Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
32
a. Tinjauan dari segi ajaran Islam.
Dalam al- Qur’an maupun Hadits telah disebutkan bahwa
manusia sejak lahir telah dibekali oleh Allah SWT dengan adanya fitrah beragama. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 30
yang berbunyi :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”. Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadist Nabi SAW
yang berbunyi : “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah
kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi,
Nasrani, dan Majusi”. Dari ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa pada dasarnya
anak itu telah membawa fitrah beragama, dan tergantung kepada pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan
agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama pula. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang
telah dibawa itu tidak dipupuk dan dibina, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran agama Islam tersebut paralel dengan aliran convergensi yang
mengaku adanya pembawaan dan perlunya ada pendidikan.
33
b. Tinjauan dari segi ilmu jiwa.
Para psikolog
berpendapat bahwa
berdasarkan penyelidikan, mereka mengatakan “Dalam jiwa anak semenjak
kecilnya telah tumbuh perasaan agama, kemudian akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya”. Adapun para
ahli yang mengemukakan pendapat tersebut antara lain adalah : 1.
Sigmund Frued, yang berpendapat bahwa: Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya
kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan,
bahwa orang tuanya itu sebagai Tuhannya. Karena menurut pandangan mereka, orang tua itu sebagai sumber keadilan,
sumber kasih sayang dan sumber kekuasaan, tempat mereka bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginnnya.
Tetapi dalam setiap perkembangannya selanjutnya, anak semakin sadar, bahwa orang tuanya itu ternyata mempunyai
kelemahan-kelemahan dan sering pula membuat kesalahan- kesalahan.
Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka
gambaran semula, maka timbullah keraguan-raguan dalam jiwanya. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan
kesadaran kepada anak, bahwa orang itu adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah, sedangkan yang Maha Kuasa dan
tidak akan berbuat salah itu hanya Allah. Dengan demikian rasa percaya pada anak-anak akan dapat berkembang dengan benar.
2. Dorothy Wilson, yang mengemukakan pendapatnya bahwa,
Anak semenjak usia 3 tahun, telah ada kesadaran tentang adanya
Tuhan. Hal
ini dibuktikan,
berdasarkan penyeledikannya terhadap seorang anak perempuan yang
sedang bermain-main boneka, pada waktu bonekanya rusak ia menganggap boneka tersebut sedang sakit. Pada saat yang
sunyi ia berdoa “oh my Lord” dengan harapan boneka tersebut lekas sembuh. Menurut pendapat Wilson, pada saat itu anak
tersebut berada dalam absoluutniveau, dimana anak sadar akan adanya Yang Maha Kuasa. Lingkungan hidupnya kemudian
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa keagamaannya.
34
3. Rumke, mengemukakan pendapatnya bahwa, “Pada dasarnya
anak sejak kecilnya telah ada kesadaran tentang Tuhan, tetapi masih sangat lemah. Barulah pada masa puberitas kesasaran
tersebut mulai berkembang dan bertambah kuat dengan adanya pendidikan agama
”. 4.
C. G. Yung, berpendapat bahwa ditinjau dari segi psikologi, “Agama adalah merupakan naturaliter relegeosa yang artinya
bahwa dalam jiwa manusia itu sudah ada pembawaan beragama”.
5. Dr. Zakiyah Daradjat, dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama
menyatakan bahwa, “Anak mulai mengenal Tuhan sejak usia 3
atau 4 tahun, dengan melalui bahasa. Mereka mulai mengenal apa yang ada disekitar mereka, kemudian sering bertanya
tentang siapa Tuhan, siapa yang membuat bulan, dan lain sebagainya”.
Dari pendapat-pendapat Para Psikolog tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Tinjauan dari segi psichology membuktikan bahwa
anak-anak semenjak kecilnya membawa benih atau potensi untuk beragama. Potensi tersebut kemudian akan berkembang sesuai dengan
pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari lingkungannya”.
Di sinilah pentingnya pendidikan agama dilaksanakan semenjak kecil, agar kemudian jiwa agama yang telah mereka miliki dapat terbina
dengan baik.
