Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

(1)

STATUS DEHIDRASI JANGKA PENDEK BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN PURI (PERIKSA URIN SENDIRI) MENGGUNAKAN GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63

JAKARTA TAHUN 2015 Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

DONNA PERTIWI 1111101000129

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015 M/ 1436 H


(2)

(3)

ii Skripsi, Oktober 2015

Donna Pertiwi, NIM : 1111101000129

Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.

xix + 100 Halaman, 17 tabel, 2 Bagan, 5 Lampiran ABSTRAK

Dehidrasi jangka pendek adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan tubuh dalam jangka waktu yang pendek. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan. Dampak dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Juni 2015. Sampel penelitian ini berjumlah 75 responden. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat dan analisis data bivariat dengan menggunakan uji statistik chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami dehidrasi jangka pendek sebanyak 45.3%. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa obesitas (Pvalue = 0.036), konsumsi cairan (Pvalue = 0.000), pengetahuan tentang air dan dehidrasi (Pvalue = 0.000) memiliki hubungan yang bermakna dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (periksa warna urin) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang bisa diberikan adalah pihak sekolah dapat melakukan perencanaan program berbasis kesehatan dengan memasukkan materi dehidrasi pada mata pelajaran pendidikan jasmani dan rohani, remaja sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang air dan dehidrasi terutama pencegahan dari dehidrasi, siswa yang obesitas dan kegemukan (overweight)

diharapkan melakukan penurunan berat badan dan siswa meningkatkan konsumsi cairannya berdasarkan angka kecukupan gizi, kecukupan air untuk laki-laki sebesar 2200 ml/hari dan perempuan sebesar 2100 ml/hari dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur yang mengandung banyak air.

Kata Kunci : Dehidrasi, Remaja, Konsumsi Cairan Daftar bacaan : 57 (1994-2014)


(4)

iii Undergraduate Thesis, October 2015 Donna Pertiwi, NIM: 1111101000129

Dehydration Status in Short term Based on Measurement Result PURI (Check Urine Alone) Using Urine Colour Chart In Adolescents Grade 1 And 2 In 63 Senior High School Jakarta 2015.

xix + 100 Pages, 17 tables, 2 charts, 5 Annex ABSTRACT

Dehydration status in short term is an excessive loss of fluid from body tissues in the short term. The dehydration or excessive water loss occurs when the body experiences an imbalance of fluid. The impact of dehydration couldn’t be ignored, it will be bad for the body. The purpose of this study is dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.

This is a quantitative study with cross sectional design that was implemented from January 2015 to June 2015. The sample of this study are 75 respondents. Analysis of the data in this study consisted of univariate and bivariate data analysis using the chi-square test.

The results showed that 45.3% adolescents grade 1 and 2 in 63 Senior High School Jakarta was categorized as dehydrated status in short term. Based on bivariate analysis known that obesity (Pvalue = 0.036), the consumption of liquids (Pvalue = 0.000), knowledge of water and dehydration (Pvalue = 0.000) had a significant association with dehydration status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.

Based on the study, the advices that can be given is the school be able to conduct planning based program of health by incorporating the material dehydration on the subjects of physical education and spiritual, adolescents should increase knowledge about water and dehydration especially for prevention of dehydration, obesity and overweight student are recommended to loss some weight and students increase consumption of liquids based nutritional adequacy rate, sufficient water 2200 ml/day for boys and 2100 ml/day for girls and increase consumption of fruit and vegetables that contain a lot of water.

Keyword : Dehydration, Adolescents, Consumption of liquids Reading list: 57 (1994-2014)


(5)

(6)

(7)

vi PERSONAL DATA

Nama : Donna Pertiwi

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Palembang, 18 Maret 1993 Status : Belum Menikah

Agama : Islam

PENDIDIKAN FORMAL

 1998 - 2000 : TK ROSI PALEMBANG  2000 - 2005 : SDN 51 PALEMBANG  2005 - 2008 : SMPN 19 PALEMBANG  2008 - 2011 : MAN 3 PALEMBANG

 2011 - Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

vii

Assalamualaikum wr. wb,

Segala puji bagi Allah semesta alam, pemilik segala apa yang ada di langit dan bumi. Shalawat serta salam dilimpahkan selalu kepada teladan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan keberkahan kepada kita semua. Aamiin. Atas perkenan-Mu

jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015”. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan di setiap harinya. Selalu memberikan apa yang dibutuhkan penulis, memberikan semangat, memberiku bahagia setelah kesedihan, memberiku solusi saat ada masalah, yang selalu menemaniku setiap saat. Terima kasih atas kehidupam ini ya Rabb dengan segala nikmat yang telah diberikan kepada hamba-Mu ini. Tanpa takdir-Mu aku takkan berada di sini hingga saat ini. Tanpa perlindungan dari-Mu aku takkan sekuat ini. Terima kasih Rabb. 2. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan

dukungan dalam berbagai hal.

3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Febrianti, Sp, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan, motivasi, dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya hingga skripsi ini selesai.


(9)

viii

5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan saya bimbingan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih untuk masukan dan nasihat yang telah bapak berikan. Semoga bapak sehat selalu.

6. Bapak/Ibu penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan dan perbaikan dari laporan skripsi ini.

7. Terima kasih juga untuk segenap dosen pengajar di Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan penulis wawasan dan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.

8. Pihak sekolah SMAN 63 Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Pemerintah Musi Banyuasin Sumatera Selatan dan Kementerian Agama. 10.Teman-teman seperjuangan santri jadi dokter MUBA 2011.

11.Teman-teman seperjuangan GIZI 2011, kakak-kakak dan adik-adik serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan motivasi kepada peneliti.


(10)

ix

dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan datang. Terima kasih.

Wassalamualaikum. Wr.wb.

Ciputat, Oktober 2015


(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN. ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Bagi Civitas Akademik Sekolah ... 7

2. Bagi Mahasiswa ... 8


(12)

xi

B. Kebutuhan air ... 11

C. Keseimbangan air ... 11

D. Dehidrasi Jangka Pendek ... 13

1. Pengertian ... 13

2. Tingkatan Dehidrai ... 14

2. Pengukuran Dehidrasi ... 15

3. Tanda Dan Gejala Dehidrasi ... 19

4. Patofisiologis Dehidrasi ... 20

E. Dampak Dehidrasi ... 21

F. Faktor-faktor yang mempengaruhi dehidrasi jangka pendek ... 23

1. Obesitas ... 23

2. Usia ... 27

3. Jenis kelamin ... 28

4. Aktifitas fisik ... 29

5. Konsumsi cairan ... 31

6. Pengetahuan tentang air ... 34

7. Suhu tubuh ... 36

8. Wilayah ekologi ... 37

9. Pengeluaran air ... 38

F. Kerangka Teori ... 40

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional ... 45

C. Hipotesis ... 47

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 48

A. Desain Penelitian ... 48

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 48

1. Waktu penelitian ... 48


(13)

xii

2. Sampel ... 49

D. Tehnik Sampling ... 50

E. Pengumpulan Data ... 50

1. Jenis Data ... 50

2. Metode Pengumpulan Data ... 51

F. Alur Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 56

G. Manajemen Data ... 57

H. Analisis Data ... 59

BAB V HASIL ... 61

A. Hasil Analisis Univariat ... 61

1. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 61

2. Gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 62

3. Gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 63

4. Gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 64

5. Gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015... 65

6. Gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 67

B. Hasil Analisis Bivariat ... 68

1. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 68 2. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)


