang terlibat dengan paling tidak satu perjanjian mengenai masalah hak-hak yang berhubungan dengan
kesehatan, dan juga termasuk hak-hak lain yang berhubungan dengan kondisi- kondisi yang penting bagi kesehatan.
Pengertian di atas menyimpulkan kepada kita bahwa apa yang dimaksud dengan hak reproduksi perempuan adalah hak yang dimiliki perempuan karena
memiliki fungsi reproduksi yang diberikan Tuhan, sehingga harus dijamin pemenuhan hak-haknya. Penjabaran isu hak reproduksi perempuan merupakan
agenda yang harus mendapat perhatian khususnya bagi bangsa Indonesia, karena
Universitas Sumatera Utara
persoalan tersebut menjadi bagian dari agenda masyarakat internasional dalam rangka memperjuangkan hak-hak dan martabat manusia.
Nasaruddin dalam Maria, 2006 menguraikan secara detil sejarah berkembangnya isu hak reproduksi yang sudah menjadi etika global yang dibicarakan
masyarakat dunia dan menjadi salah satu agenda yang diperjuangkan, ini dapat dilihat dari Konferensi Perempuan Sedunia I di Meksiko City pada tahun 1970, yang
melahirkan poin penting mengajak perempuan berpartisipasi dalam dunia pembangunan. Berikutnya Konferensi Perempuan III di Nairobi tahun 1995, begitu
pula dalan Konferensi Kependudukan di Kairo 1994 yang disepakati suatu “plan of action” yang mencakup masalah hak-hak reproduksi dan keluarga berencana.
Selanjutnya Kartono 2007, menguraikan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya membahas defenisinya saja tetapi sekaligus juga menyinggung hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif, terjangkau. Selanjutnya di jelaskan bahwa hak reproduksi mengikut sertakan hak-hak
berdasarkan pada kesadaran terhadap hak dasar semua pasangan dan individu untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan reproduksinya.
Kesepakatan ICPD di Kairo pada tahun 1994 menguraikan dengan jelas bahwa hak atas kesehatan reproduksi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak
asasi manusia. Meskipun belum meratifikasi dan menjadikannya undang-undang, Indonesia ikut aktif merumuskan dan menandatangi kesepakatan Kairo tersebut.
Adapun hak-hak kesehatan reproduksi yang dihasilkan dari konferensi di Kairo adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Hak untuk menentukan jumlah anak
b. Hak atas kesehatan seksual – hak untuk mendapatkan standar tertinggi untuk
kesehatan seksual dan reproduksi. c.
Hak untuk memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi d.
Aborsi – seluruh pemerintahan dan organisasi lintas departemen dan LSM didorong untuk memperkuat komitmen pada kesehatan perempuan, untuk
menyikapi dampak kesehatan atas aborsi yang tidak aman sebagai masalah kesehatan publik.
2.2. Kehamilan yang Tidak Diinginkan KTD
2.2.1 Pengertian Kehamilan yang Tidak Diinginkan KTD