Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam

32 a. Tinjauan dari segi ajaran Islam. Dalam al- Qur’an maupun Hadits telah disebutkan bahwa manusia sejak lahir telah dibekali oleh Allah SWT dengan adanya fitrah beragama. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 30 yang berbunyi :                           “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadist Nabi SAW yang berbunyi : “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi”. Dari ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan tergantung kepada pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama pula. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang telah dibawa itu tidak dipupuk dan dibina, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran agama Islam tersebut paralel dengan aliran convergensi yang mengaku adanya pembawaan dan perlunya ada pendidikan. 33 b. Tinjauan dari segi ilmu jiwa. Para psikolog berpendapat bahwa berdasarkan penyelidikan, mereka mengatakan “Dalam jiwa anak semenjak kecilnya telah tumbuh perasaan agama, kemudian akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya”. Adapun para ahli yang mengemukakan pendapat tersebut antara lain adalah : 1. Sigmund Frued, yang berpendapat bahwa: Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan, bahwa orang tuanya itu sebagai Tuhannya. Karena menurut pandangan mereka, orang tua itu sebagai sumber keadilan, sumber kasih sayang dan sumber kekuasaan, tempat mereka bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginnnya. Tetapi dalam setiap perkembangannya selanjutnya, anak semakin sadar, bahwa orang tuanya itu ternyata mempunyai kelemahan-kelemahan dan sering pula membuat kesalahan- kesalahan. Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka gambaran semula, maka timbullah keraguan-raguan dalam jiwanya. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan kesadaran kepada anak, bahwa orang itu adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah, sedangkan yang Maha Kuasa dan tidak akan berbuat salah itu hanya Allah. Dengan demikian rasa percaya pada anak-anak akan dapat berkembang dengan benar. 2. Dorothy Wilson, yang mengemukakan pendapatnya bahwa, Anak semenjak usia 3 tahun, telah ada kesadaran tentang adanya Tuhan. Hal ini dibuktikan, berdasarkan penyeledikannya terhadap seorang anak perempuan yang sedang bermain-main boneka, pada waktu bonekanya rusak ia menganggap boneka tersebut sedang sakit. Pada saat yang sunyi ia berdoa “oh my Lord” dengan harapan boneka tersebut lekas sembuh. Menurut pendapat Wilson, pada saat itu anak tersebut berada dalam absoluutniveau, dimana anak sadar akan adanya Yang Maha Kuasa. Lingkungan hidupnya kemudian akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa keagamaannya. 34 3. Rumke, mengemukakan pendapatnya bahwa, “Pada dasarnya anak sejak kecilnya telah ada kesadaran tentang Tuhan, tetapi masih sangat lemah. Barulah pada masa puberitas kesasaran tersebut mulai berkembang dan bertambah kuat dengan adanya pendidikan agama ”. 4. C. G. Yung, berpendapat bahwa ditinjau dari segi psikologi, “Agama adalah merupakan naturaliter relegeosa yang artinya bahwa dalam jiwa manusia itu sudah ada pembawaan beragama”. 5. Dr. Zakiyah Daradjat, dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama menyatakan bahwa, “Anak mulai mengenal Tuhan sejak usia 3 atau 4 tahun, dengan melalui bahasa. Mereka mulai mengenal apa yang ada disekitar mereka, kemudian sering bertanya tentang siapa Tuhan, siapa yang membuat bulan, dan lain sebagainya”. Dari pendapat-pendapat Para Psikolog tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Tinjauan dari segi psichology membuktikan bahwa anak-anak semenjak kecilnya membawa benih atau potensi untuk beragama. Potensi tersebut kemudian akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari lingkungannya”. Di sinilah pentingnya pendidikan agama dilaksanakan semenjak kecil, agar kemudian jiwa agama yang telah mereka miliki dapat terbina dengan baik. 2. Pendidik. Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena pendidikan itulah yang akan bertanggugjawab dalam pembentukkan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia mempunyai pertanggungjawaban yang lebih berat dibanding dengan pendidikan umum lainnya, karena selain bertanggung jawab terhadap 35 pembentukkan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggungjawab terhadap Allah SWT. a. Tugas Pendidik Agama 1. Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam. 2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak. 3. Pendidik anak agar taat menjalankan agama. 4. Mendidk anak agar berbudi pekerti yang mulia. Agar para guru agama dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka dibutuhkan adanya syarat-syarat tertentu, di samping syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru- guru pada umumnya. b. Syarat-syarat Pendidik Agama Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru-guru agama, telah dicantumkan dalam undang- undang pendidikan dan menjadi guru, selain ijasah dan syarat- syarat lain yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasa 3, 4, dan 5 UU ini. Syarat tersebut bila dijabarkan adalah sebagai berikut: bahwa untuk menjadi guru harus mempunyai syarat-syarat: 1. Harus mempunyai ijasah formal, 2. Sehat jasmani dan rohani, 3. Berakhlak yang baik. Bagi guru agama, di samping harus memiliki syarat-syarat tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktur Direkturat Pendidikan agama telah ditetapkan sebagai berikut: a. Memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin. 36 b. Taat untuk menjalankan agama menjalankan syariat Islam, dapat memberikan contoh tauladan yang baik untuk anak didiknya. c. Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak didiknya dan ikhlas jiwanya. d. Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan, terutama didaktik dan methodic. e. Menguasai ilmu pengetahuan agama. f. Tidak mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah dalam dirinya. Mengenai hal ini Prof. Atiah Al-Abrossyi mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat tentang bagi guru agama, ialah: 1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata- mata bersifat material. 2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlak juga baik. 3. Bersifat pemaaf, sabar, dan pandai menahan diri. 4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru cinta kepada murid-muridnya seperti anaknya sendiri. 5. Mengetahui tabi’at dan tingkat berfikir anak. 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-guru agama, supaya dapat berhasil dalam tugasnya. Yang paling penting diantaranya, ialah: hendaknya guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya, dalam segala keadaannya terutama juga yang menyangkut physicol appereance seperti : cara memilih pakaian, cara mengatur rambutnya, dan cara berpakaian itu sendiri, misalnya : memakai pakaian yang menyolok warnanya, juga potongannya jangan berlebih-lebihan: karena keadaan guru itu akan selalu dijadikan cermin bagi anak didiknya. 37 Dalam hal ini Prof. Athiyah Al-Abrossyi pernah mengatakan, bahwa “Hubungan antara murid dengan gurunya seperti halnya bayangan dengan tongkatnya: bagaimana bayangan dapat lurus, kalau tongkatnya sendiri itu bengkok”. Yang berarti, bagaimana murid dapat menjadi baik kalau gurunya sendiri itu tidak baik. Karena itu berdasarkan penyelidikan salah seorang ahli terhadap beberapa murid tentang guru yang mereka sukai pada umumnya mereka mengatakan, bahwa guru yang mereka sukai ialah sebagai berikut : 1. Guru yang bersikap ramah, dan selalu bersedia memahami atau dapat mengerti terhadap setiap anak yang dihadapinya. 2. Bersifat sabar dan suka membantu kepada mereka serta dapat tenang dalam jiwa menciptakan ketenangan dalam jiwa. 3. Tegas dan adil dalam bertindak. 4. Mempunyai sifat yang supel dan menampakkan tingkah laku yang menarik. 5. Mempunyai ilmu pengetahuan yang bulat integral sehingga mereka percaya terhadap kemampuan dari guru tersebut. Apa yang tersebut di atas ini dapat dijadikan pedoman bagi guru-guru agama atau bagi calon-calon guru agama dalam menjalankan tugasnya, karena guru agama dalam menunaikan tugasnya itu harus dapat mengambil simpati dari murid-murid yang dihadapinya, agar dengan demikian akan dapat menanamkan ajarandidikan agama dengan mudah, karena tampak adanya simpati dari anak didik, maka akan sulit bagi guru agama untuk dapat menanamkan didikan agama itu kepada anak-anak. 38 c. Kesulitan Yang Dihadapi Oleh Pendidik Agama Berdasarkan hasil penyelidikan dari seseorang ahli, bahwa guru dalam menunaikan tugasnya, pada umumnya akan menghadapi bermacam-macam kesulitan, lebih-lebih bagi guru yang baru menunaikan tugasnya, antara lain adalah: 1. Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual murid, yang disebabkan karena perbedaan IQ-nya, perbedaan wataknya, dan berbeda pula background kehidupannya. 2. Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan anak yang dihadapinya. 3. Kesulitan dalam memilih metode yang tepat. 4. Kesulitan dalam memperoleh alat-alat pelajaran dan bahan- bahan bacaan. 5. Kesulitan dalamm mengadakan evalusai dan kesulitan dalam melaksanakan rencana yang telah ditentukan, karena kadang-kadang kelebihan atau kekurangan waktu. 3. Tujuan Pendidikan. a. Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgent yang mempunyai tujuan terentu, seperti yang dijelaskan dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasioanl adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini sangat sesuai dengan firah manusia, salah satu beragama. Dengan demikian pendidikan sangatlah penting bagi manusia, terutama pendidikan agama. 39 b. Tujuan Pendidikan Agama Sesuai dengan pembahasan di atas, maka tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia adalah mempunyai tujuan yang parallel dengan tujuan pendidikan nasional di samping juga mempunyai yang parallel dengan tujuan instutisional sesuai dengan tingkat atau jenjangdari sekolah-sekolah mulai SD sampai dengan perguruan tinggi baik negeri maupuun swasta. Tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1 Tujuan Umum Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal soleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan Negara. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, QS. Adz-Dzariyat: 56, yang berbunyi:        ﺖ ﻴ ׃ “Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada- Ku”. QS. Al-Dzariyat: 56 Di samping beribadah kepada Allah SWT, maka setiap muslim di dunia ini harus mempunyai cita-cita untuk dapat kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seperti ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah : 201, yang berbunyi :                ١ ﻘ ׃ ۲۰١ 40 “Di antara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan periharalah kami dari siksa neraka”. Al-Baqarah: 102. Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dicapai dalam waktu sekligus tetapi membutuhkan proses yang panjang dengan tahap-tahap tertentu: dan setiap tahap-tahap yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu yang disebut tujuan khusus. 2 Tujuan Khusus Tujuan khusus pendidikan agama ialah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap atau tingkat yang dilalui seperti: tujuan pendidkan agama untuk SD berbeda dengan tujuan pendidikan agama unuk sekolah menengah, dan berbeda pula untuk perguruan tinggi. 4. Alat-Alat Pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu yang dipergunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan daripada pendidikan. Dengan demikian yang dimaksud alat pendidikan agama ialah segala sesuatu yang dipakai dalam mencapai tujuan pendidikan agama. a. Pertimbangan Dalam Pemilihan Alat Pendidikan Agama. Dalam memilih alat-alat pendidikan agama, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain: 1. Dalam memilih alat hendaknya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 2. Pribadi dari guru yang menggunakan alat pendidikan itu ikut menjiwainya. 3. Dalam pemilihan alat-alat pendidikan agama haruslah disesuaikan dengan kondisi daripada anak-anak yang dihadapi, 41 sehingga dengan demikian alat-alat pendidikan yang dipilih itu betul-betul akan dapat mempermudah anak-anak untuk menerima pelajaran, bahkan sebaliknya, memperlambat tercapainya tujuan. 4. Dalam memilih alat pendidikan yang hendak dipergunakan, hendaknya guru terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara-cara penggunaan alat-alat tersebut, sehingga dengan demikian dapat memperlancar jalannya pengajaran. b. Macam-Macam Alat Pendidikan Agama. Alat-alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama itu cukup banyak karena dalam uraian ini akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Alat Pengajaran Agama. Dalam melaksanakan pengajaran agama, dibutuhkan adanya alat-alat pengajaran. Alat-alat pengajaran agama tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain: a. Alat Pengajaran Klasik. Yakni alat-alat pengajaran yang dipergunakan oleh guru bersama-sama dengan murid. Contohnya papan tulis, kapur, tempat sholat, dan lain sebagainya. b. Alat Pengakaran Individual. Yakni alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan guru. Contohnya alat-alat tulis, buku pelajaran, buku pegangan, dan lain sebagainya. c. Alat Peraga Yakni alat peraga yang dipergunakan untuk memperjelas gambaran yang konkrit tentang hal-hal yang diajarkannya. Alat peraga dalam pendidikan agama dan pengajaran gama adalah sangat penting, karena dengan demikian anak-anak akan lebih jelas dan paham materi yang diajarkan. Alat peraga itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 42 1. Alat peraga yang langsung, yakni dengan menunjukkan secara langsung materi yang diajarkan. 2. Alat peraga yang tidak langsung, yakni bilamana yang diperlihatkan kepada murid-murid itu bukan benda yang sesungguhnya, melainkan hanya tiruan. d. Dengan adanya perkembangan teknologi modern pada abad ini, maka mengakibatkan timbulnya alat-alat modern yang bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan antara lain: 1. Visual-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diterapkan melalui indera penglihatan, contohnya gambar-gambar yang diproyeksikan, gambar-gambar yang ada dipapan tulis, shcenada dan lain-lain. 2. Audio-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diserap melalui indera pendengaran, contohnya radio, tape recorder, dan lain-lainya. 3. Audio-visual, yakni alat-alat pendidikan yang diserap dengan penglihatan dan pendengaran, contohnya televisi, film, slide, dan lain-lainya. 2. Alat Pendidikan Agama Yang Langsung. Ialah dengan menanamkan pengaruh yang positif kepada anak-anak, dengan memberikan contoh tauladan, memberikan nasihat-nasihat perintah-perintah, berbuat amal saleh, melatih, dan membiasakan suatu amalan dan sebagainya. Termasuk alat pendidikan agama yang langsung juga ialah dengan menggunakan emosi dan dramatisasi dalam menerangkan masalah agama, agama ialah lebih menyangkut perasaan. 3. Alat Pendidikan Agama Yang Tidak Langsung. Ialah yang bersifat kuratif, agar dengan demikian anak- anak menyadari perbuatannya yang salah, dan berusaha 43 memperbaikinya, seperti apa yang diterangkan dalam hadits Nabi SAW: ْﻴ ْﻢ ْﻮ ْﻀ ﻮ ﻦْﻴ ﻨ ﺴ ْ ﺴ ﺀ ﻨْ ْﻢ ﻮ ﱠﺼ ْﻢ ﻜ ﺪ ْﻮ ْﻮ ﻤ ﺠ ﻀ ﻤْ ﻰ ﻔ ْﻢ ﻨْﻴ ْﻮ ﻘ ﱢ ﻔ ﻮ ْﺸ ﺀ ﻨْ ْﻢ ﻮ ﺚﻴﺪﺤ “Suruhlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat bilamana sudah berusia 7 tahun, dan apabila sudah berusia 10 tahun pukullah ia bila tidak mau melakukan sholat tersebut dan pisahkanlah tempat tidurnya”. Dari hadits itu dapat diambil kesimpulan bahwa bila anak berusia 10 tahun belum mau melakukan sholat diberikan hukuman, agar dengan hukuman tersebut anak-anak menjadi sadar. Berarti hukuman dapat dijadikan sebagai alat untuk mendidik agama. 4. Lingkungan. Ialah mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan agama. Karena perkembangan jiwa anak itu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap pertumbuhan jiwanya, dalam sikapnya, dalam akhlaknya, maupun dalam perasaan agamanya. Pengaruh tersebut terutama datang dari teman-teman sebayanya dan dari masyarakat sekitarnya. Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukkan akhlak dan pembentukkan pribadinya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh yang positif dan negatif, sesuai dengan keadaan yang ada dalam lingkungan anak. Pengaruh lingkungan apa dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat memberikan dorongan atau dapat memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik. Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat 44 dikatakan negatif, bilamana keadaan sekitarnya anak itu tidak memberikan pengaruh yang baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan agama di sekolah, juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik. 22

C. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Untuk memudahkan dalam memahaminya, maka akan diuraikan secara satu persatu apa itu prestasi dan belajar. Dalam Kamus Besar Indonesia yang dimaksud prestasi adalah hasil kerja yang keadaanya sangat kompleks. Dengan demikian prestasi adalah hasil usaha yang telah dilakukan seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan. Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal. Kata “prestasi” sendiri berasal dari Bahasa Belanda yaitu prestatie, kata ini dalam Bahasa Indonesia berarti “hasil usaha” 23 . Dengan kata lain, prestasi merupakan sebuah akhir dari proses pencapaian sebuah tujuan. Dengan demikian, prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, proses kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok mengingat berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses pembelajaran yang dilalui siswa. Oleh karena itu, prestasi erat kaitanya dengan belajar sehingga belajar dapat dikatakan sebuah perubahan tingkah laku. Surmardi Suryabrata mengatakan bahwa prestasi belajar mempunyai dua pengertian, yaitu: 22 Dra. H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional , 1983, hlm 32-56. 23 Depdikbud,… hlm 538. 45 1 Penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam proses belajar tertentu. 2 Perbedaan antara kecakapan pada awal dan akhir proses belajar mengajar. 24 Sedangkan Nana Sudjana mengatakan bahwa prestasi belajar adalah seperangkat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalui evaluasi yang didapat dalam bentuk kognitif. 25 Oleh karena itu, Nana Sudjana mengutip pendapat Harbart tentang teori tanggapannya mengatakan bahwa seseorang disebut pandai apabila orang tersebut mempunyai tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan sejelas-jelasnya. Dengan demikian inti belajar adalah ulangan. 26 Melihat fakta di atas, maka prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran serta penilaian hasil belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah siswa mengikuti kegiatan belajar. Biasanya prestasi dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat dan terdapat pada tiap-tiap periode tertentu. 27 Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar merupakan hal yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang kehidupanna manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestai belajar dapat memberikan kepuasan tertentu pula pada manusia, khususnya manusia yang berada pada bangku sekolah.

2. Indikator Prestasi Belajar

24 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; Rake Press, 1975, cet, ke-2, hlm 354. 25 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988, hlm 50- 51. 26 Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD, 1989, hlm 26. 27 Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT Bina Aksara, 1997, hlm 43. 46 Adapun indikator dari prestasi belajar pada prinsipnya adalah pengungkapan segala hasil belajar yang meliputi segenap ranah psokologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah sangat sulit karena perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible tidak apat diraba. Oleh karenanya guru hanya dapat mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta kognitif, rasa afektif, dan karsa psikomotorik. Aspek prestasi yang mencakup kepada kognitif meliputi pengamatan, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Sedangkan afektif meliputi penerimaan, sambutan, apresiasi, internalisasai, dan karakterisasi. Dan untuk psikomotorik keterampilan bergerak dan berindak serta kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal. H.Y. Waluyo mengutip pendapat Bloom mengemukakan 3 jenis prestasi belajar, diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Prestasi belajar kognitif, yaitu prestasi belajar yang memerlukan kegiatan berfikir, meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan evaluasi. 2 Prestasi belajar afektif, yaitu prestasi belajar yang berhubungan dengan perasaan dan kehendak seseorang yang berupa minat apresiasi, sikap nilai, dan kebiasaan siswa. 3 Prestasi belajar psikomotorik, yaitu prestasi belajar yang berhubungan dengan keterampilan seseorang yang bersifat fisik. 28

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar murid tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar murid itu sendiri. Hasil belajar itu dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan 28 H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta: Karunika UT, 1987, cet, ke-1, hlm 24.

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Kecerdasan Spiritual Siswa SMP PGRI 2 Ciputat

15 113 114

Hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar pendidikan agama islam siswa kelas V di sdn kedaung kaliangke 12 pagi

6 106 71

Kontribusi pembelajaran pendidikan diniyah terhadap prestasi pendidikan agama islam siswa pada SDN 03 Pagi Kemanggisan Jakarta Barat

3 34 97

Hubungan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Ketataatan Beribadah Siswa : Studi Kasus SMP YPI Bintaro

0 4 106

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

1 5 18

PENGANTAR HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

0 0 8

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN METODE AMTSAL DI SDN PURWOTOMO NO. 97 Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Metode Amtsal Di SDN Purwotomo No. 97 Surakarta.

0 0 13

PROBLEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN 01 SUMBERBNDUNG PRINGSEWU

1 6 102

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DENGAN PRESTASI BELAJAR BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 0 125

HUBUNGAN ANTARA PERAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMPN I SLIYEG KABUPATEN INDRAMAYU - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 31