18
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham kontruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran kontruktivistik. Pembelajaran kontruktivistik merupakan proses aktif dari pelajar untuk
membangun pengetahuan, bukan hanya bersifat aktif tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif
dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahwa yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki pelajar dan ini berlangsung secara mental.
Dengan demikian hakikat dari pembelajaran ini adalah membangun pengetahuan. Cara belajar mengajar di sekolah yang berdasarkan pada teori
kontruktivisme adalah cara belajar yang menekankan murid dalam membentuk pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilisator yang
membantu keaktifan murid tersebut dalam pembentukkan pengetahuannya. Suparno menyebutkan ciri-ciri belajar kontruktivisme adalah sebagai
berikut: 1.
Belajar berarti membentuk makna. 2.
Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus. 3.
Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta- fakta dan menghafalkannya.
4. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pembelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya. 6.
Hasil belajar pembelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. Oleh karena itu, pendekatan kontrutivisme ini guru tidak lagi mengajar
siswa apa yang harus dilakukan dan bagaimana dia melakukannya, akan tetapi guru memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengolah
informasi. Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan. Von Glaserfeld menjelaskan:
“Bagaimana pengaruh kontruktivisme terhadap belajara dalam kelompok. Menurut dia, dalam kelompok belajar siswa harus
mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan
19
dibuatnya dengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan menciptakan refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan
dilakukan. Selanjutnya, ini akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi. Usaha menjelaskan
sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkensistensi pandangan
mereka sendiri”. Mengerti bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akan
meningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan mencari jalan, jika ia menemukan jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya juga.
Ketidakkonsistenan dan kesahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap kurang meyakinkan dibandingkan ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkat harga diri
mereka. Menurut Driver dan kawan-kawan, bahwa
“Konstruktivisme sosial menekankan bahwa belajar berarti dimasukkannya seseorang ke dalam dunia
simbolik”. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman.
Pembentukkan makna adalah dialog antar pribadi. Belajar merupakan proses masuknya seseorang dalam kultur-kultur orang yang terdidik. Dalam hal ini,
pelajar tidak hanya memberikan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsep- konsep dan model-model pengetahuan konvensional. Oleh sebab itu, guru
berperan penting karena mereka menyediakan kesempatan yang cocok dan prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan
yang memungkinkan siswa dan berdialog dan berinteraksi dengan para ahli, dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan
dengan mastarakat pengguna hasil ilmiah akan sangat membantu merangsang mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teori yang mendasari, menurut Slavin ada 2 katEgori, yaitu teori motivasi dan teori kognitif.
1. Teori Motivasi.
Menurut teori motivas i yang diungkapkan Slavin, “Motivasi siswa
pada pembelajaran kooperatif awalnya terletak pada bagaimana bentuk reward