Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai tujuan pembelajaran.
Dewasa ini berdasarkan pengamatan dari berbagai pihak, masih dirasakan bahwa model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru
di sekolah, termasuk di sekolah dasar lebih dirasakan pada kebutuhan formal daripada kebutuhan riil siswa. Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan
oleh guru-guru tersebut terkesan lebih merupakan pekerjaan administrasi, dan belum berperan dalam pengembangan potensi siswa secara optimal.
Salah satu indikasi terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa secara keseluruhan,
mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Dewasa ini kualitas prestasi hasil belajar siswa perlu ditingkatkan karena cenderung belum
mencapai kriteria kelulusan belajar yang diharapkan. Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak
diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran siswa sebagai
objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah mengakar dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru adalah mengajar
dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang maha tahu dan sumber
informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam situasi yang sarat beban dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes
dan ujian yang tinggi. Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru
harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Dari beberapa uraian di atas, dengan berbagai permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan baik dipandang dari faktor luar maupun dalam, hal ini
menjadi indikasi yang menyebabkan mutu pendidikan rendah, prestasi siswa di sekolah tidak mengalami kemajuan, terutama dalam pelajaran agama Islam.
4
Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan
agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis.
Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan agama Islam. Namun ironisnya, kesan sulit, rumit, dan menakutkan masih saja melekat
pada pendidikan agama Islam. Hingga saat ini kesan tersebut belum dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisasi. Dari kesan ini, banyak siswa merasa
dan menganggap bahwa dirinya tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran dalam pendidikan agama Islam, apalagi mendapat nilai yang tinggi.
Begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, ternyata tidak diimbangi dengan usaha keras dari berbagai pihak, sehingga proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam berjalan lambat. Hal ini terjadi karena beberapa hal, yaitu media pelajaran yang kurang efektif, metode pelajaran yng
tradisional dan tidak intensif, dan evaluasi yang buruk. Dari sebagian banyak permasalahan pendidikan agama Islam ada faktor lain yang mempengaruhi
kemajuan dan prestasi siswa yaitu perhatian orang tua terhadap siswa ketika mereka berada di rumah.
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan agama Islam, diterapkan kurikulum berbasis
kompetensi yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dan
memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang telah tinggi.
Rendahnya nilai hasil belajar pendidikan agama Islam siswa merupakan masalah yang serius dan perlu mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak,
baik pemerintah, sekolah maupun siswa itu sendiri. Rendahnya nilai hasil belajar
5
siswa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan bosan
ketika belajar. Dapat pula disebabkan cara penyampaian atau penyajian materi yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak acuh
ketika guru menyampaikan materi. Selain itu juga, disebabkan oleh guru yang kurang pandai mengatur strategi belajar mengajar yang dapat membangkitan
motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran masih bersifat tradisional dimana siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas
sebagian besar didomisili oleh guru. Dari beberapa permasalahan pendidikan yang dikemukakan di atas pendekatan pengajaran merupakan aspek permasalahan yang
memerlukan penanganan yang serius. ”Pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran pendidikan
agama Islam adalah memadukan antara pengalaman dan pemahaman produk pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dalam bentuk pengalaman
langsung serta menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya”.
4
”Hal ini berarti proses belajar mengajar pendidikan agama Islam tidak hanya berdasarkan teori pembelajaran perilaku,
tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif”.
5
Memang kini pendidikan agama Islam dihadapkan kepada persoalan yang cukup sulit, terutama setelah munculnya isu-isu terbaru dan aktual, pada esensinya
pendidikan agama Islam merupakan bagian dari subsistem pendidikan nasional, tetapi paling tidak secara kuantitatif, pendidikan agama Islam di Indonesia
mencatat sejumlah kemajuan. Dalam bidang institusi misalnya, jumlah lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat pendidikan tinggi terus
bertambah. Kenyataan ini tentu saja menyebabkan jumlah siswa, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan. Lain halnya secara kualitatif, dalam konteks ini
pendidikan agama Islam di Indonesia masih terus berbenah, bahkan berusaha mengejar berbagai ketinggalan dalam berbagai segi. Memang diakui, bahwa
4
DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004, hlm 6.
5
Perdy Karuru,… hlm 790.
6
perkembangan pendidikan agama Islam seringkali dilecehkan, dengan kualitas yang rendah.
Namun demikian, pengembangan pendidikan agama Islam masih terhambat oleh pandangan sebagian masyarakat yang keliru tentang kemudahan
dalam proses pembelajaran. Akibatnya mata pelajaran pendidikan agama Islam diajar oleh guru yang tidak professional, tidak mau kreatif dalam mengembangkan
pembelajaran. Semua ini akan berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam. Akibat lebih lanjut yang akan
terjadi ialah tidak maksimalnya hasil belajar pendidikan agama Islam. Namun pendidikan agama Islam dari tahun ke tahun mestinya dapat berkembang dengan
pesat sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini dengan jelas memposisikan pendidikan agama Islam sebagai salah
satu muatan wajib dalam kurikulum pendidikan pada berbagai jenjang satuan pendidikan. Di samping itu juga, menurut undang-undang ini keberadaan
pendidikan agama Islam diakui secara jelas, hanya saja menjadi persoalan bagaimana pendidikan agama Islam itu sendiri menempatkan dirinya pada posisi
yang tepat dan strategis, sehingga dapat menunjukkan eksistensinya. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui
proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditujukan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari
oleh peserta didik. Menurut Bloom dan Slavin, mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah
proses belajar yang dialami oleh siswa yang menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis dan evaluasi.