2. Pendidik.
Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena
pendidikan itulah
yang akan
bertanggugjawab dalam
pembentukkan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia mempunyai pertanggungjawaban yang lebih berat dibanding dengan
pendidikan umum lainnya, karena selain bertanggung jawab terhadap
35
pembentukkan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggungjawab terhadap Allah SWT.
a. Tugas Pendidik Agama
1. Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam.
2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak.
3. Pendidik anak agar taat menjalankan agama.
4. Mendidk anak agar berbudi pekerti yang mulia.
Agar para guru agama dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka dibutuhkan adanya syarat-syarat
tertentu, di samping syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru- guru pada umumnya.
b. Syarat-syarat Pendidik Agama
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru-guru agama, telah dicantumkan dalam undang-
undang pendidikan dan menjadi guru, selain ijasah dan syarat- syarat lain yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah
sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran
seperti yang dimaksud dalam pasa 3, 4, dan 5 UU ini. Syarat tersebut bila dijabarkan adalah sebagai berikut:
bahwa untuk menjadi guru harus mempunyai syarat-syarat: 1.
Harus mempunyai ijasah formal, 2.
Sehat jasmani dan rohani, 3.
Berakhlak yang baik. Bagi guru agama, di samping harus memiliki syarat-syarat
tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktur Direkturat Pendidikan agama telah ditetapkan
sebagai berikut: a.
Memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin.
36
b. Taat untuk menjalankan agama menjalankan syariat Islam,
dapat memberikan contoh tauladan yang baik untuk anak didiknya.
c. Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak
didiknya dan ikhlas jiwanya. d.
Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan, terutama didaktik dan methodic.
e. Menguasai ilmu pengetahuan agama.
f. Tidak mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah dalam
dirinya. Mengenai hal ini Prof. Atiah Al-Abrossyi mengemukakan
pendapatnya tentang syarat-syarat tentang bagi guru agama, ialah: 1.
Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata- mata bersifat material.
2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan
bersih, dalam akhlak juga baik. 3.
Bersifat pemaaf, sabar, dan pandai menahan diri. 4.
Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru cinta kepada
murid-muridnya seperti anaknya sendiri. 5.
Mengetahui tabi’at dan tingkat berfikir anak. 6.
Menguasai bahan pelajaran yang diberikan Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-guru
agama, supaya dapat berhasil dalam tugasnya. Yang paling penting diantaranya, ialah: hendaknya guru agama dapat menjadi contoh
tauladan dalam segala tingkah lakunya, dalam segala keadaannya terutama juga yang menyangkut physicol appereance seperti : cara
memilih pakaian, cara mengatur rambutnya, dan cara berpakaian itu sendiri, misalnya : memakai pakaian yang menyolok warnanya,
juga potongannya jangan berlebih-lebihan: karena keadaan guru itu akan selalu dijadikan cermin bagi anak didiknya.
37
Dalam hal ini Prof. Athiyah Al-Abrossyi pernah mengatakan, bahwa “Hubungan antara murid dengan gurunya
seperti halnya bayangan dengan tongkatnya: bagaimana bayangan dapat lurus, kalau tongkatnya sendiri itu bengkok”. Yang berarti,
bagaimana murid dapat menjadi baik kalau gurunya sendiri itu tidak baik.
Karena itu berdasarkan penyelidikan salah seorang ahli terhadap beberapa murid tentang guru yang mereka sukai pada
umumnya mereka mengatakan, bahwa guru yang mereka sukai ialah sebagai berikut :
1. Guru yang bersikap ramah, dan selalu bersedia memahami
atau dapat mengerti terhadap setiap anak yang dihadapinya. 2.
Bersifat sabar dan suka membantu kepada mereka serta dapat tenang dalam jiwa menciptakan ketenangan dalam
jiwa. 3.
Tegas dan adil dalam bertindak. 4.
Mempunyai sifat yang supel dan menampakkan tingkah laku yang menarik.
5. Mempunyai ilmu pengetahuan yang bulat integral
sehingga mereka percaya terhadap kemampuan dari guru tersebut.
Apa yang tersebut di atas ini dapat dijadikan pedoman bagi guru-guru agama atau bagi calon-calon guru agama dalam
menjalankan tugasnya, karena guru agama dalam menunaikan tugasnya itu harus dapat mengambil simpati dari murid-murid yang
dihadapinya, agar dengan demikian akan dapat menanamkan ajarandidikan agama dengan mudah, karena tampak adanya
simpati dari anak didik, maka akan sulit bagi guru agama untuk dapat menanamkan didikan agama itu kepada anak-anak.
38
c. Kesulitan Yang Dihadapi Oleh Pendidik Agama
Berdasarkan hasil penyelidikan dari seseorang ahli, bahwa guru dalam menunaikan tugasnya, pada umumnya akan
menghadapi bermacam-macam kesulitan, lebih-lebih bagi guru yang baru menunaikan tugasnya, antara lain adalah:
1. Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual
murid, yang disebabkan karena perbedaan IQ-nya, perbedaan wataknya, dan berbeda pula background
kehidupannya. 2.
Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan anak yang dihadapinya.
3. Kesulitan dalam memilih metode yang tepat.
4. Kesulitan dalam memperoleh alat-alat pelajaran dan bahan-
bahan bacaan. 5.
Kesulitan dalamm mengadakan evalusai dan kesulitan dalam melaksanakan rencana yang telah ditentukan, karena
kadang-kadang kelebihan atau kekurangan waktu.
3. Tujuan Pendidikan.
a. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgent yang mempunyai tujuan terentu, seperti yang dijelaskan dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasioanl adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini sangat sesuai dengan firah manusia, salah satu beragama. Dengan
demikian pendidikan sangatlah penting bagi manusia, terutama pendidikan agama.
39
b. Tujuan Pendidikan Agama
Sesuai dengan pembahasan di atas, maka tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia adalah mempunyai
tujuan yang parallel dengan tujuan pendidikan nasional di samping juga mempunyai yang parallel dengan tujuan instutisional sesuai
dengan tingkat atau jenjangdari sekolah-sekolah mulai SD sampai dengan perguruan tinggi baik negeri maupuun swasta.
Tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1 Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim yang sejati, beriman, teguh,
beramal soleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan Negara. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT, QS. Adz-Dzariyat: 56, yang berbunyi:
ﺖ ﻴ ׃
“Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada-
Ku”. QS. Al-Dzariyat: 56
Di samping beribadah kepada Allah SWT, maka setiap muslim di dunia ini harus mempunyai cita-cita untuk dapat
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seperti ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah : 201, yang berbunyi :
١ ﻘ
׃ ۲۰١
40
“Di antara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
periharalah kami dari siksa neraka”. Al-Baqarah: 102.
Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dicapai dalam waktu sekligus tetapi membutuhkan
proses yang panjang dengan tahap-tahap tertentu: dan setiap tahap-tahap yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu
yang disebut tujuan khusus.
2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pendidikan agama ialah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap atau tingkat yang dilalui seperti:
tujuan pendidkan agama untuk SD berbeda dengan tujuan pendidikan agama unuk sekolah menengah, dan berbeda pula
untuk perguruan tinggi.
4. Alat-Alat Pendidikan.
Adapun yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu yang dipergunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan daripada
pendidikan. Dengan demikian yang dimaksud alat pendidikan agama ialah segala sesuatu yang dipakai dalam mencapai tujuan pendidikan agama.
a. Pertimbangan Dalam Pemilihan Alat Pendidikan Agama.
Dalam memilih alat-alat pendidikan agama, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain:
1. Dalam memilih alat hendaknya sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. 2.
Pribadi dari guru yang menggunakan alat pendidikan itu ikut menjiwainya.
3. Dalam pemilihan alat-alat pendidikan agama haruslah
disesuaikan dengan kondisi daripada anak-anak yang dihadapi,
41
sehingga dengan demikian alat-alat pendidikan yang dipilih itu betul-betul akan dapat mempermudah anak-anak untuk menerima
pelajaran, bahkan sebaliknya, memperlambat tercapainya tujuan. 4.
Dalam memilih alat pendidikan yang hendak dipergunakan, hendaknya guru terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara-cara
penggunaan alat-alat tersebut, sehingga dengan demikian dapat memperlancar jalannya pengajaran.
b. Macam-Macam Alat Pendidikan Agama.
Alat-alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama itu cukup banyak karena dalam
uraian ini akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1.
Alat Pengajaran Agama. Dalam melaksanakan pengajaran agama, dibutuhkan
adanya alat-alat pengajaran. Alat-alat pengajaran agama tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
a. Alat Pengajaran Klasik.
