Hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama islam dengan prestasi siswa di SDN Rempoa 11

(1)

HUBUNGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI SISWA DI SDN REMPOA II

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I)

Oleh :

Habsari Qomariyah 205011000330

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011


(2)

(3)

(4)

Bissmillahirahmanirrahim

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Habsari Qomariyah

NIM : 205011000330

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya aslio saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima saksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Maret 2011 Penulis,


(5)

ABSTRAK

Habsari Qomariyah, Hubungan Pembelajaran Kooperatif dengan Prestasi Siswa SDN Rempoa II, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman. Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis. Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam. Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali lebih mudah dipahami daripada bahasa guru. Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain. Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain. Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II. Penelitian ini menggunakan metode analisis dan kuntitatif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan, dan selanjutnya dilakukan perhitung-perhitungan.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa bagus. Hasil tersebut terlihat dari indeks korelasi product moment rxy 0.58. Hasil belajar siswa di SDN Rempoa II ini baik, ditunjukkan dengan nilai rata-ratanya 73,87 nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa bagus.


(6)

v

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Berkat rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nyalah skripsi ini dapat terwujud.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah bagi Rasulullah SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan para pengukutnya hingga khir zaman.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I).

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit hambatan daan kesulitan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknyasehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini. Selanjutnya, ucapkan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Baharissalim, M.Ag dan Bapak Drs. Safiuddin Shiddiq, M.Ag, yang telah memberikan nasihat, arahan, dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini serta rekomendasi untuk melakukan penelitian.


(7)

vi

3. Dosen Pembimbing I dan II, Bapak Drs. Masan AF, M.Pd dan Ibu Dra. Manerah, dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahn kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen dan pegawai perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu melengkapi literature yang penulis perlukan dalam penyelesaikan skripsi ini.

5. Orang tua tercinta dan adikku tersayang, yang telah memberikan kasih sayangnya dan mendoakan penulis, sehingga penulis bisa hidup mandiri dan terima kasih atas segala sesuatu yang telah diberikan berupa bentuk materil. Sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh kawan-kawan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya kelas B (Nursida, Umi, Kho, Rita, Sahal, Ipul, Jay) angkatan 2005 dan kawan-kawan PPKT di MTs. Al-Mursyidiyah Pamulang yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas ini dan semoga persahabatan yang terbina selama ini akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan dan rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang banyak membantu dan dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis berharap laporan ini menjadi kontribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan saran dan masukan dari para pembaca untuk memperbaiki ketidaksempurnaan laporan ini sangat diharapkan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT tempat berserah diri dari segala persoalan.

Jakarta, 2010


(8)

LEMBAR PENGESAHANPEMBIMBING ... i

LEMBAR PERNYATAANKARYA SENDIRI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESA A. Pembelajaran Kooperatif ... 12

1. Pengertian Kooperatif ... 12

2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif ... 16

3. Langkah-langkah Kooperatif ... 16

4. Keterampilan-keterampilan Dalam Kooperatif ... 17

5. Pembelajaran Kooperatif ... 17

B. Pendidikan Agama Islam ... 23

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 23

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 24

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 24

4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ... 27


(9)

C. Prestasi Belajar ... 44

1. Pengertian Prestasi Belajar ... 44

2. Indikator Prestasi Belajar ... 45

3. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 46

4. Usaha-usaha Peningkatan Prestasi Belajar... 54

D. Kerangka Berpikir ... 57

E. Pengajuan Hipotesis ... 57

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 58

B. Tempat dan Waktu ... 58

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Metode Penelitian ... 59

E. Instrument Pengumpulan Data ... 59

F. Teknik Pengumpulan Data ... 61

G. Teknik Pengolahan Data ... 62

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 65

B. Deskripsi Data ... 67

C. Analisis Data... 86

D. Interprstasi Data ... 88

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran-saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA


(10)

vii

Tabel 1 Kisi-kisi instrument angket ……….. 53

Tabel 2 Penetapan skor skala pembelajaran kooperatif ……… 55

Tabel 3 Data ruang kelas ……….. 58

Tabel 4 Data kondisi ruangan ……… 59

Tabel 5 Keadaan guru dan pegawai ……….. 59

Tabel 6 Keadaan siswa dalam dua tahun ……….. 60

Tabel 7 Siswa SDN Rempoa II ………. 60

Tabel 8 Siswa dapat menjadi kawannya ……… 62

Tabel 9 Dapat meningkatkan kemampuan kemampuan bekerja sama ……….. 63

Tabel 10 Mengurangi kecemasan siswa ……….. 64

Tabel 11 Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ……… 64

Tabel 12 Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ……… 65

Tabel 13 Mengambil giliran dan berbagi tugas ………... 65

Tabel 14 Mengambil giliran dan berbagi tugas ……….. 66

Tabel 15 Menyelesaikan tugas tepat waktu ……… 66

Tabel 16 Mendorong partisipasi ………. 67

Tabel 17 Siswa dapat berpartisipasi aktif ……….. 67

Tabel 18 Siswa dapat berpartisipasi aktif ……….. 68

Tabel 19 Mendengar dengan aktif ………. 68

Tabel 20 Mendengar dengan aktif ……….. 69

Tabel 21 Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan ………... 69

Tabel 22 Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan ………. 70


(11)

vii

Tabel 24 Meningatkan motivasi ………. 71

Tabel 25 Meningatkan motivasi ………. 71

Tabel 26 Mengenal satu sama lain ………. 72

Tabel 27 Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ………. 72

Tabel 28 Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ………. 73

Tabel 29 Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik ………... 73

Tabel 30 Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik ……… 74

Tabel 31 Meningkatkan partisipasi belajar siswa ……… 74

Tabel 32 Meningkatkan prestasi belajar ………. 75

Tabel 33 Presentase prestasi belajar ……… 76

Tabel 34 Skor angket siswa SDN Rempoa II ……… 77

Tabel 35 Skor inventori pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam ………. 78

Tabel 36 Nilai rata-rata raport siswa kelas V ………. 78

Tabel 37 Perhitungan untuk memperoleh angka indeks antara variable X dan variable Y ……… 80


(12)

2. Surat Pengajuan Judul Skripsi

3. Angket Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II

4. Skor Angket Siswa SDN Rempoa II 5. Kisi-kisi Angket Siswa SDN Rempoa II 6. Surat Bimbingan Skripsi

7. Surat Izin Penelitian

8. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 9. Daftar Uji Referensi Skripsi

10.Daftar Tabel

11.Daftar Nilai Koefisien Korelasi ‘r’ Product Moment


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman. Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Dari hasil pendidikan pula manusia menjadi lebih tinggi derajatnya, dalam firman Allah SWT, yaitu:





































































ﺖ ﺪ ﺟ ﻤْ

׃

١١

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan padamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11).

“Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan pendidikan agama Islam berkembang dengan pesat yang menggugah


(14)

para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep pendidikan agama Islam yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan perkembangan pendidikan agama Islam, kreativitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus ditingkatkan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan”.1

Setiap menyelenggarakan pendidikan harus berdasarkan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan adalah suatu hal yang sangat urgen yang mempunyai tujuan tertentu, seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2

Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, salah satu fitrah beragama. Dengan demikian pendidikan sangat penting bagi manusia, terutama pendidikan agama. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan terutama pendidikan agama Islam adalah melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan responsif terhadap berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Seiring dengan terus menggelindingnya berbagai fenomena pendidikan dewasa ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi kehidupan, kehadiran pendidikan agama Islam diharapkan mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan tersebut”3.

Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah-sekolah pada saat ini umumnya masih berbentuk pembelajaran yang bersifat konvensional. Berbagai hasil penelitian menyatakan, bahwa model pembelajaran

1

Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, no. 045, tahun ke-9, November 2005, hlm 789.

2

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet-ke 1, hlm 7.

3

Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hlm 1.


(15)

3

konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai tujuan pembelajaran.

Dewasa ini berdasarkan pengamatan dari berbagai pihak, masih dirasakan bahwa model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru di sekolah, termasuk di sekolah dasar lebih dirasakan pada kebutuhan formal daripada kebutuhan riil siswa. Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru tersebut terkesan lebih merupakan pekerjaan administrasi, dan belum berperan dalam pengembangan potensi siswa secara optimal.

Salah satu indikasi terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa secara keseluruhan, mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Dewasa ini kualitas prestasi hasil belajar siswa perlu ditingkatkan karena cenderung belum mencapai kriteria kelulusan belajar yang diharapkan.

Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah mengakar dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru adalah mengajar dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam situasi yang sarat beban dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.

Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.

Dari beberapa uraian di atas, dengan berbagai permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan baik dipandang dari faktor luar maupun dalam, hal ini menjadi indikasi yang menyebabkan mutu pendidikan rendah, prestasi siswa di sekolah tidak mengalami kemajuan, terutama dalam pelajaran agama Islam.


(16)

Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis. Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam.

Namun ironisnya, kesan sulit, rumit, dan menakutkan masih saja melekat pada pendidikan agama Islam. Hingga saat ini kesan tersebut belum dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisasi. Dari kesan ini, banyak siswa merasa dan menganggap bahwa dirinya tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran dalam pendidikan agama Islam, apalagi mendapat nilai yang tinggi.

Begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, ternyata tidak diimbangi dengan usaha keras dari berbagai pihak, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berjalan lambat. Hal ini terjadi karena beberapa hal, yaitu media pelajaran yang kurang efektif, metode pelajaran yng tradisional dan tidak intensif, dan evaluasi yang buruk. Dari sebagian banyak permasalahan pendidikan agama Islam ada faktor lain yang mempengaruhi kemajuan dan prestasi siswa yaitu perhatian orang tua terhadap siswa ketika mereka berada di rumah.

Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan agama Islam, diterapkan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dan memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang telah tinggi.

Rendahnya nilai hasil belajar pendidikan agama Islam siswa merupakan masalah yang serius dan perlu mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah maupun siswa itu sendiri. Rendahnya nilai hasil belajar


(17)

5

siswa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan bosan ketika belajar. Dapat pula disebabkan cara penyampaian atau penyajian materi yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi. Selain itu juga, disebabkan oleh guru yang kurang pandai mengatur strategi belajar mengajar yang dapat membangkitan motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran masih bersifat tradisional dimana siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas sebagian besar didomisili oleh guru. Dari beberapa permasalahan pendidikan yang dikemukakan di atas pendekatan pengajaran merupakan aspek permasalahan yang memerlukan penanganan yang serius.

”Pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah memadukan antara pengalaman dan pemahaman produk pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dalam bentuk pengalaman langsung serta menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya”.4 ”Hal ini berarti proses belajar mengajar pendidikan agama Islam tidak hanya berdasarkan teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif”.5

Memang kini pendidikan agama Islam dihadapkan kepada persoalan yang cukup sulit, terutama setelah munculnya isu-isu terbaru dan aktual, pada esensinya pendidikan agama Islam merupakan bagian dari subsistem pendidikan nasional, tetapi paling tidak secara kuantitatif, pendidikan agama Islam di Indonesia mencatat sejumlah kemajuan. Dalam bidang institusi misalnya, jumlah lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat pendidikan tinggi terus bertambah. Kenyataan ini tentu saja menyebabkan jumlah siswa, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan. Lain halnya secara kualitatif, dalam konteks ini pendidikan agama Islam di Indonesia masih terus berbenah, bahkan berusaha mengejar berbagai ketinggalan dalam berbagai segi. Memang diakui, bahwa

4

DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004, hlm 6.


(18)

perkembangan pendidikan agama Islam seringkali dilecehkan, dengan kualitas yang rendah.

Namun demikian, pengembangan pendidikan agama Islam masih terhambat oleh pandangan sebagian masyarakat yang keliru tentang kemudahan dalam proses pembelajaran. Akibatnya mata pelajaran pendidikan agama Islam diajar oleh guru yang tidak professional, tidak mau kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Semua ini akan berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam. Akibat lebih lanjut yang akan terjadi ialah tidak maksimalnya hasil belajar pendidikan agama Islam. Namun pendidikan agama Islam dari tahun ke tahun mestinya dapat berkembang dengan pesat sesuai dengan tuntutan zaman.

Hal ini dengan jelas memposisikan pendidikan agama Islam sebagai salah satu muatan wajib dalam kurikulum pendidikan pada berbagai jenjang satuan pendidikan. Di samping itu juga, menurut undang-undang ini keberadaan pendidikan agama Islam diakui secara jelas, hanya saja menjadi persoalan bagaimana pendidikan agama Islam itu sendiri menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dan strategis, sehingga dapat menunjukkan eksistensinya.

Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditujukan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik.

Menurut Bloom dan Slavin, mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami oleh siswa yang menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis dan evaluasi. Jadi presentasi belajar adalah penilaian guru terhadap anak didik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan dalam jangka waktu tertentu.

Menurut M. Dalyono, “Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti: kesehatan, intelegensi, bakat dan minat, motivasi dan cara belajar) dan faktor eksternal


(19)

7

(faktor yang berasal dari luar siswa, seperti pola asuh orang tua, lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar)”.6

Kurikulum berbasis kompetensi mempunyai beberapa prinsip diantaranya pembentukkan skenario pembelajaran konstruktivisme yaitu model pembelajaran yang berpusat kepada siswa, dengan salah satu pendekatan yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif.

”Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali lebih mudah dipahami daripada bahasa guru”.7

Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain.8 Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain.

Namun ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun sikap hidup gotong royong merupakan budaya bangsa Indonesia. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan metode ini karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok atau grup. Selain itu banyak orang yang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok.

Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:

6

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipata, 1997), Cet-ke 1, h. 55. 7

Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004, hlm 1.

8

Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006, hlm 177.


(20)

ﻹْ ﻰ ْﻮ ﻨ ﻮ ﺘ ﻻ ﻮ ﻮْﻘﱠﺘ ﻮ ﱢﺮ ﺒ ْ ﻰ ْﻮ ﻨ ﻮ ﺘ ﻮ

ﻦ ﻮْﺪ ْ ﻮ ﻢْﺜ

“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan jangan tolong menolong dalam kejahatan dan dosa”.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru diharapkan dapat memilih cara mengajar yang baik dengan metode yang sesuai karena setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan. Akan lebih baik lagi apabila penggunaan metode mengajar dapat divariasi sesuai karakteristik materi dan siswa dan sesuai pula dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator. Sebab bila hanya metode tertentu saja yang digunakan maka kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kreativitas dan daya pikir, serta dapat menimbulkan rasa bosan pada siswa.

Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yaitu pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini tidak sama dengan model pembelajaran kelompok pada umumnya. Ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksana prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Dengan penggunaan model pembelajaran siswa aktif, maka rendahnya penguasaan konsep para siswa terhadap suatu ilmu tidak terlepas dari penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil dalam kerja kelompok tidak perlu terjadi jika benar-benar pengajar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Banyak pengajar yang hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan masalah tanpa pedoman mengenai pembagian tugas dalam menyelesaikannya. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendirian karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Dalam kondisi demikian maka kekacauan dan kegaduhan yang terjadi dan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

Orang tua dalam hal ini adalah mempunyai peranan yang sangat sentral dalam menentukan keberhasilan memperoleh prestasi siswa dalam bidang


(21)

9

pendidikan agama Islam. Sebab, dengan mendapatkan perhatian, dorongan, motivasi, dan berbagai sarana lain dari orang tua, maka anak akan lebih giat untuk belajar yang akhirnya prestasi anak dapat meningkat.

Oleh karena itu banyak diantara siswa yang sebetulnya mampu dalam belajar tetapi karena kurang bimbingan dan perhatian dari orang tua mereka, siswa itu belajar menurut kemauan sendiri. Akibatnya hasil yang dicapai siswa itu tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, atau siswa itu mengalami kegagalan dalam belajar. Berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Janganlah salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik adalah seluruhnya menjadi tanggung jawab sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, maka tugas seorang guru adalah membantu siswa dalam memahami, mengaplikasikan konsep-konsep materi yang dipelajari, dan juga harus mampu membangun motivasi dan mengubah minat belajar siswa terhadap pelajaran yang diberikan dan mengajak siswa untuk menghubungkan bidang yang dipelajari dengan bidang-bidang kehidupan lainnya.

Sebuah fakta ditemukan bahwa di SDN Rempoa II, metode belajarnya menggunakan pembelajaran kooperatif, agar para siswa dapat dengan mudah memahami materi yang telah diajarkan oleh guru bidang studi.

Karena peneliti tertarik pada permasalahan yang terjadi seperti diungkapkan di atas, perlu dilakukan pengkajian ilmiah berdasarkan penelitian terhadap hubungan pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa.

Sehingga dengan demikian dipilih judul:

“Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II”.

Alasan memilih judul tersebut sebagai subjek penelitian dalam skripsi ini antara lain:

a. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang belum banyak digunakan oleh para guru pendidikan agama Islam.


(22)

b. Adanya kejenuhan belajar pendidikan agama Islam dan motivasi rendah yang dialami siswa dalam proses pembelajaran.

c. Merasa tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirasakan membosankan oleh siswa.

2. Dalam proses pembelajaran siswa kurang diarahkan untuk membangun pengetahuan sendiri, agar hasil belajar yang didapat adalah hasil belajar yang bermakna.

3. Adanya kesenjangan antara nilai hasil belajar yang kuantitatif dengan perilaku siswa.

4. Masih rendahnya kualitas proses pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh guru di Indonesia dibanding negara-negara di dunia.

5. Model pembelajaran pendidikan agama yang diterapkan di sekolah-sekolah masih bersifat tradisional.

6. Model pembelajaran kooperatif kurang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

7. Meskipun dilakukan pengelompokkan siswa dalam pembelajaran, namun kurangnya kontrol dari guru sehingga siswa merasa kurang mendapat bimbingan dalam belajar, yang kemudian kegaduhanlah yang terjadi. 8. Masih ada anggapan sebagian orang tua, bahwa tanggung jawab

pendidikan dibebankan sepenuhnya kepada sekolah.


(23)

11

Berdasarkan identifikasi masalah di atas masalah yang telah disebutkan maka penelitian dibatasi pada masalah pembelajaran kooperatif dan prestasi belajar pada Pendidikan Agama Islam di SDN Rempoa II.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah tersebut sebagai berikut: Apakah pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam memiliki hubungan dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II?.

