Hasil Uji Organoleptik Tekstur Beras Analog dari Tepung Ubi Kayu Kandungan Zat Gizi Beras Analog dari Tepung Ubi Kayu

karbohidrat 88,2 gram, lemak 0,5 gram, dan protein 1,1 serta menghasilkan energi 363 kal. Selama proses pembuatan dilakukan tidak mengubah zat gizinya. Proses yang dilakukan dalam pembuatan beras analog adalah pencampuran tepung dengan air, pengukusan tepung, pembentukan beras, pengeringan beras dan pengukusan beras. Pencampuran tepung ubi kayu dan air tidak menghilangkan zat gizi yang terdapat dalam tepung ubi kayu. Proses pengukusan akan mempertahankan zat gizi hingga 82 yang terdapat dalam tepung ubi kayu Chamdani, 2012. Pengukusan akan memecah karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Pembentukan beras yang dilakukan dengan menggunakan mesin tidak mempengaruhi zat gizi yang ada di dalam tepung karena mesin tidak menghasilkan panas pada adonan. Proses pengeringan beras analog untuk mengurangi kadar air dan memperpanjang waktu simpan sehingga pada proses ini tidak mempengaruhi kandungan zat gizinya. Proses pengukusan untuk penanakan beras analog memecah karbohidrat supaya lebih mudah dicerna tanpa menghilangkan zat gizinya. 47

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Beras Analog yang Dihasilkan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa beras analog yang dihasilkan dari tepung ubi kayu memiliki warna kuning kecoklatan, tekstur keras, ukuran panjang 0,4 cm dengan aroma khas ubi kayu yang dikeringkan. Beras analog diolah dengan cara dikukus. Setelah dikukus, beras tersebut menghasilkan nasi berwarna kuning kecokelatan, dengan aroma dan rasa khas singkong yang agak hambar dan memiliki tekstur yang kenyal dan lengket. Secara umum, beras analog yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan beras padi. Kesamaan tersebut terlihat pada bentuk dan ukurannya. Sedangkan perbedaannya terlihat dari warna beras, aroma dan tekstur yang dihasilkan. Perbedaan semakin terlihat setelah beras tersebut dikukus. Aroma yang dihasilkan nasi dari beras analog lebih kuat dibanding dengan beras padi. Tekstur nasi yang dihasilkan juga berbeda, nasi dari beras analog lebih lengket dan kenyal sedangkan nasi dari beras padi tidak terlalu lengket dan pulen. Beras analog ini tidak dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah karena teksturnya lebih keras dari beras padi. Pengukusan adonan tepung ditambah air membuat adonan menjadi lengket sehingga beras menjadi sangat keras setelah proses pengeringan. Proses pengeringan yang cukup akan memperpanjang lama simpan beras analog. Nasi dari beras analog ini tidak layak dikonsumsi saat dingin karena teksturnya akan mengeras, rasanya tidak enak dan aroma khasnya berkurang.

5.2. Tingkat Kesukaan Panelis dari Hasil Uji Organoleptik Rasa Beras

Analog Pengujian daya terima panelis terhadap rasa beras analog menunjukkan bahwa panelis tidak menyukai rasa beras analog dari tepung ubi kayu. Hal ini dapat dilihat dari hasil total skor yang hanya mencapai 47,778. Rasa adalah penilaian yang diberikan seseorang dalam merespon informasi yang diterima oleh organ-organ sensoris dalam lidah sehingga seseorang memutuskan apakah rasa suatu makanan enak atau tidak. Rasa yang enak yang dihasilkan dari satu jenis makanan akan merangsang seseorang untuk mengonsumsi makanan tersebut secara berulang atau sebaliknya makanan yang tidak enak atau kurang enak tidak akan dikonsumsi lagi kecuali karena pengobatan atau keperluan untuk zat gizi tertentu. Proses penilaian melalui lidah disebut juga proses pengecapan. Persepsi dalam proses pengecapan memungkinkan seseorang memilih makanan menurut kesukaannya atau menurut kebutuhan tubuh akan zat gizi tertentu Kuswandono, 2007. Rasa beras analog ini berasal dari rasa asli ubi kayu. Ubi kayu memiliki rasa yang agak hambar, sehingga ubi kayu biasanya dikonsumsi dengan menambahkan gula atau garam. Rasa nasi dari beras analog yang agak hambar tersebut membuat panelis tidak menyukai nasi tersebut. Hal ini hampir sama