Pembagian Warisan Menurut Al-Qur’an Al- Furudl Muqaddarah

23 c. Bagian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu Dalam surah An- Nisa ayat 12 yang berbunyi:                           … Artinya:..Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai saudara laki-laki seibu saja, maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta, tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu… Ayat di atas dapat dipahami, bahwa saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam apabila ia sendiri. Akan tetapi apabila dua orang atau lebih saudara laki-laki seibu, ia mendapat sepertiga. Apabila seorang saudara laki-laki seibu bersama-sama seorang saudara perempuan seibu mereka membagi 2:1 dari bagian 13. 15 Menurut al-Maragy, saham yang sama antara saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu karena keduanya menggantikan kedudukan ibu konsekuensinya ia mendapat saham sesuai dengan saham ibu. 16 d. Bagian saudara perempuan sekandung Bagian saudara perempuan sekandung dapat dipahami dari surah An- Nisa ayat 176 yang berbunyi: 15 Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Beirut: Darul Fiqr, 1973, h. 109. 16 Ibid, h. 109 24 ...                                       .. Artinya :…Jika seseorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkan, dan saudaranya yang laki-laki mempusakoi seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka ahli waris itu sendiri dari saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian dari saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan … QS. An-Nisa: 176. Penjelasan ayat ini adalah apabila seorang saudara perempuan maka baginya 12 , akan tetapi apabila bersam-sama dengan saudara laki-laki maka bagiannya adalah 2:1. e. Bagian saudara perempuan ayah Dasar hukum saudara perempuan kandung seayah menjadi ahli waris adalah sama dengan saudara perempuan sekandung yaitu surah An-Nisa ayat 176. Dengan demikian bagiannya juga sama kecuali menurut Rasyid Ridha apabila saudara perempuan sekandung, maka saudara perempuan seayah mendapat 16 sebagai pelengkap. f. Bagian suami istri Hal ini ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 12. Dalam surat tersebut dikatakan, suami mendapat bagian ½ apabila tidak ada anak, jika ada anak 25 suami mendapat bagian ¼ jika tidak ada anak isteri mendapat bagian 14, dan jika ada maka istru mendapat 18. Dalam pembahasan Furudul Muqaddarah disebutkan juga ahli waris yang berhak mendapatkan warisan apabila tidak terhijab, baik laki-laki maupun perempuan yang berjumlah tujuh belas 17 orang. Sepuluh 10 di antaranya adalah laki-laki dan tujuh 7 orang perempuan. Ahli waris laki-laki terdiri dari anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah, ayah, kakek terus ketas, saudara laki-laki, anak saudara laki-laki, paman, anak paman, suami, orang yang memerdekakan budak. Sedang ahli waris perempuan ialah; anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, nenek, saudara perempuan, istri, orang perempuan yang memerdekakan budak. Jika ketujuh belas ahli waris itu ada, dalam hal pembagian harta warisan, maka yang berhak menerima warisan hanya lima orang yakni; ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suamiistri. Hal ini disebabkan karena kelima ahli waris tersebut yang paling dekat dengan pewaris dan ahli waris tersebut tidak bisa terhijab dengan hijab hirman.

B. Harta Pusako Menurut Hukum Adat Minangkabau

1. Masyarakat dan Problematika Adat Minangkabau

Secara struktural orang minang selalu menjadikan adat minangkabau menjadi dasar bangunan kehidupan mereka. Adat biasanya dipahami sebagai 26 kebiasaan setempat yang mengatur interaksi masyarakat dalam suatu komunitas. Adat yang merupakan kompleksitas, norma-norma, kepercayaan dan etika mempunyai arti ganda. Satu sisi adat berarti kumpulan kebiasaan setempat, disisi lain adat juga dianggap sebagai keseluruhan sistem struktural masyarakat. Dalam konteks ini, adat adalah seluruh sistem nilai, dasar dari keseluruhan penilaian etis dan hukum, dan juga dipahami sebagai sumber dan harapan sosial yang mewujudkan pola perilaku ideal.

a. