13
suatu dari masalah yang akan diteliti. Adapun system penulisan skrispi ini sebagai berikut :
Bab pertama : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan tekhnik penulisan,
review kajian terdahulu dan sistematika penulisan. Bab kedua
: Tinjauan Umum Tentang Kewarisan harta pusako yang meliputi; Kewarisan menurut hukum Islam, kewarisan
menurut adat Minangkabau, dan Pemanfaatan harta pusako Bab ketiga
: Kondisi Objektif Kecamatan Banuhampu yang meliputi; Tinjauan Umum dan Sejarah Singkat, Geografis dan
Demografis, Agama, Pendidikan, Sosial Budaya dan Adat Istiadat dan Nagari Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu
sebagai sampel penelitian. Bab keempat
: Posisi Harta Pusako Tinggi di Masyarakat Nagari Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam Sumatera
Barat, Peranan Harta Pusako tinggi, Faktor-faktor dan Penyebab Bergesernya Harta Pusako Tinggi, dan Analisa
Penulis terhadap Pergeseran kewarisan Harta Pusako Tinggi. Bab Lima
: Bab Penutup, dalam bab ini penulis berupaya menyimpulkan dari analisa dan pembahasan di bab-bab sebelumnya, terakhir
beberapa saran atau rekomendasi.
14
14
BAB II KEWARISAN HARTA PUSAKO TINGGI
A. Kewarisan Menurut Hukum Islam
1. Pengertian
Dalam hukum islam, kewarisan dikenal dengan istilah ilmu faraidh atau dengan ilmu mirast. Dalam bahasa arab, kata faraidh menunjukkan jamak
dari bentuk bentuk tunggal faridah yang berarti satu ketentuan atau bagian- bagian tertentu. Sedangkan kata al-miraasts dalam bahasa arab merupakan
bentuk masdar dari kata waratsa-yaritsu-irtsan-wamiiraatsan. Secara epistimologi miraasts berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada
orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain sesuatu ini bersifat umum, bisa bersifat harta atau ilmu keluluhan.
1
Sedangkan secara terminology memiliki beberapa defenisi pula, di antaranya :
a. Hak-hak kewarisan yang jumlahnya telah ditentukan secara pasti dalam al-
Qur’an dan sunnah nabi. b.
Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian
yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak waris.
2
1
M. Ali. Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, t.th, h. 1
2
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-zhar, Hukum Waris Terlengkap, Jakarta: CV Kuwait Media Gressindo, h. 13
15
c. Pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia
kepada yang masih hidup baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian-
bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian harta peninggalan tersebut.
Kewarisan merupakan bentuk dasar dari kata waris yang mendapatkan imbuhan ke- dan akhiran
–an. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin di dalam bukunya hukum kewarisan islam, hukum kewarisan islam adalah seperangkat
peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup
yang diakui dan diyakini berlaku dengan mengikat untuk semua yang beragama islam.
2. Dasar Hukum
Al- Qur’an menjelaskan ketentuan-ketentuan faraidh ini jelas sekali, Allah
berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 7 yang berbunyi :
Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. An-Nisa: 7
3
3
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Kumudasmoro
Grafindo, 1994, h. 116
16
Sedangkan sumber hukum kewarisan islam dari Al-Hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a :
4
Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata: bersabda Raulullah Saw, bagilah harta warisan diantara ahli waris sesuai dengan ketentuan kitabullah. HR.
Muslim.
Ijma dan ijtihas para sahabat imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil sumbangannya terhadap
pemecahan-pemecahan masalah waris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih, misalnya:
a. Status saudara-saudara yang mewarisi sama-sama dengan kakek. Dalam al-
Qur’an hal ini tidak dijelaskan yang dijelaskan adalah status saudara-saudara bersama-sama dengan ayah atau bersama-sama dengan laki-laki yang dalam
keadaan ini mereka tidak mendapat apa-apa lantaran hijab kecuali dalan kalalah mereka mendapatkan. Menurut kebanyakan pendapat sahabat dan
imam-imam mazhab yang mengutip pendapat Zaid bin Tsabit, saudara- saudara tersebut mendapat pusako secara muqasamah dengan kakek.
b. Status cucu yang ayahnya lebih dulu mati daripada kakek yang bakal diwarisi
yang mewarisi bersama-sama dengan saudara-saudara ayah. Menurut
4
Abu Husain Muslim Ibnu Al-hajjaj Al-husyairy Al-naisabury, Sahih Muslim, Juz III. Indonesia: Maktabah Daklan, t.th h.1234