Aspek Layanan dan Kebijakan

bukan dokter atau oleh tenaga terlatih untuk itu, dilakukan ditempat yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dilakukan dengan cara yang tidak dikenal di dunia kedokteran. Penelitian PKBI 2004, mendapatkan gambaran karena aborsi yang tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi dalam bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan, kesakitan dan kecacatan. Sesungguhnya disetiap wilayah, masyarakat mengembangkan cara-cara pengguguran kandungan sesuai nilai budaya lokal masing- masing yang ada pada dasarnya jauh dari aman dan memadai. Karena tidak ada pelayanan aborsi yang aman, perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan melakukan aborsi secara tidak aman unsafe abortion. Dari aspek medis, praktek aborsi tidak aman beresiko sangat tinggi terhadap kematian ibu karena tidak dilakukan oleh ahli yang kompeten serta tidak dikerjakan dengan peralatan medis yang layak Untung, 2007. Dijelaskan lebih lanjut praktik aborsi tidak aman sebenarnya juga melanggar tiga hal, yaitu : Pertama, melanggar kode etik profesi medik; Kedua, tidak sesuai dengan prosedur medik; Ketiga, melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.

2.4. Penanganan Aborsi Tidak Aman Unsafe Abortion

2.4.1. Aspek Layanan dan Kebijakan

Dorotthy Shaw, Presiden FIGO Internatonal Federation of Gynecology and Obstetrics berbicara pada forum WHO pada tahun 2006, bahwa bukti pencegahan, kesakitan dan kematian akibat masalah kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual Universitas Sumatera Utara sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemenuhan hak reproduksi merupakan bagian integral dari hak dasar manusia, dan kebijakan serta undang-undang akan mengurangi angka kematian akibat aborsi Colin,2007 Tulisan Saparinah dalam jurnal perempuan 2007, menguraikan belum terpenuhinya hak kesehatan reproduksi di Indonesia dapat dilihat dari tingginya angka kematian ibu AKI dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Lebih dari 30 tahun yang lalu terdapat kesepakatan nasional untuk menurunkan AKI secara komprehensif dimulai dari kebijakan tentang KIA Kesehatan Ibu dan Anak, sampai dengan MPS Make Pregnancy Safer. Namun sampai sekarang AKI masih tetap tinggi di atas 307100.000 kelahiran hidup. Padahal dalam memenuhi kesepakatan MDGs Indonesia diharapkan dapat menurunkan AKI menjadi 102100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Selanjutnya Saparinah menuliskan bahwa memenuhi hak kesehatan reproduksi perempuan adalah mutlak, namun kenyataannya hingga sekarang undang-undang kesehatan tidak memuat pasal–pasal yang dirumuskan khusus untuk melindungi hak-hak kesehatan reproduksi perempuan serta tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah mengenai pelayanan kesehatan yang berkualitas. YKP Yayasan Kesehatan Perempuan tahun 2005, dalam kegiatan advokasi tentang kesehatan reproduksi perempuan menjelaskan bahwa di UU No.2392 tentang kesehatan tidak ada pasal yang secara khusus melindungi hak reproduksi perempuan. Padahal Indonesia salah satu negara yang menyetujui, mendukung dan menandatangani naskah yang disebut sebagai Platform of Action POA yaitu naskah Universitas Sumatera Utara yang dihasilkan pada ICPD Kairo 1994 adalah bahwa negara bersangkutan menyetujui prinsip-prinsip yang dimuat dalam POA dan bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang disepakati dalam POA tersebut. Salah satu prinsip yang telah disetujui bersama adalah untuk melindungi hak reproduksi perempuan. Menurut Adrina 1998, pandangan pro dan kontra, senantiasa mewarnai perbincangan tentang aborsi. Disatu sisi, ada anggapan janin memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi, sementara disisi lain, muncul pandangan yang menekankan hak perempuan hamil untuk meneruskan atau menghentikan kandungannya. Karenanya tidaklah berlebihan jika aborsi dikatakan sebagai suatu masalah yang cukup serius. Sayangnya data tentang masalah ini sangat terbatas di Indonesia. Adrina 1998, menjelaskan lebih lanjut berdasarkan penjelasan pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kesehatan No. 231992, yang menyatakan bahwa peluang untuk melakukan aborsi tetap terbuka. Tapi itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan ibu hamil. Untuk menjawab kebutuhan ini disediakan pelayanan aborsi yang aman dengan karakteristik hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli dokter kandungan dan berdasarkan pada pertimbangan tim ahli lainnya yang terdiri dari medis, agama, hukum, psikologi dan harus tersedia sarana kesehatan serta peralatan yang diperlukan dan ditunjuk oleh pemerintah. Tulisan Saparinah 2007, yang menjelaskan bahwa perjuangan hak-hak reproduksi untuk mendapatkan pelayanan kemudian mendorong aliansi organisasi perempuan termasuk didalamnya YKP Yayasan Kesehatan Perempuan kemudian Universitas Sumatera Utara menyusun dan mengusulkan amandemen Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang diajukan ke DPR Dewan Perwakilan Rakyat : Pasal....... 1. Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang terkait dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.

2. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 meliputi :

a. Saat sebelum hamil, semasa hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan. b. Pengaturan kehamilan dan c. Kesehatan sistem organ reproduksi.

3. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan

melalui pendekatan upaya kesehatan ibu, kesehatan anak, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual termasuk HIV-AIDS serta kesehatan reproduksi lanjut usia. Pasal........ Setiap orang berhak : a. Menjalankan kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan dari luar yang danatau kekerasan dari siapapun. b. Menentukan kehidupan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan atau kekerasan, yang sesuai nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia. Universitas Sumatera Utara