Jadi presentasi belajar adalah penilaian guru terhadap anak didik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah
diberikan dalam jangka waktu tertentu. Menurut M. Dalyono, “Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti: kesehatan, intelegensi, bakat dan minat, motivasi dan cara belajar dan faktor eksternal
7
faktor yang berasal dari luar siswa, seperti pola asuh orang tua, lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar”.
6
Kurikulum berbasis kompetensi mempunyai beberapa prinsip diantaranya pembentukkan skenario pembelajaran konstruktivisme yaitu model pembelajaran
yang berpusat kepada siswa, dengan salah satu pendekatan yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif.
”Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali
lebih mudah dipahami daripada bahasa guru”.
7
Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu
mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi
satu sama lain.
8
Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota
mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain.
Namun ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun sikap hidup gotong royong
merupakan budaya bangsa Indonesia. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan metode ini karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa
akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok atau grup. Selain itu banyak orang yang mempunyai kesan
negatif mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah bahwa
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
6
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipata, 1997, Cet-ke 1, h. 55.
7
Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004, hlm 1.
8
Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006, hlm 177.
8
ﻹْ ﻰ ْﻮ ﻨ ﻮ ﺘ ﻻ ﻮ ﻮْﻘﱠﺘ ﻮ ﱢﺮ ﺒ ْ ﻰ ْﻮ ﻨ ﻮ ﺘ ﻮ ﻦ ﻮْﺪ ْ ﻮ ﻢْﺜ
“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan jangan tolong menolong dalam kejahatan dan dosa”.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru diharapkan dapat memilih cara
mengajar yang baik dengan metode yang sesuai karena setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan. Akan lebih baik lagi apabila penggunaan metode
mengajar dapat divariasi sesuai karakteristik materi dan siswa dan sesuai pula dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator. Sebab bila hanya metode tertentu
saja yang digunakan maka kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kreativitas dan daya pikir, serta dapat menimbulkan rasa bosan
pada siswa. Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar
yaitu pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini tidak sama dengan model pembelajaran kelompok pada umumnya. Ada unsur-unsur dasar yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksana prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Dengan penggunaan model pembelajaran siswa aktif, maka rendahnya penguasaan konsep
para siswa terhadap suatu ilmu tidak terlepas dari penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil dalam kerja kelompok tidak perlu terjadi jika benar-benar pengajar menerapkan prosedur model pembelajaran
kooperatif. Banyak pengajar yang hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan masalah tanpa pedoman mengenai
pembagian tugas dalam menyelesaikannya. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendirian karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu
bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Dalam kondisi demikian maka kekacauan dan kegaduhan yang terjadi dan tujuan pembelajaran
tidak akan tercapai. Orang tua dalam hal ini adalah mempunyai peranan yang sangat sentral
dalam menentukan keberhasilan memperoleh prestasi siswa dalam bidang
9
pendidikan agama Islam. Sebab, dengan mendapatkan perhatian, dorongan, motivasi, dan berbagai sarana lain dari orang tua, maka anak akan lebih giat untuk
belajar yang akhirnya prestasi anak dapat meningkat. Oleh karena itu banyak diantara siswa yang sebetulnya mampu dalam
belajar tetapi karena kurang bimbingan dan perhatian dari orang tua mereka, siswa itu belajar menurut kemauan sendiri. Akibatnya hasil yang dicapai siswa itu tidak
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, atau siswa itu mengalami kegagalan dalam belajar. Berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh
pendidikan di dalam keluarga. Janganlah salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik adalah seluruhnya menjadi tanggung
jawab sekolah. Berdasarkan uraian di atas, maka tugas seorang guru adalah membantu
siswa dalam memahami, mengaplikasikan konsep-konsep materi yang dipelajari, dan juga harus mampu membangun motivasi dan mengubah minat belajar siswa
terhadap pelajaran yang diberikan dan mengajak siswa untuk menghubungkan bidang yang dipelajari dengan bidang-bidang kehidupan lainnya.
Sebuah fakta ditemukan bahwa di SDN Rempoa II, metode belajarnya menggunakan pembelajaran kooperatif, agar para siswa dapat dengan mudah
memahami materi yang telah diajarkan oleh guru bidang studi. Karena peneliti tertarik pada permasalahan yang terjadi seperti
diungkapkan di atas, perlu dilakukan pengkajian ilmiah berdasarkan penelitian terhadap hubungan pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa.
Sehingga dengan demikian dipilih judul:
“Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II”.
Alasan memilih judul tersebut sebagai subjek penelitian dalam skripsi ini antara lain:
a. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang belum banyak
digunakan oleh para guru pendidikan agama Islam.
10
b. Adanya kejenuhan belajar pendidikan agama Islam dan motivasi rendah
yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. c.
Merasa tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa.