Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Dalam rumusan Islam terkesan lebih sistematis, demokratis dan lebih adil dalam pembagian harta dan kewarisan. Terlepas apakah tokoh sekarang ini mulai
banyak mempertanyakan keadilan sistim waris Islam tersebut karena menilai bagian perempuan dirasa lebih sedikit dari bagian lai-laki. Namun, sistem waris
Islam ini pada masanya merupakan sebuah terobosan besar dalam sistem pembagian harta dan warisan. Bahkan, lebih jauh agama pertama yang
mengusung hak-hak perempuan di saat peradaban-peradaban dan agama lain tidak memandang atau tidak menghargai perempuan sebagai manusia yang seutuhnya.
3
Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur dengan sebaik-baiknya. Al-
Qur’an menjelaskan dan merinci detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorangpun. Pembagian
masing-masing ahli waris baik itu laki-laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam al-
Qur’an. Firman Allah SWT : “ surat an-nisa ayat 11”.
ke-7 Masehi seringkali menjadikan wanita sebagai sesajen bagi para dewa. Hak hidup istri berakhir saat suaminya meninggal: istri harus dibakar hidup-hidup saat mayat suaminya dibakar. Ajaran Budha,
memastikan perempuan selalu tunduk pada laki-lakibahkan seorang ibu mesti tunduk kepada anak laki-lakinya. Jika istri mandul maka ia akan diceraikan begitu saja, sebab perempuan diperlukan hanya
untuk melahirkan saja. Perempuan digambarkan sebagai makhlut jahat, kotor dan dipergunakan sebagai alat saja. Dalam peradaban Cina, terdapat petuah-petuah yang tidak memanusiakan
perempuan. Ajaran Yahudi menuduh perempuan sebagai sumber laknat dan fitnah karena Hawa menjadi penyebab Adam terusir dari surge. Dan anak perempuan boleh dijual jika si ayah tidak
memiliki anak laki-laki. Tradisi nasrani tidak jauh berbeda, dalam konsili yang diadakan pada abad ke- 5 Masehi dinyatakan, bahwa perempuan tidak memiliki ruh yang suci. Selanjutnya, pada abad ke-6
Masehi Konsili menyimpulkan bahwa perempuan adalah manusia yang semata-mata diciptakan untuk melayani laki-laki. Lihat Quraish Shihab, Wawasan Al-
Qur’an. Bandung: Mizan, 1966, cet ke-II, h. 296-297., dan Jeanne Becher, Perempuan, Agama, dan Seksualitas Studi tentang Pengaruh Berbagai
Ajaran Agama Terhadap Perempuan, Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 2004, cet. Ke-2, h. 214.
3
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaaraan Jender Perspektif Al- Qur’an, Jakarta:
Paramadina, 2001, cet II, h. 94.
4
Sementara masyarakat yang memakai sistem matrilineal seperti Minangkabau; warisan diturunkan kepada kemenakannya, petitih adat
Minangkabau mengatakan “dari niniak mamak, dari mamak ke kamanakan” dari
nenek ke mamak, dari mamak ke kemenakan. Pengertian nenek moyang, sudah tentu berdasarkan sistim matrilinial, yaitu dari mamak, dari mamak ke kemenakan
ialah turunnya hak waris dari sako dan pusako saka dan pusako.
4
Berdasarkan sistem kekerabatan Minangkabau yang matrilinieal tersebut, seorang lelaki Minangkabau dalam fungsinya sebagai mamak saudara laki-laki
ibu mempunyai tanggung jawab untuk memelihara anak-anak dari saudara perempuannya. Bahkan dapat dikatakan hubungan seorang mamak dengan para
kemenakan anak dari saudara perempuannya secara adat jauh lebih kuat dari hubungan seorang ayah dengan anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari aturan
adat yang menetapkan para kemenakanlah yang nantinya mewariskan harta warisan dan kedudukan adat sako dan pusako seorang mamak.
5
Adat Minangkabau mempunyai bentuk kewarisan tersendiri, ketentuan adat Minangkabau mengenal dua macam harta yang akan diwariskan, yaitu:
Harta Pusako Tinggi dan Harta Pusako Rendah. Harta pusako tinggi diwariskan secara turun temurun kepada suatu kaum, sedangkan harta pusako rendah adalah
hasil pencaharian seseorang dan diwariskan menurut hukum Islam Faraidh.
4
A.A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat Kebudayaan Minangkabau, Jakarta: Grafiti Pres, 1984, h. 160-161.
5
A.A Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat Kebudayaan Minangkabau, h. 161.
5
Beberapa azas pokok kewarisan Minangkabau itu akan dituangkan dalam penjelasan sebagai berikut:
6
1. AzasPrinsip Unilateral
Unilateral yang dimaksud di sini adalah hak kewarisan hanya berlaku dalam satu garis kekerabatan, dan satu garis kekerabatan di sini ialah garis
kekerabatan melalui ibu. Harta pusako yang diterima dari nenek moyang hanya diturunkan kepada pihak perempuan, tidak ada yang melalui garis laki-
laki baik ketas maupun kebawah. Dengan demikian, maka yang dianggap keluarga adalah kelompok tertentu yang disebabkan oleh kelahiran
perempuan. Susunan keluarga menurut pemahaman ini adalah, ibu nenek ; ke atas lagi yaitu ibunya nenek. Ke samping ialah laki-laki dan perempuan yang
dilahirkan oleh ibu, dan laki-laki dan perempuan yang dilahirkan oleh ibunya ibu. Ke bawah adalah anak, baik laki-laki atau perempuan dan seterusnya.
2. Azas Kolektif
Azas ini mengandung maksud bahwa yang berhak atas harta pusako bukanlah orang perorang, melainkan suatu kelompok secara bersama-sama.
Merujuk kepada azas ini, maka harta tidak dibagi perorangn, hanya diberikan kepada kelompoknya dalam bentuk utuh tidak terbagi.
3. Azas Keutamaan
Maknanya, dalam penerimaan harta pusako atau menerima peranan untuk mengurus harta pusako, ada tingkatan-tingkatan hak yang menyebabkan
6
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1982, h.75
6
suatu pihak lebih berhak dibandingkan dengan yang lain, dan selama yang lebih berhak itu maka yang lain akan belum menerimanya.
Dalam ketentuanya pewarisan Harta pusako tinggi di Minangkabau jika ibu meninggal, maka yang mendapatkan warisan adalah anak perempuannya saja.
Sedangkan jika yang meninggal itu adalah sang bapak, maka yang menjadi ahli waris bukanlah anak kandungnya, melainkan anak-anak saudara wanita si bapak
tersebut atau para kemenakannya ynag perempuan. Jadi dalam sistem pewarisan menurut adat Minangkabau harta pusako
tinggi anak lelaki tidak mendapatkan bagian harta warisan. Pada masyarakat Minangkabau, dengan mengingat bahwa sistem pewarisannya adalah kolektif,
maka harta warisan itu adalah harta milik dari satu keluarga atau kelompok. Barang-barang yang demikian hanya dapat dipakai saja ganggam bauntuak
7
oleh segenap warga keluarga yang bersangkutan, dan tidak dapat dimiliki oleh warga keluarga itu secara individual. Jadi, para anggota keluarga itu hanya
mempunyai hak pakai saja.
8
Harta pusako tinggi ini tidak boleh diperjual - belikan dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusako tinggi hanya dapat dilakukan setelah ada
permusyawarahan diantara petinggi kaum, diutamakan digadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga digadaikan kepada suku yang lain.
7
Ganggam Bauntuak genggam Beruntuk, merupakan istilah yang dipakai orang Minangkabau dalam perihal kewarisan yang artinya, harta itu dimilik secara bersama-sama dan tidak
boleh dibagi untuk pribadi kaum.
8
Amir Syarifudidin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1982, h. 269.
7
Tergadainya harta pusako tinggi ini karena 4 hal yaitu : “Gadih gadang indak balaki, Mayik tabujua diateh rumah, Rumah gadang katirisan,
Mambangkik batang tarandam ”. Perawan tua yang tidak bersuami, mayat
terbujur di atas rumah, rumah besar bocor, membongkar kayu terendam. Kemudian yang menjadi pertanyaan, dewasa ini seiring berjalannya waktu
kedudukan harta pusako tinggi tidak hanya digadaikan namun sudah ada yang diperjual belikan. Kenapa harta pusako tinggi ini diperjual belikan?, apakah orang
Minangkabau sudah tidak lagi menjunjung adat istiadat budaya Minangkabau yang mana harta pusako tinggi itu tidak boleh diperjualbelikan? Apakah yang
melatarbelakangi sebagian masayarakat Minangkabau memperjual belikan harta pusako tinggi? Apakah ada titik temu atas permasalahan jual beli harta pusako
tinggi? Atau mungkin masyarakat Minangkabau sudah melupakan adat istiadat Minangkabau yang mana harta pusako tinggi hanya boleh digadaikan dan tidak
boleh untuk diperjualbelikan? Dari berbagai penjelasan dan pertanyaan di atas penulis tertarik untuk
mengangkat tema besar tersebut kedalam sebuah skripsi dengan judul: ”Pergeseran Hukum Waris Adat Minangkabau Jual Beli Harta Pusako
Tinggi di Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam Sumatera Barat”
8