Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi jangka pendek dengan aktivitas fisik. Hal ini dikarenakan
dehidrasi jangka pendek lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dehidrasi jangka pendek banyak terjadi pada laki-laki
disebabkan karena obesitas lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Sudikno dkk 2010 didapatkan hasil bahwa risiko obesitas
lebih tinggi pada laki-laki yang aktivitas fisiknya kurang OR=1,59 dibandingkan dengan perempuan yang aktivitas fisiknya kurang OR=1,29.
Sehingga diduga pengaruh obesitas lebih besar untuk terjadinya dehidrasi bila dibandingkan dengan pengaruh dari aktivitas fisik.
F. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil
pengukuran PURI
Periksa Urin
Sendiri menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium transportasi,
pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh serta sebagai pelarut Santoso dkk, 2012. Apabila air yang keluar dari tubuh tidak digantikan
dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang menyebabkan dehidrasi Brenna dkk,
2012. Pada hasil univariat diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki
konsumsi cairan yang kurang. Persentase siswa yang memiliki konsumsi
cairan yang kurang ada sebanyak 48 siswa 64 sedangkan siswa yang konsumsi cairannya yang cukup ada sebanyak 27 siswa 36.
Hasil penelitian mengenai hubungan konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
diperoleh bahwa dari hasil analisis hubungan diperoleh Pvalue = 0.000 yang berarti ada hubungan signifikan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek. Dari analisis hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek diperoleh siswa yang konsumsi cairan yang kurang
ada sebanyak 30 62.5, sementara siswa dengan konsumsi cairan yang cukup ada sebanyak 4 14.8.
Adanya hubungan konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek pada penelitian karena konsumsi cairan yang kurang lebih banyak
dibandingkan konsumsi cairan yang cukup. Siswa yang konsumsi cairannya kurang memiliki risiko peluang 9.583 kali untuk mengalami dehidrasi
dibandingkan siswa yang konsumsi cairannya cukup. Apabila air yang keluar dari tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup maka
sel-sel tubuh akan kehilangan air, sehingga hal ini akan menyebabkan dehidrasi karena terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi cairan dengan pengeluaran
air. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dkk 2012 didapatkan bahwa santriwati yang berstatus dehidrasi banyak dijumpai pada
santriwati yang jumlah konsumsi cairannya kurang. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan hubungan antara jumlah konsumsi cairan terhadap
status dehidrasi.
Menurut Batmanghelidj 2007 menyatakan bahwa tubuh manusia terus menerus membutuhkan air. Tubuh kehilangan air melalui paru-paru ketika
bernafas. Tubuh juga kehilangan air melalui keringat, produksi urin dan ketika buang air besar. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prayitno
dkk 2012 di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional bahwa terdapat perbedaan
total konsumsi cairan pada remaja obesitas dan non obesitas p=0.035 karena orang yang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air dibandingkan
dengan orang yang tidak obesitas.
G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status