(14)

xiii

3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 70 4. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 71 5. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 72

BAB VI PEMBAHASAN ... 74 A. Keterbatasan Penelitian ... 74 B. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 74 C. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 78 D. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 80 E. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 83


(15)

xiv

menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63

Jakarta tahun 2015... 85

G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ... 87

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Simpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

xv

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 11

Tabel 2.2 Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya

20

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun

27

Tabel 2.4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai

Physical Activity Level

31

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 45 Tabel 4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian

Sebelumnya

49

Tabel 5.1 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015

61

Tabel 5.2 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Jenis Kelamin

62

Tabel 5.3 Distribusi Obesitas Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

62

Tabel 5.4 Distribusi Obesitas Berdasarkan Jenis Kelamin 63 Tabel 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Remaja Kelas 1

dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015


(17)

xvi

Tabel 5.7 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Jenis Kelamin

64

Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Cairan Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

65

Tabel 5.9 Distribusi Konsumsi Cairan Berdasarkan Jenis Kelamin

65

Tabel 5.10 Distribusi Konsumsi Cairan 66

Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan tentang air dan dehidrasi Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

67

Tabel 5.12 Distribusi Pengetahuan air dan dehidrasi berdasarkan Jenis Kelamin

68

Tabel 5.13 Hubungan obesitas dengan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

68

Tabel 5.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

69

Tabel 5.15 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015

70

Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015


(18)

xvii

Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015


(19)

xviii

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 41


(20)

xix Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik Lampiran 3 Data berat badan dan tinggi badan responden

Lampiran 4 Output SPSS Lampiran 5 Foto/Dokumentasi


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dehidrasi adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan (Tamsuri, 2009). Dehidrasi juga merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total (Muscari, 2005). Hal ini didukung dengan Brenna dkk (2012) yang menyebutkan bahwa dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kehilangan cairan atau defisit volume cairan sebanyak 1 % atau lebih dari berat badan.

Berdasarkan penelitian The Indonesian Regional Hydration Study

(THIRST) tahun 2010 yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia, Jakarta menempati angka dehidrasi terbesar kedua setelah Makassar yaitu sebesar 53,1% pada penduduk Indonesia dan dehidrasi ringan atau jangka pendek ternyata lebih banyak terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) sebesar 49,5%. Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat melakukan aktivitas

(D’Anci et al, 2009). Kehilangan tersebut, sebagian besar berupa kehilangan cairan ekstraselular. Selain itu, remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan dkk, 2011).


(22)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Januari tahun 2015 terhadap 30 orang siswa siswi kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta didapatkan bahwa 33,3% siswa siswi mengalami dehidrasi jangka pendek. Penelitian dilakukan di sekolah ini karena lokasi sekolah yang mudah mengakses makanan dan minuman, kelengkapan fasilitas sekolah dan banyaknya kegiatan ekstrakurikuler sehingga banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh siswa siswi yang diharapkan menjadi pendukung data penelitian. Di samping itu, belum pernah ada penelitian mengenai status dehidrasi pada wilayah tersebut.

Dampak dehidrasi jangka pendek ini bila dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi jangka pendek bisa melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan kejadian stroke. Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air, apabila darah tubuh kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan darah membuat persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan memungkinkan terjadinya stroke. Dampak dari dehidrasi jangka pendek juga dapat mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan bahwa dehidrasi berpengaruh pada perubahan termoregulator suhu pada tubuh.


(23)

Dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dehidrasi jangka pendek diantaranya yaitu obesitas, wilayah ekologi, suhu tubuh, pengeluaran air, jenis kelamin, usia, pengetahuan air dan dehidrasi, aktivitas fisik serta konsumsi cairan (Santoso dkk, 2012 ; Tamsuri, 2009; Berman dkk, 2009; Hardinsyah dkk, 2009; Brenna dkk, 2012).

Dehidrasi jangka pendek adalah kondisi ketika tubuh kehilangan cairan karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan dalam jangka waktu yang pendek. Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume cairan intrasel berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi (Santoso dkk, 2012). Pengeluaran air harus diseimbangkan dengan pemasukan air melalui mekanisme keseimbangan dimana cairan di dalam tubuh berusaha setiap waktu untuk tetap seimbang dan konstan jumlahnya. Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan cairan yang keluar dari tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.


(24)

B. Rumusan Masalah

Remaja merupakan kelompok yang rentan terjadinya penurunan kandungan air. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi. Hasil penelitian studi pendahuluan di SMAN 63 Jakarta didapatkan bahwa siswa siswi yang mengalami dehidrasi jangka pendek sebesar 33,3%. Selain itu, dehidrasi jangka pendek dapat berdampak buruk bagi tubuh karena bisa melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai pingsan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

2. Bagaimana gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?

3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?

4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?


(25)

5. Bagaimana gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

6. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

7. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

9. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

10.Apakah ada hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?

11.Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?


(26)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015. 2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

c. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

d. Diketahuinya gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

e. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

f. Diketahuinya hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.


(27)

h. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

i. Diketahuinya hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

j. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Civitas Akademik Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 sehingga pihak sekolah dapat melakukan upaya dalam menghadapi masalah dehidrasi jangka pendek pada siswa siswi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah untuk meningkatkan program gizi berbasis sekolah.


(28)

2. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan masyarakat mengenai dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015, khususnya pada anak sekolah dan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi program studi kesehatan masyarakat untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015. Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMAN 63 diketahui status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Juni 2015 di SMAN 63 Jakarta dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan analisis data bivariat dengan menggunakan chi square. Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan pengambilan urin, menyebarkan kuesioner dan melakukan pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan) kepada responden, serta melakukan Food recall 1x24 jam untuk melihat konsumsi cairan dan


(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi Air Bagi Tubuh

Menurut Santoso dkk (2012) air mempunyai fungsi penting bagi tubuh manusia, yaitu:

1. Air sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh

Peran penting air adalah sebagai pembentukan berbagai cairan tubuh, seperti darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Selain itu air juga terdapat dalam otot dan berfungsi untuk menjaga tonus otot sehingga otot mampu berkontraksi.

2. Air sebagai pengatur suhu tubuh

Fungsi air sebagai pengatur suhu tubuh karena air menghasilkan panas, menyerap dan menghantarkan panas ke seluruh tubuh sehingga dapat menjaga suhu tubuh tetap stabil. Melalui produksi keringat yang sebagian besar terdiri atas air dan garam, air turut mendinginkan suhu tubuh. Air juga membantu mendinginkan tubuh melalui penguapan. Ketika tubuh memproduksi keringat, penguapan dari permukaan kulit menyebabkan suhu tubuh menurun sehingga tubuh tetap merasa dingin.

3. Air sebagai pelarut

Air sebagai pelarut zat-zat gizi lainnya yang membantu proses pencernaan makanan. Mulai dari membantu produksi air liur saat makanan tiba di mulut, melarutkan makanan dan membantu melumasi makanan agar dapat masuk ke kerongkongan karena air merupakan zat


(30)

anorganik, yang tidak dicerna. Air dengan cepat melewati usus halus dan sebagian besar diserap kemudian turut berfungsi sebagai salah satu komponen mukus agar sisa zat makanan dapat keluar sebagai feses. 4. Air sebagai pelumas dan bantalan

Air berfungsi juga sebagai pelumas atau lubrikan dalam bentuk cairan, yang memungkinkan sendi untuk bergerak dengan baik dan meredam gesekan antar sendi. Tulang rawan yang terdapat di ujung tulang panjang mengandung banyak air yang berfungsi sebagai pelumas. Saat tulang rawan mengalami kurang air, maka kerusakan akibat gesekan dapat meningkat dan pada akhirnya menyebabkan nyeri sendi. Air berfungsi sebagai bantalan tahan getar pada jaringan tubuh, misalnya pada otak, medulla spinalis, mata, dan kantong amnion dalam rahim. Air menjaga agar organ tersebut tidak mengalami banyak getaran sehingga dapat berfungsi dengan baik.

5. Air sebagai media transportasi

Air merupakan media transportasi di dalam sel, sehingga air sebagai media transportasi yang efektif (Carrier) dalam membantu pertumbuhan dan regenerasi sel.

6. Air sebagai media eliminasi sisa metabolisme

Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang tidak diperlukan termasuk toksin. Sehingga air berfungsi sebagai media eliminasi untuk mengeluarkan sisa metabolisme melalui saluran kemih, saluran cerna, saluran nafas dan kulit.


(31)

B. Kebutuhan Air

Keseimbangan air di dalam tubuh perlu dijaga melalui pemenuhan kebutuhan air. Kebutuhan air bagi setiap individu akan berbeda-beda, tergantung dari ukuran fisik, umur, jenis kelamin, aktivitas fisik dan lingkungannya. Perkiraan kebutuhan air tubuh biasanya berdasarkan asupan energi, luas permukaan tubuh, atau berat badan tubuh (Santoso dkk, 2012). Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Pemenuhan kebutuhan air diperlukan untuk menggantikan pengeluaran air dari pernapasan, kulit, ginjal (urin), serta saluran pencernaan. Untuk remaja usia 15 tahun dibutuhkan sebanyak 70 sampai 85 mL/kg/hari, sedangkan untuk remaja usia 18 tahun adalah 40 sampai 50 mL/kg/hari (Hany, 2005). Adapun tabel kebutuhan air yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Angka kecukupan Gizi (AKG) 2013

Jenis kelamin Umur AKG air (mL)

Laki-laki 13-15 tahun 2000

16-18 tahun 2200

19-29 tahun 2500

Perempuan 13-15 tahun 2000

16-18 tahun 2100

19-29 tahun 2300

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)Tahun 2014

C. Keseimbangan Air

Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh. Keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi cairan dan pengeluaran air. Melalui mekanisme


(32)

keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Kontrol keseimbangan air di dalam tubuh sangat penting untuk mengatur osmolalitas cairan ekstraselular (CES). Setiap keadaan yang menyebabkan perubahan osmolalitas cairan ekstraselular (CES). Jika terjadi defisit air di cairan ekstraselular, maka osmolalitas akan meningkat. Untuk mengembalikan menjadi kondisi normal, air berpindah secara osmosis dari intrasel menuju ekstrasel sehingga volume cairan intraselular berkurang yang disebut dehidrasi (Sherwood, 2011).

Terdapat dua regulator dalam mekanisme pengaturan keseimbangan air dan natrium di dalam tubuh manusia yaitu regulator osmotik dan regulator volume. Regulator osmotik tugasnya mengatur pengeluaran air melalui ginjal, sedangkan regulator volume mengatur ekskresi natrium melalui ginjal (Santoso dkk, 2012).

Regulator osmotik merupakan regulator yang sangat peka terhadap perubahan osmolalitas plasma dengan kata lain osmolalitas plasma merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan osmolalitas plasma ini akan dirasakan oleh sensor dari regulasi osmotik atau osmoreseptor dan pusat rasa haus yang terletak di hipotalamus. Osmoreseptor akan berefek terhadap sekresi Antidiuretic Hormone (ADH) dan pusat rasa haus. ADH dan kepekaan rasa haus disebut juga sebagai efektor regulasi osmotik. Osmolalitas plasma yang meningkat akan meningkatkan sekresi ADH dan kepekaan rasa haus oleh hipotalamus, sebaliknya osmolalitas plasma menurun akan meredam sekresi ADH dan kepekaan rasa haus. ADH memiliki


(33)

reseptor yang disebut reseptor-V2 terletak di duktus koligentes merupakan bagian distal dari nefron ginjal (Santoso dkk, 2012).

Regulator volume merupakan regulator yang sangat peka terhadap perubahan volume sirkulasi efektif, dengan kata lain volume sirkulasi efektif merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan volume sirkulasi efektif ini akan dirasakan oleh sensor dari regulasi volume atau disebut baroreseptor yang terletak di 1) sinus karotikus, berfungsi untuk mengatur aktivitas simpatis dan pada derajat yang lebih rendah merangsang atau meredam sekresi ADH, 2) arteri aferen glomerulus, berfungsi mengatur aktivitas sistem

renin-angiotensin-aldoteron, 3) atrium dan ventrikel, berfungsi mensekresi

Atrial/Natriuretic Peptide (ANP) bila terjadi peningkatan tekanan dalam atrium/ventrikel. Secara singkat bahwa pengaturan oleh regulator osmotik dan regulator volume adalah untuk mengembalikan volume air tubuh ke posisi sebelum terjadi perubahan keseimbangan (Santoso dkk, 2012).

Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul kejadian dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan). Konsumsi air terdiri atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan sebagai hasil metabolisme yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine, air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru (Almatsier, 2009).

D.Dehidrasi Jangka Pendek 1. Pengertian

Dehidrasi adalah kehilangan cairan atau kekurangan cairan dari jaringan tubuh yang berlebihan. Status dehidrasi jangka pendek adalah


(34)

suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan jumlah cairan dalam tubuh seseorang dalam jangka waktu pendek yang dapat diketahui dari warna urin. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total (Muscari, 2005). Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut sebagai dehidrasi (Santoso dkk, 2012).

2. Tingkatan Dehidrasi

Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng (2008), yaitu :

a. Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Jangka Pendek

Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah memerah, mulut dan kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini merupakan dehidrasi yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh.

b. Dehidrasi Sedang

Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemah, volume urin rendah namun konsentrasinya tinggi.


(35)

c. Dehidrasi berat/ Dehidrasi Jangka Panjang

Ditandai dengan kejang otot, lidah bengkak (swollen tongue), sirkulasi darah tidak lancar, tubuh semakin melemah dan kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan dehidrasi jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

3. Pengukuran Dehidrasi

Berbagai metode yang digunakan untuk penilaian kecukupan air tubuh, antara lain penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total (total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas

neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah, perubahan volume plasma, osmolalitas plasma, berat jenis urin, osmolalitas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, urine

dipsticks (variabel tambahan), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi, rasa haus (Santoso dkk, 2012). Dari semua metode yang telah disebutkan di atas metode dengan akurat tinggi adalah metode isotop, analisis aktivitas neutron, osmolalitas plasma atau urin, perubahan volume plasma. Akan tetapi metode-metode tersebut memerlukan keahlian dan biaya yang tinggi serta risiko yang tinggi terhadap subyek (Santoso dkk, 2012).

Ada lima metode yang mampu dan sering digunakan yaitu penurunan berat badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam, warna urin, dan rasa haus. Metode penurunan berat badan lebih cocok digunakan pada subyek yang mengalami kurang air tubuh mendadak atau akut (olahraga sedang/berat dan muntah/diare). Pengukuran volume urin 24 jam lebih


(36)

sesuai diterapkan pada subyek pasien rawat inap. Metode rasa haus sangat subjektif dan dipengaruhi umur. Rasa haus muncul setelah tubuh mengalami kurang air sekitar 0,5% (Santoso dkk, 2012). Metode warna urin menggunakan nomor skala yang menunjukkan rentang warna urin mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat kehijauan) dengan skala 8 (Armstrong, 2005).

Metode berat jenis urin berkorelasi kuat dengan metode osmolalitas urin. Osmolalitas urin mungkin tidak secara akurat mencerminkan status dehidrasi (Armstrong, 2005). Selain itu, warna urin berkorelasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolalitas urin (r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode berat jenis urin dapat digunakan sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air (Santoso dkk, 2012).

Metode warna urin untuk menentukan dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi dan obat-obatan. Menurut Amstrong (2005) bahan makanan yang dapat mempengaruhi warna urin tersebut adalah :

1. Warna kecoklatan dapat dipengaruhi dari minuman teh (kafein). Kafein memberikan efek diuretik dan dehidrasi bila dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg / 4 cangkir). Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.


(37)

2. Warna oranye dapat dipengaruhi zat makanan dari wortel, labu, suplement vitamin C dan suplement B kompleks. Konsumsi wortel dan labu dalam sehari agar tidak menyebabkan perubahan warna urin yaitu tidak lebih dari 400 mg.

3. Warna merah dapat dipengaruhi dari makanan boysen berries, dan sereal buatan mengandung silica, diuretik alami yang akan menyerap air kemudian mengeluarkannya melalui urin serta minuman yang mempunyai zat pewarna merah seperti sirup dan minuman sachet (minuman bersoda) tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.

Namun, penggunaan metode warna urin akurat karena memiliki nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka pendek. Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap. Semakin gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin asam dan semakin membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga mengalami risiko dehidrasi yang semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu warna jingga dan cokelat. Jika seseorang terhidrasi dengan baik maka warna urin akan semakin jernih dan transparan (Feltz dkk, 2006).

Sehingga pada penelitian ini menggunakan warna urin untuk mengukur dehidrasi jangka pendek karena praktis dan mudah digunakan untuk peneliti. Warna urin dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan status dehidrasi seseorang secara praktis. Hasil pengukuran


(38)

warna urin berasal dari pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika skala warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala warna urin 1-3 (PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011). Pengambilan sampel menggunakan botol kaca bening, pemeriksaan warna urin dilakukan dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna urin. Cara pemeriksaan warna urin yaitu sebagai berikut :

a. Tampung urin dalam wadah yang bening atau transparan (pot urin botol bening) ketika berkemih.

b. Perhatikan warna urin dalam wadah bening di bawah cahaya matahari atau di bawah lampu neon putih yang terang.

c. Bandingkan dengan tabel PURI grafik warna urin.

Menurut Amstrong (2005) kafein tidak terbukti dapat menyebabkan dehidrasi kecuali jika meminumnya dalam jumlah berlebihan. Jumlah yang berlebihan yaitu lebih dari 4 cangkir minuman kafein (masing-masing berukuran 200 ml) per hari atau 500 mg kafein. Jumlah yang berlebihan inilah yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko dehidrasi.

Salah satu alasan minuman yang mengandung kafein seperti kopi, teh, cokelat dan minuman energi dapat memberikan efek buruk terhadap dehidrasi karena kafein memberikan efek diuretik bila dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg). Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.


(39)

Menurut Amstrong (2005) bahwa kafein yang merubah warna urin menyebabkan ketidakseimbangan cairan tubuh dan elektrolit tetapi tidak terbukti mempengaruhi status cairan harian secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan studi di Inggris bahwa tidak ada perbedaan tingkat hidrasi antara konsumsi minum kafein dalam jumlah sedang memberikan efek hidrasi tak jauh berbeda dengan konsumsi cairan air putih.

Kafein memiliki sifat diuretik sehingga meningkatkan kebutuhan untuk buang air kecil. Hal inilah yang menyebabkan kafein dapat menyebabkan dehidrasi karena hilangnya cairan saat terlalu banyak mengeluarkan cairan saat buang air kecil.

4. Tanda Dan Gejala Dehidrasi

Rasa lemah, cepat lelah, haus, dan kram otot dan hipotensi ortostatik (pandangan menjadi gelap pada posisi berdiri lama) karena berkurangnya volume cairan ektrasel akibat hipovolemia pada tingkat

yang ringan. Pada tingkat yang lebih berat (kurang air ≥ 6% berat badan),

juga dapat menyebabkan otot lemah, bicara tak lancar, bibir membiru, renjatan (shock), bahkan fatal (Santoso dkk, 2012).


(40)

Tabel 2.2

Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya % kehilangan berat badan

karena Air

Tanda-tanda yang ditimbulkan 1-2 Rasa haus yang kuat, kehilangan cita

rasa, perasaan tidak nyaman.

3-5 Mulut kering, pengeluaran urin berkurang, bekerja dan konsentrasi lebih sulit, kulit merasa panas, gemetar berlebihan, tidak sadar, mengantuk, muntah, ketidakstabilan emosi.

6-8 Peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut jantung dan pernapasan, pusing, sesak nafas, bicara tak lancar, pusing, otot lemah, bibir membiru.

9-11 Kejang, berhalusinasi, lidah bengkak, keseimbangan dan sirkulasi yang lemah, kegagalan ginjal, menurunnya volume dan tekanan darah

Sumber: Thomson Janice, Manore Melinda, Vaughan Linda dalam santoso dkk (2012)

5. Patofisiologis Dehidrasi

Menurut Muscari (2005) patofisiologi bergantung pada tipe dehidrasi. a. Dehidrasi isotonik

1) Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ektrasel dan volume darah sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap syok hipovolemik.

2) Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal, kadar klorida (Cl) menurun dan kadar kalium (K) tetap normal atau menurun.


(41)

b. Dehidrasi hipertonik

1) Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit, mengakibatkan perpindahan cairan dari kompartemen intrasel ke ekstrasel, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis seperti kejang.

2) Kadar natrium serum meningkat, kadar kalium (K) serum bervariasi dan kadar klorida (Cl) meningkat.

c. Dehidrasi hipotonik

1) Pada dehidrasi hipotonik, cairan berpindah dari kompartemen ekstrasel ke kompartemen intrasel sebagai usaha mempertahankan keseimbangan osmorik, yang selanjutnya dapat meningkatkan kebocoran CES dan secara umum mengakibatkan syok hipovolemik.

2) Kadar natrium dalam serum menurun, klorida (Cl) menurun dan kadar kalium bervariasi.

E.Dampak Dehidrasi

Dampak dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi bisa melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi jangka pendek juga dapat mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan


(42)

bahwa dehidrasi jangka pendek berpengaruh pada perubahan termoregulator suhu pada tubuh.

Pada dehidrasi jangka pendek, mulanya adalah rasa haus yang muncul dan tubuh kehilangan air sekitar 2 persen cairan tubuh, mulut dan lidah menjadi kering, air liur pun berkurang. Pada saat itulah otak memberikan perintah untuk segera minum sebagai pengganti cairan yang hilang. Pusat rasa haus dikontrol oleh hipotalamus yang juga mengatur sekresi vasoperin sekaligus. Keduanya bekerja secara terpadu memantau osmolaritas cairan di sekitarnya yang kemudian akan mencerminkan konsentrasi keseluruhan lingkungan cairan intrasel. Seiring dengan kebutuhan tubuh yang terus meningkat dan peningkatan osmolaritas karena tubuh mengalami defisit air maka sekresi vasopresin dan rasa haus harus diaktifkan. Akibatnya terjadi reabsorpsi air pada tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga tubuh menghemat cadangan air, keadaan seperti ini akan memacu dehidrasi semakin berat. Dehidrasi ringan yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi dehidrasi yang jangka panjang mengakibatkan kegagalan multi organ dan mengakibatkan kematian (Sherwood, 2011).

Dehidrasi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan stroke. Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air. Saat terjadi dehidrasi, aliran darah yang masuk dan keluar di otak tak seimbang. Pembuluh darah balik dari otak menuju serambi jantung mengalami kolaps atau kempot karena kekurangan cairan. Dalam jangka panjang, kolaps melambatkan aliran darah. Apabila darah tubuh kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan darah membuat persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan


(43)

memungkinkan terjadinya stroke. Di otak, darah yang mengental sangat sulit untuk bersirkulasi, karena sel-sel otak sangat boros mengkonsumsi makanan dan oksigen yang hanya bisa diperoleh dari darah, maka aliran darah yang lambat ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati sehingga risiko serangan stroke lebih besar (Sherwood, 2011).

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dehidrasi Jangka Pendek 1. Obesitas

Obesitas adalah Kondisi dimana tubuh mengalami penumpukan lemak yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Obesitas yang dimaksud pada penelitian ini merupakan obesitas umum, menurut Riskesdas (2007) istilah obesitas umum digunakan untuk gabungan kategori berat badan lebih (overweight) dan obese.

Obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif (Harmanto, 2006). Kelebihan berat badan sebanyak 20% akan berdampak pada risiko kesehatan. Efek obesitas yang merugikan kesehatan bukan hanya berhubungan dengan berat badan total tetapi juga dengan distribusi simpanan lemak. Lemak sentral atau lemak viseral berkaitan dengan risiko kesehatan yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan akumulasi lemak yang berlebihan dalam jaringan subkutan (Mitchell, 2006).

Obesitas merupakan gangguan pada keseimbangan energi. Kalau energi yang berasal dari makanan melampaui pengeluaran energi, kalori yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk trigliserida di


(44)

dalam jaringan adiposa (Mitchell, 2006). Orang yang obesitas sangat rentan terhadap kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat terjadi dengan cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air seperti berkeringat, demam, diare dan muntah (Slonane, 2004).

Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan seseorang, yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih tinggi pada orang kurus. Jumlah air di luar sel pada orang kurus, kurang lebih 25 % berat badan. Pada orang yang memiliki berat badan sedang 20 % berat badan. Sedangkan pada orang yang gemuk hanya 15 % berat badan (Almatsier dkk, 2011). Hal tersebut juga didukung oleh penjelasan Santoso dkk (2012) yaitu pada orang obesitas dan kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih banyak jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas. Dengan demikian, kekurangan air lebih cenderung terjadi pada seseorang yang gemuk dan obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional didapatkan bahwa terdapat perbedaan status hidrasi antara obesitas dan non obesitas (p= 0,024), kejadian dehidrasi lebih banyak dialami pada remaja obesitas yaitu sebesar 83,9 %.

Peningkatan konsumsi air dapat membantu proses metabolisme cadangan lemak. Mekanismenya ialah saat konsumsi air kurang, ginjal akan bekerja cukup keras dan bergantung pada hati untuk menggantikan tugasnya sehingga hati tidak lagi melakukan tugasnya


(45)

memecah lemak dalam tubuh. Ketika hati bekerja, lemak tubuh akan cenderung disimpan dan bukan dipecah sehingga kurangnya konsumsi cairan akan meningkatkan cadangan lemak pada bagian tertentu, penyebaran lemak tubuh pada perempuan dan laki-laki berbeda (Ega dkk, 2012).

Secara umum, respon metabolik pada laki-laki dan perempuan cenderung sama, namun perempuan mengoksidasi lebih banyak lemak daripada laki-laki selama latihan fisik, 63% cairan disimpan di otot walaupun tidak kelihatan namun perempuan bergantung lebih banyak pada glukosa darah dan kekurangan otot yang mengandung glikogen daripada laki-laki. Hal ini yang menyebabkan perbedaan persen lemak tubuh pada laki-laki dan perempuan karena laki-laki memiliki lebih banyak otot daripada perempuan yang memiliki lebih banyak lemak (Ega dkk, 2012).

Obesitas dapat dinilai dengan beberapa metode pengukuran antropometri, yaitu dengan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh), metode ini sangat sering digunakan karena adanya kemudahan dalam melakukannya. Pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) membutuhkan dua pengukuran sekaligus yaitu pengukuran berat badan yang diukur menggunakan timbangan seca ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan yang diukur menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Untuk mendapatkan nilai IMT, diperlukan ukuran berat badan, dan tinggi badan. Berikut masing-masing ukuran antropometri tersebut, antara lain:


(46)

a. Berat badan

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Gibson, 2005). Berat badan ini diukur menggunakan timbangan sebagai alat ukur.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat (Supariasa dkk, 2002). Alat ukur untuk menentukan tinggi badan adalah microtoise. Tinggi badan dapat diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan pantat menempel pada dinding dan pandangan diarahkan ke depan. Kedua tangan bergantung relaks disamping badan. Potongan kayu (atau logam), bagian dari alat pengukur tinggi badan digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas (verteks) kepala. Sentuhan harus diperkuat jika subjek berambut tebal (Arisman, 2007).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks massa tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan tinggi badan yang dikuadratkan, seperti pada rumus berikut:


(47)

Pengukuran status gizi anak umur diatas 5-18 tahun diukur berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U). Status gizi dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas (WHO, 2007). Indeks IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes, 2011):

Tabel 2.3

Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak

Umur 5-18 tahun

Klasifikasi Ambang Batas (Z-score) Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas > 2 SD

Sumber : Kementrian Kesehatan RI tahun 2011

2. Usia

Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa (Tamsuri, 2009). Pada masa remaja, proses perubahan anatomis dan fisiologis berlangsung dengan cepat. Peningkatan kecepatan dalam pertumbuhan akan meningkatkan proses


(48)

metabolik dan mengakibatkan sejumlah air dihasilkan sebagai produk akhir metabolisme (Potter, 2005).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok umur dengan kejadian dehidrasi (p>0,05).

3. Jenis kelamin

Total air tubuh juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh. Orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi mempunyai cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung sedikit atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak air. Wanita secara proporsional mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh yang kurang dibanding pria. Air terhitung sekitar 60 persen dari berat badan seorang pria, tetapi hanya 50 persen dari berat badan wanita dewasa. Pada orang yang obesitas, perhitungan tersebut makin kurang, sekitar 30-40 persen dari berat badan orang tersebut (Berman dkk, 2009).

Usia lebih dari 12 tahun akan mempengaruhi total air tubuh antara laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki lebih banyak kandungan air tubuhnya dibandingkan perempuan karena laki-laki mempunyai massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan (Briawan dkk, 2011). Hal tersebut akan mempengaruhi kebutuhan cairan yang lebih tinggi pada laki-laki, juga kebutuhan akan zat gizi lainnya sehingga memicu terjadinya obesitas. Menurut penelitian yang


(49)

dilakukan oleh Tate et al (2012) menunjukkan kejadian obesitas lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi (p<0,05). Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional yang diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan status hidrasi berdasarkan jenis kelamin (p=0,186).

4. Aktivitas fisik

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang tidak disadari (inseble water loss) juga mengalami peningkatan akibat peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat (Tamsuri, 2009).

Baik aktivitas tinggi maupun rendah, keduanya memiliki peluang terhadap dehidrasi. Aktivitas fisik yang rendah juga dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi minum sehingga terdapat peluang untuk terjadinya dehidrasi (Briawan, dkk, 2011). Kehilangan air melalui keringat dapat meningkatkan 3 L/jam selama aktivitas berat


(50)

dan lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi dapat menimbulkan hypohydration persistent. Volume air yang direkomendasikan umumnya antara 100-150% dari volume yang hilang untuk menggantikan kehilangan air setelah melakukan aktivitas fisik (Sharp, 2007).

Remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan dkk, 2011). Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).

Penelitian di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa aktivitas luang memiliki hubungan dengan intake air putih dan total asupan air. Menurut Kant et al (2009) aktivitas yang tinggi memiliki hubungan dengan air dari minuman dan total asupan airnya. Aktivitas fisik memiliki hubungan dengan asupan air. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi dengan tingkat aktivitas fisik (p>0,005), hal ini karena aktivitas fisik pada subjek penelitian berada pada tingkat ringan dan hanya sedikit yang aktivitasnya berat.

Total Volume aktivitas fisik dapat diukur dengan satuan Metabolic Energy Turnover (MET) baik perhari maupun perminggu. Cara


(51)

perhitungan ini sering digunakan dalam menghitung total aktivitas fisik dengan menggunakan kuesioner.

Rumus Tingkat Aktivitas Fisik:

PAL=

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (Tingkat Aktivitas Fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu.

Tabel 2.4

Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level Kategori Aktivitas Fisik Nilai PAL

Ringan 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69

Sedang 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99

Berat 2,00 ≤ PAL ≤ 2,40

Sumber : FAO/WHO/UNU, 2001 5. Konsumsi cairan

Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium transportasi, pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh serta sebagai pelarut (Santoso dkk, 2012). Apabila air yang keluar dari tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang menyebabkan dehidrasi (Brenna dkk, 2012).


(52)

Total cairan tubuh adalah cairan yang menempati ruang intrasel dan ekstraseluler, yang terdiri dari sekitar 0,6 L/Kg (63,3%) dari massa tubuh (Amstrong et al, 2005). Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan kenyang. Hal ini terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut, hipotalamus (pusat otak yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dan kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk minum guna membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa konsentrasi darah terlalu tinggi, maka timbul rangsangan untuk minum. Pengaturan minum dilakukan oleh saraf lambung (Almatsier, 2009).

Orang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Kebutuhan air mengalami obesitas sebaiknya 2 gelas lebih banyak dibandingkan kondisi normal (Santoso dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional bahwa terdapat perbedaan total konsumsi cairan pada remaja obesitas dan non obesitas (p=0.035). Konsumsi cairan lebih tinggi pada remaja obesitas yaitu sebesar 2074,6 ml dibanding non obesitas sebesar 1896,6 ml. Namun tidak ditemukan perbedaan konsumsi air putih, konsumsi minuman lainnya dan cairan dari makanan pada remaja obesitas dan non obesitas (p=0,744; p=0,097; p=0,318).


(53)

Menurut penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa asupan air pada remaja tidak berbeda signifikan terhadap kejadian dehidrasi (p>0,05).

Pengukuran konsumsi cairan menggunakan food recall selama 24 jam, Menurut Supariasa dkk (2002) Prinsip dari metode food recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT (ukuran rumah tangga) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Recall dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Kelebihan menggunakan metode recall 24 jam, yaitu :

a. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden

b. Biaya relatif murah

c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden d. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Konsumsi cairan yang berasal dari makanan dikonversikan kedalam kandungan air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Adapun konversi yang digunakan untuk mengukur konsumsi cairan dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan, 1994) :


(54)

KGij = (BJ/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan :

KGij = kandungan air dalam bahan makanan Bj = berat makanan yang dikonsumsi (gram)

Gij = kandungan air dalam 100 gram BDD bahan makanan BDDj = bagian bahan makanan yang dapat dimakan

6. Pengetahuan tentang air dan dehidrasi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi konsumsi cairan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas, serta dalam kebiasaan minum sehari-harinya. Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong seseorang untuk mengkonsumsi cairan sesuai kebutuhan dan memiliki kebiasaan minum yang lebih baik pula sehingga risiko mengalami dehidrasi lebih kecil (Hardinsyah dkk, 2009).

Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi kesehatan tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak memperhatikan air putih bagi tubuhnya (Maulana, 2010). Menurut penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan desain


(55)

cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja dan total subyek menunjukkan terdapat hubungan antara status dehidrasi dan tingkat pengetahuan subyek (p<0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional menyatakan bahwa pengetahuan tentang cairan diketahui signifikan mempengaruhi perbedaan status hidrasi (p=0,003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto, 2009).

Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Khomsan (2003) dalam Diyani (2012) kategori pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :

a. Pengetahuan Rendah : apabila nilai ≤ 80 % dari semua jawaban yang benar.

b. Pengetahuan Tinggi : apabila nilai > 80 % dari semua jawaban yang benar.


(56)

7. Suhu tubuh

Kehilangan cairan melalui penguapan bergantung pada suhu serta kelembaban lingkungan atau wilayah ekologi. Makin tinggi suhu dan makin rendah kelembaban akan meningkatkan kehilangan cairan, sedangkan makin rendah suhu dan makin tinggi kelembaban akan menurunkan jumlah kehilangan cairan. Tingkat kelembaban yang tinggi pada suhu yang sama atau hampir sama dengan suhu tubuh dapat menyebabkan pengeluaran air melalui paru (Santoso dkk, 2012).

Suhu tubuh dapat berubah pada waktu kerja dan pada suhu lingkungan ekstrem, karena mekanisme pengaturan suhu tidak 100% efektif. Bila dihasilkan panas yang berlebihan pada tubuh akibat kerja yang berat suhu rektum dapat meningkat sampai setinggi 101-104oF, tubuh akan mengeluarkan keringat sehingga tubuh memerlukan air dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya pada keadaan sangat dingin dapat turun sampai 98oF (Gibson, 2002). Air membantu mendinginkan tubuh melalui penguapan dan permukaan kulit, membawa kelebihan panas keluar tubuh (Santoso dkk, 2012).

Suhu tubuh yaitu antara 36-37,5oC. Dalam sehari dapat terjadi perubahan suhu tubuh dalam beberapa jam dan maksimum pada sore hari. Pola ini bervariasi pada setiap orang, namun hal ini tidak berubah jika seseorang bekerja pada malam hari (Gibson, 2002). Menurut hasil penelitian dari Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi dengan suhu tubuh (p<0,05).


(57)

Pengukuran suhu tubuh dapat dengan menggunakan termometer suhu badan yang merupakan termometer yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh manusia. Termometer ini mempunyai skala ukur mulai dari 35oC - 42oC. Tiap skala dibagi lagi atas skala yang lebih kecil sehingga kenaikan dan penurunan suhu dapat diketahui secara teliti. Termometer suhu badan ada juga yang berbentuk penunjuk digital sehingga suhu badan dapat dibaca lebih mudah (Umar, 2008). 8. Wilayah Ekologi

Wilayah ekologi tempat tinggal seseorang akan berpengaruh terhadap status dehidrasi seseorang. Makin tinggi suhu dan semakin rendah kelembaban akan meningkatkan kehilangan air sehingga terjadi dehidrasi (Santoso dkk, 2012). Orang sakit dan orang yang melakukan aktivitas berat berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit bila suhu lingkungan tinggi. Cairan yang keluar melalui keringat meningkat pada lingkungan yang panas karena usaha tubuh untuk menghilangkan panas. Pengeluaran cairan ini bahkan terjadi lebih banyak pada orang yang belum bisa menyesuaikan diri dengan iklim lingkungan (Berman dkk, 2009). Menurut penelitian dari Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa terdapat hubungan antara status dehidrasi dan wilayah ekologi pada remaja (p<0,05) hal ini karena kehilangan air melalui penguapan bergantung pada suhu serta kelembaban lingkungan.


(58)

9. Pengeluaran Air

Pengeluaran air tubuh dapat berupa keluaran air wajib dan keluaran air kehendak sendiri (alektif). Keluaran air wajib yaitu yang berasal dari urin, kulit, saluran nafas, dan feses. Keluaran air alektif yaitu pengeluaran air tubuh yang biasanya dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan suhu. Dalam keadaan sehat dengan fungsi ginjal yang normal asupan harus seimbang dengan keluaran air, apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh maka akan timbul kejadian dehidrasi (Santoso dkk, 2012).

Pengeluaran air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengatur konsetrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituari mengeluarkan hormon antidiuretika ADH. ADH dikeluarkan bilamana konsentrasi garam tubuh terlalu tinggi, atau bila volume darah atau tekanan darah terlalu rendah. ADH merangsang ginjal untuk menahan atau menyerap kembali air dan mengedarkannya kembali ke dalam tubuh. Jadi, semakin banyak air dibutuhkan tubuh, semakin sedikit yang dikeluarkan (Altmatsier, 2009).

Bila terlalu banyak air keluar dari tubuh, volume darah dan tekanan darah akan turun. Sel-sel ginjal akan mengeluarkan enzim renin. Renin mengaktifkan protein di dalam darah yang dinamakan angiostensinogen ke dalam bentuk aktifnya angiotensin. Angiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah akan naik. Di samping itu, angiotensin mengatur hormon aldosteron dari kelenjar adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk


(59)

menahan natrium dan air. Akibatnya, bila dibutuhkan lebih banyak air, akan lebih sedikit air dikeluarkan dari tubuh (Altmatsier, 2009).

Mekanisme ini tidak akan berjalan, bila seseorang tidak minum air dalam jumlah cukup. Tubuh paling kurang harus mengeluarkan 500 ml air sehari melalui urine yaitu jumlah minimal yang diperlukan untuk mengeluarkan bahan sisa sehari sebagai aktivitas metabolisme di dalam tubuh. Di luar jumlah ini, pengeluaran air harus diseimbangkan dengan pemasukan air. Bila seseorang minum air dalam jumlah lebih banyak, urine akan lebih encer. Di samping melalui urine, tubuh kehilangan air melalui paru-paru sebagai uap, melalui kulit sebagai keringat, dan sedikit melalui feses. Jumlah air hilang rata-rata tiap hari sebanyak 2 ½ liter (Altmatsier, 2009).

Secara klinis pengukuran air tubuh atau besarnya pengeluaran air sulit dilakukan. Anamnesis, pengamatan asupan cairan harian dan pengukuran pengeluaran urine, muntah, diare dan fistula saluran cerna sering sudah dapat memberikan penjelasan mengenai gangguan cairan tubuh. Perhitungan kesetimbangan cairan harus mencakup pengeluaran air yang tidak dirasakan (Insensible Water Loss) melalui keringat dan menembus kulit (Sacher, 2004). Pengukuran pengeluaran air dapat menggunakan pemeriksaan laboratorium dengan sampel whole blood,

plasma, serum, urine, keringat, feses dan cairan tubuh. Pemeriksaan pada whole blood biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan pH dan gas darah dan harus segera diperiksa (kurang dari 1 jam). Sampel serum, plasma atau urine dapat disimpan pada refrigerator dalam


(60)

tabung tertutup pada suhu 2oC-8oC dan dihangatkan kembali pada suhu ruangan (15oC-30oC) sebelum diperiksa. Sampel feses harus dicair, disaring dan diputar (sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan (Yaswir dkk, 2012).

c. Kerangka Teori

Kerangka teori ini merupakan gabungan dari berbagai teori atau sumber yang disebutkan pada tinjauan pustaka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status dehidrasi. Menurut Santoso dkk (2012) yaitu obesitas, faktor wilayah ekologi, faktor suhu tubuh dan faktor pengeluaran air, menurut Tamsuri (2009) yaitu usia dan aktivitas fisik, menurut Berman dkk (2009) yaitu faktor jenis kelamin, menurut Hardinsyah dkk (2009) yaitu faktor pengetahuan air dan dehidrasi, serta menurut Brenna dkk (2012) yaitu faktor konsumsi cairan. Berikut ini merupakan kerangka teori hasil adaptasi dari beberapa teori:


(61)

Bagan 2.1 kerangka teori

Sumber : Adaptasi Santoso dkk (2012), Tamsuri (2009), Berman dkk (2009), Hardinsyah dkk (2009) dan Brenna (2012).

Pengetahuan

DEHIDRASI JANGKA PENDEK

Wilayah ekologi

Suhu Tubuh

Konsumsi Cairan Pengeluaran air

Aktivitas Fisik

Jenis Kelamin Obesitas


(62)

42 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A.Kerangka Konsep

Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah dehidrasi jangka pendek sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya adalah obesitas, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi cairan, dan pengetahuan air dan dehidrasi. Berikut merupakan alasan dari pemilihan variabel yang diteliti: 1. Variabel obesitas diteliti karena orang yang obesitas sangat rentan terhadap kehilangan air, kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari kandungan air di dalam sel otot. Sehingga, orang yang obesitas sangat rentan terhadap kehilangan air (dehidrasi).

2. Variabel jenis kelamin diteliti karena orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi mempunyai cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung sedikit atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak air. Wanita secara proporsional mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh yang kurang dibanding pria.

3. Variabel aktivitas fisik diteliti karena remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan sehingga rentan dengan kejadian dehidrasi.

4. Variabel konsumsi cairan diteliti karena konsumsi cairan yang kurang berisiko untuk terjadinya risiko dehidrasi.


(63)

5. Variabel pengetahuan air dan dehidrasi juga diteliti karena kurangnya pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi kesehatan tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak memperhatikan air putih bagi tubuhnya sehingga berisiko terjadi dehidrasi.

Adapun variabel lainnya seperti usia, pengeluaran air, wilayah ekologi dan suhu tubuh yang secara teori memiliki pengaruh terhadap dehidrasi jangka pendek seseorang namun tidak dijadikan variabel untuk diteliti. Variabel usia tidak diteliti karena rata-rata usia remaja ditempat penelitian adalah 15-18 tahun sehingga dianggap homogen. Variabel Pengeluaran air tidak diteliti karena pengeluaran air terlalu sulit dihitung sebab terdapat beberapa sumber pengeluaran air seperti feses, kulit (keringat), dan paru-paru (pernapasan) yang membutuhkan alat dan biaya yang mahal serta pengawasan dalam pengambilan data pengeluaran air tersebut. Selain itu, pengeluaran air melalui keringat dan paru-paru merupakan pengeluaran yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan sampel whole blood, plasma, serum, urine, keringat, feses dan cairan tubuh. Sedangkan variabel wilayah ekologi tidak diteliti karena pada saat penelitian status dehidrasi jangka pendek dilakukan, subjek berada pada lokasi penelitian yang sama sehingga lokasi ekologinya sama yaitu di kota Jakarta. Variabel Suhu tubuh juga tidak diteliti karena suhu tubuh dalam kondisi tidak normal (demam) tidak dapat diteliti karena adanya perubahan fungsional dari tubuh sehingga masuk dalam kriteria eksklusi penelitian. Disamping itu, kriteria inklusi sampel adalah


(64)

siswa dan siswi yang sehat (tidak menderita sakit/demam) oleh karena itu variabel suhu tubuh dianggap sama (homogen), karena sampel semuanya dalam keadaan sehat.

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Obesitas

Konsumsi Cairan Jenis Kelamin

Aktivitas fisik

Pengetahuan air dan dehidrasi

DEHIDRASI JANGKA PENDEK


(65)

B.Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen

1. Dehidrasi Jangka Pendek

Kondisi dimana kekurangan jumlah cairan yang dibutuhkan dan dikeluarkan oleh tubuh dalam jangka waktu pendek dinilai dengan indikator warna urin.

Pemeriksaan warna urin.

Kartu PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna urin.

1. Dehidrasi, jika skala warna urin 4-8

2. Tidak dehidrasi, jika skala warna urin 1-3 ( PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011).

Ordinal

Variabel Independen

2. Obesitas Kondisi dimana tubuh

mengalami penumpukan lemak yang berlebih

sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal yang diukur dari berat badan dan tinggi badan,

dikategorikan obesitas jika di dapatkan Z

score > 2 SD

Pengukuran Antropometri

Timbangan Digital dan

Microtoise

1. Ya, obesitas (obesitas

didapatkan Z

score > 2 SD 2. Tidak obesitas

(tidak obesitas didapatkan Z

score ≤ 2 SD

(Kemenkes RI, 2011)

Ordinal

3. Jenis kelamin

Identitas biologis

responden yang dapat dilihat dari penampilan fisik

Pengisian kuesioner

Kuesioner 1.Laki-laki 2.Perempuan

Nominal

4. Aktivitas Fisik

Seluruh

kegiatan yang melibatkan fisik selama 24 jam

Pengisian Kuesioner

Physical Activity Level (PAL) dengan form recall

1. Ringan, apabila

1,40 ≤ PAL ≤

1,69

2. Sedang, apabila


(66)

yang ditentukan dengan menghitung pengeluaran energi dinyatakan dengan nilai PAL

aktivitas fisik

1x24 jam

1,70 ≤ PAL ≤

1,99

3. Berat, apabila

2,00 ≤ PAL ≤

2,40

(FAO/WHO/UNU, 2001).

5. Konsumsi Cairan

Jumlah asupan rata-rata air yang berasal dari air putih, minuman

lainnya selain air putih atau minuman

berwarna seperti sirup, kopi, susu dll) dan yang berasal dari makanan

Wawancara Form Food recall 1x24 jam yang dilakukan selama 1 hari.

1. Kurang: laki-laki

<2200 ml, Perempuan <2100 ml 2. Cukup: Laki-laki ≥2200 ml Perempuan ≥2100 ml (Widyakarya

Nasional Pangan

dan Gizi

(WNPG) Tahun 2014)

Ordinal

6. Pengetahuan air dan dehidrasi.

Jawaban dari hasil kuesioner yang dijawab oleh responden mengenai

pemahaman tentang

dehidrasi dan sumber zat gizi air.

Pengisian kuesioner

Kuesioner 1. Rendah (skor ≤ 80%) dari seluruh

jawaban benar 2. Tinggi (skor >

80%) dari seluruh

jawaban yang benar

(Khomsan, 2003 dalam Diyani, 2012)


(1)

Berat, apabila 2,00

PAL

2,40

Count 1 1 2

% within aktivitas

fisik 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 34 41 75

% within aktivitas

fisik 45.3% 54.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.041a 2 .594

Likelihood Ratio 1.039 2 .595

Linear-by-Linear Association .707 1 .400

N of Valid Cases 75

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,91.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95,0% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a kat_aktivitas_fisik 1.016 2 .602

kat_aktivitas_fisik(1) .288 1.437 .040 1 .841 1.333 .080 22.288 kat_aktivitas_fisik(2) -.405 1.555 .068 1 .794 .667 .032 14.033 Constant .000 1.414 .000 1 1.000 1.000


(2)

Variabel Konsumsi Cairan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

konsumsi cairan * status

dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%

konsumsi cairan * status dehidrasi Crosstabulation

status dehidrasi

Total Dehidrasi, jika

skala warna urin 4-8

Tidak dehidrasi, jika

skala warna urin 1-3 konsumsi cairan Kurang: laki-laki <2200

ml, Perempuan <2100 ml

Count 30 18 48

% within konsumsi

cairan 62.5% 37.5% 100.0%

Cukup : Laki-laki ?2200 ml Perempuan ?2100 ml

Count 4 23 27

% within konsumsi

cairan 14.8% 85.2% 100.0%

Total Count 34 41 75

% within konsumsi


(3)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 15.855a 1 .000

Continuity Correctionb 13.989 1 .000

Likelihood Ratio 17.156 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 15.644 1 .000

N of Valid Casesb 75

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,24. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for konsumsi

cairan (Kurang: laki-laki <2200 ml, Perempuan <2100 ml / Cukup: Laki-laki ?2200 ml Perempuan ?2100 ml)

9.583 2.852 32.201

For cohort status dehidrasi = Dehidrasi, jika skala warna urin 4-8

4.219 1.663 10.699

For cohort status dehidrasi = Tidak dehidrasi, jika skala warna urin 1-3

.440 .296 .655


(4)

Variabel Pengetahuan tentang air dan dehidrasi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengetahuan air dan

dehidrasi * status dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%

pengetahuan air dan dehidrasi * status dehidrasi Crosstabulation

status dehidrasi

Total Dehidrasi, jika

skala warna urin 4-8

Tidak dehidrasi, jika skala warna

urin 1-3 pengetahuan air dan

dehidrasi

Rendah skor ? 80%

Count 31 17 48

% within pengetahuan

air dan dehidrasi 64.6% 35.4% 100.0%

Tinggi skor > 80%

Count 3 24 27

% within pengetahuan

air dan dehidrasi 11.1% 88.9% 100.0%

Total Count 34 41 75

% within pengetahuan


(5)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pengetahuan

air dan dehidrasi (Rendah skor ? 80% / Tinggi skor > 80%)

14.588 3.827 55.606

For cohort status dehidrasi = Dehidrasi, jika skala warna urin 4-8

5.812 1.960 17.240

For cohort status dehidrasi = Tidak dehidrasi, jika skala warna urin 1-3

.398 .266 .597

N of Valid Cases 75

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 19.937a 1 .000

Continuity Correctionb 17.838 1 .000

Likelihood Ratio 22.082 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 19.671 1 .000

N of Valid Casesb 75

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,24. b. Computed only for a 2x2 table


(6)