Yakni alat-alat pengajaran yang dipergunakan oleh guru bersama-sama dengan murid. Contohnya papan tulis, kapur,
tempat sholat, dan lain sebagainya. b.
Alat Pengakaran Individual. Yakni alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan
guru. Contohnya alat-alat tulis, buku pelajaran, buku pegangan, dan lain sebagainya.
c. Alat Peraga
Yakni alat peraga yang dipergunakan untuk memperjelas gambaran yang konkrit tentang hal-hal yang diajarkannya.
Alat peraga dalam pendidikan agama dan pengajaran gama adalah sangat penting, karena dengan demikian anak-anak
akan lebih jelas dan paham materi yang diajarkan. Alat peraga itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
42
1. Alat peraga yang langsung, yakni dengan menunjukkan
secara langsung materi yang diajarkan. 2.
Alat peraga yang tidak langsung, yakni bilamana yang diperlihatkan kepada murid-murid itu bukan benda yang
sesungguhnya, melainkan hanya tiruan. d.
Dengan adanya perkembangan teknologi modern pada abad ini, maka mengakibatkan timbulnya alat-alat modern yang
bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan antara lain: 1.
Visual-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diterapkan melalui indera penglihatan, contohnya gambar-gambar
yang diproyeksikan, gambar-gambar yang ada dipapan tulis, shcenada dan lain-lain.
2. Audio-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diserap
melalui indera pendengaran, contohnya radio, tape recorder, dan lain-lainya.
3. Audio-visual, yakni alat-alat pendidikan yang diserap
dengan penglihatan dan pendengaran, contohnya televisi, film, slide, dan lain-lainya.
2. Alat Pendidikan Agama Yang Langsung.
Ialah dengan menanamkan pengaruh yang positif kepada anak-anak, dengan memberikan contoh tauladan, memberikan
nasihat-nasihat perintah-perintah, berbuat amal saleh, melatih, dan membiasakan suatu amalan dan sebagainya. Termasuk alat
pendidikan agama
yang langsung
juga ialah
dengan menggunakan emosi dan dramatisasi dalam menerangkan
masalah agama, agama ialah lebih menyangkut perasaan.
3. Alat Pendidikan Agama Yang Tidak Langsung.
Ialah yang bersifat kuratif, agar dengan demikian anak- anak menyadari perbuatannya yang salah, dan berusaha
43
memperbaikinya, seperti apa yang diterangkan dalam hadits Nabi SAW:
ْﻴ ْﻢ ْﻮ ْﻀ ﻮ ﻦْﻴ ﻨ ﺴ ْ ﺴ ﺀ ﻨْ ْﻢ ﻮ ﱠﺼ ْﻢ ﻜ ﺪ ْﻮ ْﻮ ﻤ ﺠ ﻀ ﻤْ ﻰ ﻔ ْﻢ ﻨْﻴ ْﻮ ﻘ ﱢ ﻔ ﻮ ْﺸ ﺀ ﻨْ ْﻢ ﻮ
ﺚﻴﺪﺤ
“Suruhlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat bilamana sudah berusia 7 tahun, dan apabila sudah
berusia 10 tahun pukullah ia bila tidak mau melakukan sholat tersebut dan pisahkanlah tempat tidurnya”.
Dari hadits itu dapat diambil kesimpulan bahwa bila anak berusia 10 tahun belum mau melakukan sholat diberikan
hukuman, agar dengan hukuman tersebut anak-anak menjadi sadar. Berarti hukuman dapat dijadikan sebagai alat untuk
mendidik agama.
4. Lingkungan.
Ialah mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan agama. Karena perkembangan jiwa anak itu
sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap pertumbuhan
jiwanya, dalam sikapnya, dalam akhlaknya, maupun dalam perasaan agamanya. Pengaruh tersebut terutama datang dari teman-teman
sebayanya dan dari masyarakat sekitarnya. Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap pembentukkan akhlak dan pembentukkan pribadinya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh yang positif dan negatif, sesuai dengan
keadaan yang ada dalam lingkungan anak. Pengaruh lingkungan apa dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat memberikan dorongan
atau dapat memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik. Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat
44
dikatakan negatif, bilamana keadaan sekitarnya anak itu tidak memberikan pengaruh yang baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan agama
di sekolah, juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik.
22