Pangan Pokok TINJAUAN PUSTAKA

kurang diminati masyarakat Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi faktor mengapa beras dijadikan makanan pokok di Indonesia, yaitu sumber daya alam Indonesia mampu memproduksi beras, daya simpan cukup lama, pengolahannya cepat dan mudah, enak dan memiliki nilai gizi yang baik. Tahun 1940 keberagaman konsumsi pangan di Indonesia sangat baik. Jumlah makanan di Indonesia jika dirata-ratakan maka konsumsi per kapita per tahun adalah beras 86 kg, jagung 38 kg, ubi kayu 162 kg, dan ubi jalar 30 kg. Sejak swasembada beras pada tahun 1984, konsumsi pangan pokok mengalami pergeseran angka konsumsi yang didominasi konsumsi beras bahkan pada tahun 1999, konsumsi jagung hanya 3,1 dan ubi kayu 8,83. Selain beras, konsumsi pangan pokok yang meningkat adalah terigu, mencapai 500 yang diperoleh dari impor dari negara lain Gardjito, 2013. Bergesernya pola konsumsi pangan pokok di Indonesia menyebabkan ketersediaan beras tidak seimbang dengan kebutuhan penduduk Indonesia sehingga pemerintah harus mengimpor beras untuk mencukupi seluruh kebutuhan penduduk. Pemerintah juga melakukan usaha-usaha peningkatan produksi padi lokal dengan penggunaan bibit unggul, perbaikan irigasi, memperluas tanah persawahan dan usaha lainnya agar peningkatan produksi padi mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain itu, untuk menghadapi ketidakseimbangan antara produksi padi dengan konsumsi masyarakat, para ahli gizi dan teknologi pangan mengenalkan dan mengembangkan pangan pengganti beras seperti ubi, ubi kayu, sagu, jagung, kentang dan serealia lain. Hal ini didukung oleh beberapa peraturan dan perundang-undangan Indonesia yang mengatur penganekaragaman pangan. Salah satu cara penganekaragaman pangan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan beragam dengan prisip gizi seimbang PP Ketahanan Pangan No 62 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 2. Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Pedoman Umum Penganekaragaman Pangan yang telah disusun juga turut mendukung agar sosialisasi pentingnya penganekaragaman pangan pengganti beras Nurul Hidayah, 2011. Konsumsi beras sebagai pangan pokok yang telah menjadi kebiasaan bagi penduduk Indonesia menyebabkan kesulitan untuk menerima pangan lain karena mengonsumsi berasnasi sudah menjadi kebiasaan dan mudah dikombinasikan dengan berbagai macam menu lauk dan sayuran. Beberapa penelitian telah menghasilkan pembuatan beras analog untuk mencukupi kebutuhan beras dengan pemanfaatan bahan pangan pokok lain yang kurang diminati masyarakat. Beras analog adalah butiran-butiran mirip beras yang dibuat dari bahan pangan pokok lain selain beras dengan menggunakan cara yang beragam. Menurut Lie dalam Haryadi 2006, tanah yang tingkat kesuburannya rendah seperti di daerah Gunung Kidul dan Pegunungan Seribu mengubah pola pangan mereka dari beras menjadi ubi kayu pada musim paceklik. Penggantian beras menjadi jagung juga terjadi di wilayah yang memiliki lahan kering seperti di Banjarnegara dan Jawa Timur bagian timur Khudori dalam Haryadi, 2006. Pembuatan beras analog dari bahan pangan pokok lain didukung dengan tersedianya pangan pokok non-beras yang melimpah di Indonesia. Beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki lahan marginal atau kurang subur dan kering, jagung dan ubi kayu dapat tumbuh dengan baik sehingga menguntungkan untuk tetap menghasilkan bahan pangan pokok.

2.2 Ubi Kayu

Ubi kayu atau yang sering disebut singkong atau ketela pohon adalah tanaman perdu yang tumbuh di daerah beriklim tropis dan juga sub-tropis. Ubi kayu merupakan salah satu pangan penghasil karbohidrat yang banyak dikonsumsi di Indonesia setelah beras dan jagung Asnawi, 2008. Tanaman ubi kayu menyimpan cadangan makanan di akar yang membesar membentuk umbi. Bagian dalam umbinya berwarna putih dan juga putih kekuningan tergantung varietas. Ubi kayu pertama kali dikenal di Amerika Selatan dan dikembangkan di Brasil dan Paraguay. Dahulu ubi kayu hidup secara liar di daerah Brasil dan semua varietas dapat dibudidayakan. Setelah pembudidayaan ubi kayu di beberapa negara, di Brasil Selatan masih ditemukan ubi kayu yang masih tumbuh liar. Pada abad XVI, Portugal mengenalkan ubi kayu di Indonesia yang dibawa dari Brasil dan ditanam secara komersial pada tahun 1810. Pembudidayaan ubi kayu lebih banyak di tanah-tanah marginal yang kurang subur dan banyak dikonsumsi sebagai pangan pokok di daerah yang tidak dapat memproduksi padi. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot esculenta

2.2.1. Kandungan gizi

Umbi ubi kayu memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, tetapi memiliki kandungan protein yang rendah, tetapi pada bagian daun ubi kayu memiliki kandungan protein yang baik karena memiliki asam amino metionina. Umbi ubi kayu rasanya agak manis karena mengandung sedikit glukosa. Jumlah kalori dalam 100 gram ubi kayu adalah 146 kal. Kandungan zat gizi yang terdapat dalam ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Daftar Kandungan Zat Gizi di Dalam 100 Gram Ubi kayu No. Nama Zat Gizi Jumlah 1. Protein 1,2 2. Lemak 0,3 gram 3. Karbohidrat 34,7gram 4. Ca 33 mg 5. Fe 0,7 mg 6. Vitamin B 0,06 7. Vitamin C 30 8. Fosfor 40 mg Sumber: DKBM Depkes RI 2005 Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dilihat bahwa ubi kayu memiliki kandungan karbohidrat yang cukup besar dan berpeluang dijadikan pangan sebagai sumber karbohidrat tetapi masyarakat Indonesia kurang dapat menerima