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mendapatkan informasi mengenai pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam di SDN Rempoa II.

b. Mengetahui prestasi siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

c. Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti, menambah khazanah mengenai model-model pembelajaran, khususnya model pembelajaran kooperatif pada Pendidikan Agama Islam.

b. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki proses pembelajaran, meningkatkan prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

b. Bagi siswa, dari hasil penelitian ini siswa memperoleh pengalaman belajar yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga mereka terbiasa melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif. c. Bagi guru, akan menambah wawasan mengenai model pembelajaran


(24)

prestasi belajar dan mendorong untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran, khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.


(25)

12

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESA

A. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Kooperatif

Kooperatif adalah salah satu jenis pembelajaran aktif. Kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tujuan secara bersama-sama. Hal ini penting untuk memahami bahwa kooperatif adalah pendekatan yang semata-mata melatih siswa untuk belajar bersama dalam menyelesaikan dan melengkapi tugas-tugas.

Menurut Khoirul Anam, “Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok”. Proses pembelajaran kooperatif yang aktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersama dengan guru dan siswa lain mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri.1

Menurut David Son dan Worsham, yang dimaksud dengan ”Kooperatif adalah model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Sedangkan menurut Johnson, ”Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil, siswa

1

Khoirul Anam, Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi, vol. 3, No. 2, 2000, hlm 2.


(26)

belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”.2

Menurut Ratna Megawangi, ”Kooperatif adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam tim atau kelompok, siswa bekerja bersama-sama, berhadapan muka dalam kelompok kecil dan melakukan tugas yang sudah berstruktur”. Dalam kelompok kecil, para siswa dapat saling berbagi mengenai kelebihan masing-masing, sehingga dapat mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal (kemampuan sosial dan emosi). Dengan adanya metode kooperatif ini, maka dapat menjadi tempat:

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif.

b. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya. c. Penghargaan diberikan kepada setiap individu.

d. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya.

e. Setiap kontribusi individu dapat dihargai.

f. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi, bahwa “Kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar. Kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa”.3

“Kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan suatu situasi dan kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan karena bergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok. Kooperatif bagi guru

2

Supratama, Meningkatkan Motivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, No. 1, 2001, hlm 23.

3

Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasino, 2004, hlm 112.


(27)

14

merupakan pengembangan kurikulum dalam hal akademik, individu maupun sosial”.4

Sebuah hasil riset tentang kooperatif menunjukkan, bahwa para siswa bisa lebih mengerti secara mendalam tentang materi yang dipelajarinya, meningkatkan

performent para siswa, meningkatkan kepercayaan diri, motivasi yang lebih tinggi untuk menyelesaikan tugasnya. Beberapa keunggulan dari kooperatif adalah:

1) Segala perbedaan dihargai.

2) Belajar melihat perspektif yang lebih lengkap. 3) Pengembangan kemampuan interpersonal.

4) Mencelupkan anak dalam kegiatan yang mengasyikkan. 5) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik.

Esensi kooperatif adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok menjadi optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Karakteristik dari kooperatif adalah kelompok kecil bekerja sama atau belajar, dan pengalaman belajar.5

Menurut Anita Lie ada beberapa manfaat kooperatif, yaitu:

a) Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan siswa lain.

b) Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan. c) Meningkatkan partisipasi belajar siswa.

d) Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri). e) Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif. f) Meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa:

“Kooperatif adalah suatu variasi pengajaran dimana siswa belajar dalam suatu kelompok-kelompok kecil. Kelompok tersebut saling membantu, saling berdiskusi dan beragrumentasi dalam memahami suatu materi

4

Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, No. 2, 2000, hlm 39.

5


(28)

pelajaran serta bekerja sama dalam mengerjakan tugas atau lembar kerja. Sehingga pembelajaran ini dapat membantu dalam meminimalisir perbedaan pemahaman dan penugasan terhadap materi pelajaran dari setiap individu siswa”.6

Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar dalam kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan positif. 2. Tanggung jawab.

3. Tatap muka.

4. Komunikasi antar anggota. 5. Evaluasi proses kelompok.7

Kelompok kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional. Kelompok tradisional maksudnya adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah, seperti kelompok diskusi, kelompok tugas, dan kelompok belajar lainnya. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat dilihat di bawah ini:

a. Kelompok Kooperatif, yaitu:

1. Adanya saling ketergantungan positif. 2. Adanya akuntabilitas individu.

3. Kelompok heterogen.

4. Terjadinya transfer sikap kepemimpinan.

5. Menekankan pada penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan. 6. Keterampilan sosial diajarkan secara langsung.

7. Guru melakukan observasi dan intervensi.

8. Guru memperhatikan proses belajar sehingga efektif.

b. Kelompok Belajar Tradisional, yaitu: 1. Tidak ada saling ketergantungan positif. 2. Tidak ada akuntabilitas individu.

3. Kelompok homogen.

4. Hanya bergantung kepada satu orang pemimpin.

6Khoirul Anam, … hlm 2. 7

Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang Kelas, Jakarta: Grasindo, 2002, hlm 30.


(29)

16

5. Hanya menekankan pada penyelesaian tugas.

6. Keterampilan sosial hanya diasumsikan dan diabaikan. 7. Guru mengabaikan fungsi kelompok belajar.

8. Guru tidak memperhatikan kelompok belajar.8

2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif

Prinsip-prinsip kooperatif ada 5, yaitu:

a. Saling ketergantungan, yakni anggota kelompok siswa harus mengatakan bahwa mereka memerlukan kerjasama untuk mencapai tujuan.

b. Interaksi berhadap-hadapan, yakni kelompok kecil terdiri dari 2 sampai 4 orang anggota, siswa saling bekerja sama untuk mendapat hasil belajar yang lebih baik, dimana tiap anggota kelompok duduk berhadapan.

c. Kemampuan melapor secara individu, yakni semua anggota kelompok harus mempunyai kemampuan menanggapi suatu masalah, dan mengembangkan ide-idenya untuk keberhasilan kelompok.

d. Menggunakan keterampilan sosial, yakni dalam hal ini guru harus menjelaskan keterampilan sosial sebelum pelajaran dimulai dengan memfokuskan satu keterampilan setiap minggu.

e. Proses kelompok, yakni siswa harus mengevaluasi efektivitas kelompok.9

3. Langkah-Langkah Kooperatif

Terdapat enam langkah utama dalam kooperatif yang terdapat di bawah ini, yakni:

Langkah 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Langkah 2: Menyajikan informasi.

Menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau teks.

Langkah 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efesien.

Langkah 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.

Langkah 5: Evaluasi

8Nurhadi, … hlm 114. 9Asmarawaty, … 39.


(30)

Mengevaluasikan hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya,

Langkah 6: memberikan penghargaan

Memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.10

4. Keterampilan-Keterampilan Dalam Kooperatif

Keterampilan-keterampilan dalam kooperatif berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Keterampilan-keterampilan kooperatif menurut Lundgren tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Keterampilan Tingkat Awal 1) Menggunakan kesepakatan 2) Menghargai kontribusi.

3) Mengambil giliran dan berbagai tugas. 4) Berada dalam kelompok.

5) Berada dalam tugas. 6) Mendorong partisipasi. 7) Mengundang orang lain.

8) Menyelesaikan tugas pada waktunya. 9) Menghormati perbedaan individu. b. Keterampilan Tingkat Menengah

1) Menunjukkan penghargaan dan simpati. 2) Mengungkapkan ketidaksetujuan. 3) Mendengarkan dengan aktif. 4) Bertanya.

5) Membuat rangkuman. 6) Menafsirkan.

7) Mengatur dan mengorganisir. 8) Mengurangi ketegangan. c. Keterampilan Tingkat Mahir

1) Menglaborasi.

2) Memeriksa dengan cermat. 3) Menanyakan kebenaran. 4) Menetapkan tujuan. 5) Berkompromi.11

10

Ibrahim Muslim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA: University Press, 2001, hlm 10


(31)

18

5. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham kontruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran kontruktivistik. Pembelajaran kontruktivistik merupakan proses aktif dari pelajar untuk membangun pengetahuan, bukan hanya bersifat aktif tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahwa yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki pelajar dan ini berlangsung secara mental. Dengan demikian hakikat dari pembelajaran ini adalah membangun pengetahuan.

Cara belajar mengajar di sekolah yang berdasarkan pada teori kontruktivisme adalah cara belajar yang menekankan murid dalam membentuk pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilisator yang membantu keaktifan murid tersebut dalam pembentukkan pengetahuannya.

Suparno menyebutkan ciri-ciri belajar kontruktivisme adalah sebagai berikut:

1. Belajar berarti membentuk makna.

2. Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus.

3. Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-fakta dan menghafalkannya.

4. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pembelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

6. Hasil belajar pembelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. Oleh karena itu, pendekatan kontrutivisme ini guru tidak lagi mengajar siswa apa yang harus dilakukan dan bagaimana dia melakukannya, akan tetapi guru memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengolah informasi. Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan. Von Glaserfeld menjelaskan:

“Bagaimana pengaruh kontruktivisme terhadap belajara dalam kelompok. Menurut dia, dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan


(32)

dibuatnya dengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan menciptakan refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan dilakukan. Selanjutnya, ini akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi. Usaha menjelaskan sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkensistensi pandangan mereka sendiri”.

Mengerti bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akan meningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan mencari jalan, jika ia menemukan jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya juga. Ketidakkonsistenan dan kesahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap kurang meyakinkan dibandingkan ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkat harga diri mereka.

Menurut Driver dan kawan-kawan, bahwa “Konstruktivisme sosial menekankan bahwa belajar berarti dimasukkannya seseorang ke dalam dunia simbolik”. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukkan makna adalah dialog antar pribadi. Belajar merupakan proses masuknya seseorang dalam kultur-kultur orang yang terdidik. Dalam hal ini, pelajar tidak hanya memberikan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsep-konsep dan model-model pengetahuan konvensional. Oleh sebab itu, guru berperan penting karena mereka menyediakan kesempatan yang cocok dan prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa dan berdialog dan berinteraksi dengan para ahli, dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan dengan mastarakat pengguna hasil ilmiah akan sangat membantu merangsang mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teori yang mendasari, menurut Slavin ada 2 katEgori, yaitu teori motivasi dan teori kognitif.

1. Teori Motivasi.

Menurut teori motivasi yang diungkapkan Slavin, “Motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif awalnya terletak pada bagaimana bentuk reward


(33)

20

dan struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan”. Sturktur tersebut terdiri atas 3 macam, yaitu:

a. Kooperatif

Tujuan setiap individu menyumbang tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan berhasil jika siswa yang lain ikut terlibat. b. Kompetitif

Tujuan individu membuat frustasi pencapaian individu lain. Siswa yakin mereka akan mencapai tujuan mereka jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.

c. Individualistik

Tujuan setiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut.

Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif akan menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri hanya apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, setiap anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya agar berhasil.

Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerja di dalam kelompoknya, sehingga dapat terjadi ikatan kerja sama dan ikatan yang sosial yang kuat antar anggota kelompok. Setiap anggota memberikan kontribusinya dalam mengerjakan tugas dalam kelompok tersebut. Hal ini menandakan kebutuhan siswa unuk diterima dan dihargai serta dapat mewujudkan diri sendiri, sehingga kondisi ini dapat dihargai serta dapat memotivasi siswa untuk lebih semangat dalam belajar.

Motivasi terdiri dari 2 katagori, yaitu:

a. Motivasi ekstrensik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya rangsangan dari luar.

b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang tersebut.


(34)

Jadi teori motivasi tentang pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada sejauh mana tujuan-tujuan kooperatif berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam melaksanakan kerja akademik. Sehingga tujuan yang ingin dicapai akan lebih berhasil untuk meningkatkan proses pembelajaran yang lebih baik.

2. Teori Kognitif

Teori kognitif menekankan pengaruh bekerja dalam suasana kebersamaan di dalam kelompok itu sendiri. Teori kognitif dapat dikelompokan dalam dua kategori yaitu:

a. Teori Perkembangan

Hal yang ingin dijelaskan dalam teori perkembangan adalah bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep yang sulit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Damon dan Muray yang mengatakan bahwa:

“The fundamental assumption of the developmental theories is that interaction among children around appropriate tasks increases their mastery of critical concepts.”

b. Teori Elabolasi Kognitif

Pandangan teori ini menyatakan bahwa agar informasi dapat disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada, maka siswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur atau elabirasi kognitif atas suatu materi. Hal ini seperti yang diungkapkan Wittrock bahwa:

“Research in cognitive psychology has found that if information is to be retaired in memory and related to engage in some sorf of cognitive restructuring or elaboration of the material.” (Di dalam psikologi kognitif telah ditemukan bahwa jika informasi yang telah tersimpan dalam ingatan dan selanjutnya dihubungkan dengan informasi yang baru, maka siswa harus melakukan penstrukturan kembali kognitifnya).


(35)

22

Ketika siswa melakukan kembali pengetahuannya tersebut dengan pengetahuan yang telah ada sehingga siswa tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik.

Pada pembelajaran kooperatif, di dalam kelompok akan terjadi tutorial diantara dimana siswa yang lebih menguasai konsep atau materi pelajaran akan memberikan penjelasan kepada siswa lain dalam kelompoknya. Ketika seorang siswa menjadi tutor, ia akan mentransfer pengetahuannya kepada siswa lain, sehingga siswa tersebut akan memperoleh suatu pemahaman yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Peningkatan pemahaman juga terjadi pada siswa yang diberikan penjelasan (tutee). Sehingga keduanya akan memperoleh peningkatan pemahaman terhadap suatu materi.


(36)

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu,

paedagogik. Paes berarti anak, gogos artinya membimbing atau tuntutan, iek

artinya ilmu. Jadi pengertian paedagogik adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang artinya proses pertumbuhan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, pembuatan, dan cara mendidik”.

Menurut Amier Dien Inderakusuma, “Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa”12. Adapun menurut Arifin, “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non-formal”. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan adalah memberikan tuntunan kepada anak yang memiliki kekuatan kodrat agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidupnya”. Menurut Prof. Dr. Zakiah Derajat adalah sebagai berikut:

“Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran -ajaran agama Islam berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didikan agar nantinya setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak”.

Dari uraian-uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam ialah usaha yang diarahkan kepada pembentukkan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam, supaya kelak menjadi manusia yang cakap

12


(37)

24

dalam menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhoi Allah SWT sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan utama dalam pendidikan agama Islam ialah pembentukkan moral. Dengan menanamkan akhlak yang mulia berarti menanamkan kepada mereka untuk menghindari hal-hal yang tercela yang dapat merusak moral dan melanggar ketentuan ajaran-ajaran Islam, kemudian membiasakan diri untuk melakukan hal-hal yang terpuji dan menuju kepada ketakwaan. Dengan kata lain tujuan pendidikan agama Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yakni manusia diciptakan atau tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat kelak, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56













ﺖ ﻴ

׃

“Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada-Ku”.(QS. Adz-Dzariyat:56)

Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam yang telah dikemukakan di atas terlihat bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam mempunyai cakupan yang lebih luas, yang pada akhirnya tertumpu pada penyerahan diri secara total hanya kepada Allah SWT dan erbentukknya akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang disebut dengan kepribadian muslim sebagai tujuan akhir dari pendidikan Islam.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebab dengan pendidikan agama dapat mendorong seseorang untuk bertakwa kepada Allah SWT serta memiliki ilmu pengetahuan, dapat mengembangkan kemampuan


(38)

diri, bermasyarakat dan dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

a. Metode Pendidikan Agama Islam

Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Menurut Jalaludin dan kawan-kawan, “Metode dapat diartikan sebagai cara menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik (peserta didik)”.13

Tujuan menggunakan suatu metode yang paling tepat dalam pendidikan agama Islam adalah untuk memperoleh efektivitas dari kegunaan metode itu sendiri.14 Efektivitas bisa diketahui dari kesenangan pendidik yang memakainya di satu pihak, serta tumbuhnya minat dan perhatian peserta didik dilain pihak dalam proses kependidikan dan pengajaran. Kedua belah pihak timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan bahwa ada yang dikerjakan itu bermanfaat bagi mereka.

Dalam menentukan metode harus disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, kondisi serta keadaan peserta didik. Ada empat hal yang menjadi dasar pertimbangan memilih metode pendidikan agama Islam, yaitu:

1. Dasar agama, meliputi pertimbangan al-Qur’an dan sunah Nabi SAW serta, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan oleh para sahabat Nabi dan para ulama.

2. Dasar sosiologi, meliputi pertimbangan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak.

3. Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap, keinginan, bakat dan intelektual anak didik.

4. Dasar sosio, meliputi pertimbangan sosial di lingkungan anak didik.15

13

Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994, hlm 2.

14

H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, cet ke 2, hlm 521.

15

Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet ke 2, 1996, hlm 52.


(39)

26

Sesuai dengan kekhususan-kekhususan yang ada pada bahan atau materi pendidikan agama Islam, baik sifat maupun tujuan, maka diperlukan metode-metode yang sesuai antara satu materi dengan materi yang lain. Dengan tetap berpedoman bahwa metode yang digunakan harus tepat guna agar dapat menunjang kelancaran pencapaian tujuan pembelajaran.

Dalam pendidikan Islam, menurut Abdullah Nashih Ulwan, metode harus bersumber dari al-Qur’an dan Sunah, karena pada keduanya terdapat metode tersebut. Diantara metode tersebut adalah:

a. Metode pemberian contoh dan teladan. Metode pemberian contoh sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial peserta didik. Hal ini karena pendidik adalah figur dalam pandangan peserta didik, yang segala tingkah lakunya disadari atau tidak ditiru. Allah SWT telah mengajarkan bahwa Rasul SAW yang diutus mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual, sehingga umat Islam meneladaninya.

b. Metode bercerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasihat. Metode ini mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal dengan mengemukakan argumentasi yang logis. Al-Qaur’an memakai metode ini dibeberapa tempat, lebih-lebih dalam berita tentang Rasul SAW dan kaumnya. Allah SWT telah menceritakan kepada Rasul cerita-cerita yang baik, tentang kejadian-kejadian yang baik sebagai cermin bagi umat manusia dan menjadi peneguh Rasul SAW.

c. Metode pemberian nasihat. Dengan nasihat dapat membukakan mata hati peserta luhur, menghiasinya dengan akhlakul karimah, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.

d. Metode pemberian hadiah dan hukuman. Manusia tidak bisa hidup tanpa hukum, bagi mereka yang bersalah akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Dan bagi mereka yang mengerjakan kebajikan akan mendapatkan pahala yang setimpal.

e. Metode diskusi. Metode ini bertujuan untuk merangsang peserta didik berfikir dan mengeluarkan pendapat sendiri serta ikut menyumbangkan


(40)

pikiran dalam satu masalah bersama yang terkadang banyak kemungkinan-kemungkinan jawabannya. Allah SAW mengajarkan agar segala sesuatu dipecahkan dasar musyawarah.

f. Metode tanya jawab. Metode ini digunakan untuk mengenalkan pengetahuan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian anak dengan berbagai cara (sebagaimana apresiasi, selingan, dan evaluasi). Inti ajaran Islam disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan melalui tanya jawab. Demikian pula pengangkatan Mu’adz bin Jabal untuk menjadi hakim di Yaman melalui tanya jawab yang diajarkan Rasul SAW sekaligus merupakan contoh pemakaian metode tanya jawab dalam pendidikan agama Islam.16 Menurut Al-Ghazali, seorang pendidik agar memperoleh sukses dalam tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta arah yang tepat arah. Diantaranya lebih menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik, diantaranya adalah:

1. Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri.

2. Guru tidak boleh mengharapkan upah dari pekerjaannya, karena mendidik merupakan pekerjaan mengikuti Rasul SAW yang nilainya lebih tinggi dari harta.

3. Guru harus memberi nasihat kepada muridnya agar menuntut ilmu tidak untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan sendiri. Melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4. Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat. 5. Guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata

anak didik sehingga anak didik senang untuk mencontoh tingkah lakunya. 6. Guru harus mengajarkan apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan

anak.

7. Guru harus mengamalkan ilmunya.

8. Guru harus memahami jiwa anak didiknya.

9. Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya sehingga akal pikirannya tunduk kepada ajaran agama.17

16

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani, 1955, cet ke 1, hlm 1.

17


(41)

28

4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar-dasar yang digunakan dalam pendidikan agama Islam adalah:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah hakim Allah SWT yang diturunkan kepada pilihan

-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW berisi prinsip-prinsip dasar yaitu akidah dan syari’ah dan sebagai rujukan dan sumber hukum yang pertama dan utama.

Muhammad Fathil Al-Jamali, mengatakan “Pada hakikatnya al-Qur’an itu adalah merupakan pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama dalam bidang kerohanian. Al-Qur’an pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak dan spiritual kerohanian)”.

Dan Al-Nadwi mempertegas dengan menyatakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran umat Islam itu haruslah sumber pada akidah Islamiyah, menurutnya lagi kepada al-Qur’an dan Hadist, maka pendidikan itu bukanlah pendidikan agama Islam, tetapi pendidikan asing”.18

Al-Qur’an sebagai pendidikan agama Islam, maka berarti semua

aktivitas pendidikan agama Islam harus berorientasi pada penjabaran isi al-Qur’an itu sendiri. Keistimewaan al-Qur’an selain sebagai pegangan, acuan hidup muslim, ia juga adalah kitabullah yang berlaku untuk setiap masa dan tempat.

2. Sunnah

Setelah al-Qur’an, pendidikan agama Islam menjadikan sunnah sebagai dasar dan sumber hukumnya. Secara harfiah, sunah berarti jalan, metode dan program. Sedangkan istilah, sunah adalah sejumlah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih, baik itu berupa perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai dan dibenci, peperangan, tindak-tanduk dan seluruh kehidupan Nabi SAW pada hakikatnya.

Seluruh amalan yang dikerjakan oleh Rasul SAW dalam proses perubahan sikap hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan agama

18


(42)

Islam, karena Allah SWT menjadikan hidup Nabi SAW sebagai tauladan bagi umatnya.19

3. Sikap dan Perbuatan Para Sahabat

Sikap dan perbuatan para sahabat Nabi SAW dijadikan sumber pendidikan agama Islam karena Allah SWT sendiri di dalam al-Qur’an memberikan pernyataan yaitu dalam QS. At-Taubah: 100.































































Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Dengan demikian sudah jelas bahwa perkataan dan sikap para sabahat Nabi SAW dapat dijadikan sebagai acuan dalam pendidikan Islam. Sebagai salah satu contoh adalah perilaku Umar bin Khattab yang terkenal dengan sifat jujur, adil, cakap, berjiwa demokratis dapat dijadikan panutan masyarakat.20

4. Ijtihad

Ijtihad dijadikan sumber pendidikan karena al-Qur’an dan Hadits, menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Ijtihad ini terasa sekali hubungan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan beranjaknya

19

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, cet ke 2, 1996, hlm 31.


(43)

30

Islam mulai keluar tanah Arab karena situasi dan kondisinya banyak berbeda di tanah Arab.

Majlis Mudzakarah Al-Azhar menetapkan bahwa “Ijtihad adalah jalan yang dilalui dengan memberikan semua daya dan kesungguhan oleh akal melalui ijma’, iyas, istihshan, dan dzon (mendekati keyakinan) untuk mengistimbathkan hukum dari dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits untuk menentukan bahas yang dikehendaki”.

Ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah “Mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci”.21

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh ahli hukum Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur’an dan Hadits kebanyakan global, maka sering dengan perkembangan zaman dan kebanyakan permasalahan yang muncul, maka dalam hal ini ijtihad sangat diperlukan, begitu juga dalam lapangan pendidikan yang tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Tapi penggunaan ijtihad ini biasa dijadikan dasar pendidikan dengan catatan selama tidak bertentangan dengan dasar pokok.

5. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam

Dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya Pendidikan Agama Islam tersebut. Faktor-faktor pendidikan itu ada 5 macam, dimana faktor yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat, yaitu:

1. Anak Didik

Faktor anak didik adalah merupakan salah satu faktor pendidikan yang paling penting, karena tanpa adanya faktor tersebut, maka pendidikan

21

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet ke 2, 1997, hlm 45.


(44)

tidak akan berlangsung. Oleh karena itu, anak didik tidak dapat digantikan oleh faktor lain. Dikalangan para Paedagogiek timbul suatu problem, tentang apakah benar anak itu dapat dididik. Dalam menjawab problem tersebut, maka timbul 3 aliran, yakni:

a. Aliran Nativisme, yang berpendapat bahwa: anak sejak lahir telah mempunyai pembawaan yang kuat, sehingga tidak menerima pengaruh buruk dari luar. Baik buruknya anak itu sangat ditentukan oleh pembawaan, bukan tergantung kepada pengaruh dari luar. Karenanya maka pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakikatnya yang memegang peranan adalah pembawaan. Aliran ini dikemukakan oleh Scorpenhaeur dari Jerman.

b. Aliran Empirisme, yang berpendapat bahwa: pendidikan adalah mempunyai pengaruh tidak terbatas, karena anak-anak didik itu diibaratkan dengan sehelai kertas yang masih putih bersih, yang dapat ditulis sesuai dengan kehendak si Penulisnya. Baik buruknya seorang anak tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Aliran ini dikemukakan oleh John Locke.

c. Aliran Convergensi, yang merupakan perpaduan antara dua aliran di atas, yang berpendapat bahwa: perkembangan jiwa anak adalah tergantung pada dasar dan ajar, atau tergantung pada pembawaan dan pendidikan, dimana keduanya peranan yang sama pentingnya dalam perkembangan periodik anak.

Dari 3 aliran tersebut maka aliran convergensi segi penyesuaiannya dengan ajaran Islam, dimana menurut ajaran Islam dikatakan bahwa pada anak tersebut telah mempunyai pembawaan untuk beragama yang dikenal dengan “fitrah”, kemudian fitrah tersebut akan berjalan ke arah yang benar bilamana memperoleh pendidikan agama dengan baik dan mendapatkan pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.

Tinjauan terhadap faktor anak didik dari beberapa segi akan membuktikan, bahwa anak dalam jiwanya telah ada kesiapan untuk menerima pendidikan agama.


(45)

32

a. Tinjauan dari segi ajaran Islam.

Dalam al-Qur’an maupun Hadits telah disebutkan bahwa manusia sejak lahir telah dibekali oleh Allah SWT dengan adanya fitrah beragama. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 30 yang berbunyi :















































“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadist Nabi SAW yang berbunyi :

“Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi”.

Dari ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan tergantung kepada pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama pula. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang telah dibawa itu tidak dipupuk dan dibina, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran agama Islam tersebut paralel dengan aliran convergensi yang mengaku adanya pembawaan dan perlunya ada pendidikan.


(1)

5. Prestasi belajar

perbedaan pendapat dan konflik.

3. Siswa dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam kelas.

4. Dengan adanya bimbingan belajar di sekolah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam kelas.

1. Nilai raport semester ganjil 2009/2010 kelas V

24

25

1


(2)

No. Nama Pengarang BAB Footnote Hal

Dosen Pembimbing

I

Dosen Pembimbing

II 1. Perdy Karuru, Penerapan

Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk

Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, No. 045 Tahun ke-9, 2005.

I 1 2

2. UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. ke-1.

I 2 2

3. Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

I 3 2

4. DepDikNas, Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004.

I 4 5

5. Perdy Karuru… I 5 5

6. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997, cet. ke-1.

I 6 7

7. Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan

Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004.

I 7 7

8. Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006.

I 8 7

9. Khoirul Anam, Implementasi Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi,


(3)

vol 3, no. 2, 2000.

10. Supratama, Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan

Cooperatif Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, no. 1, 2001.

II 2 13

11. Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT. Grasindo, 2001.

II 3 13

12. Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, no. 2, 2000.

II 4 14

13. Nurul Astutik… II 5 14

14. Khoirul Anam… II 6 15

15. Anieta Lie, Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang Kelas, Jakarta : Grasindo, 2002.

II 7 15

16. Nurhadi … II 8 16

17. Asmarawaty … II 9 16

18. Ibrahim Muslim,

Pembelajaran kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana, UNESA : University Press, 2001.

II 10 17

19. Perdy Karuru … II 11 17

20. Drs. Amier Dien

Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang.

II 12 23

21. Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994.

II 13 25

22. H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


(4)

1996, cet 2.

23. Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet 2, 1996

II 15 25

24. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani, 1995, cet 1.

II 16 27

25. H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

II 17 17

26. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet 1.

II 18 28

27. Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insan Press, cet 2, 1996

II 19 28

28. Ramayulis … II 20 29

29. Abdul Wahab Khallaf,

Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet 2, 1997.

II 21 29

30. Dra, H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983.

II 22 43

31. DepDikNas … II 23 44

32. Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Rake Press, 1975, cet 2.

II 24 44

33. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988.

II 25 45

34. Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD, 1989.

II 25 45

35. Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1997.

II 27 45

36. H.Y. Waluyo, Penelitian


(5)

Jakarta: Karunika UT, 1987, cet 1.

37. Alisuf Sabri, Psikologi

Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet 1.

II 29 48

38. Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995, cet 2.

II 30 48

39. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan

Pendekatan baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002, cet 7.

II 31 48

40. Tohirin,Psikologi

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, cet 1.

II 32 48

41. Muhibbin Syah .. II 33 49

42. Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2003, cet 4.

II 34 49

43. Aminnudin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajar, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, cet 4.

II 35

50

44. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet 1.

II 36 50

45. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

II 37 50

46. Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004, cet 2.

II 38 51

47. Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga,


(6)

u’ cyng ubbun

Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet 6.

48. Alisuf Sabri… II 40 51

49. M. Sobri Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007, cet 2.

II 41 51

50. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007 cet 4.

II 42 53

51. Slameto… II 43 54

52. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet 2.

II 44 55

53. S. Nasution, Didaktik, Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet 1

II 45 55

54. Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya,2005 cet 7.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Kecerdasan Spiritual Siswa SMP PGRI 2 Ciputat

15 113 114

Hubungan motivasi belajar dengan hasil belajar pendidikan agama islam siswa kelas V di sdn kedaung kaliangke 12 pagi

6 106 71

Kontribusi pembelajaran pendidikan diniyah terhadap prestasi pendidikan agama islam siswa pada SDN 03 Pagi Kemanggisan Jakarta Barat

3 34 97

Hubungan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Ketataatan Beribadah Siswa : Studi Kasus SMP YPI Bintaro

0 4 106

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

1 5 18

PENGANTAR HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

0 0 8

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN METODE AMTSAL DI SDN PURWOTOMO NO. 97 Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Metode Amtsal Di SDN Purwotomo No. 97 Surakarta.

0 0 13

PROBLEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN 01 SUMBERBNDUNG PRINGSEWU

1 6 102

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DENGAN PRESTASI BELAJAR BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 0 125

HUBUNGAN ANTARA PERAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMPN I SLIYEG KABUPATEN INDRAMAYU - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 31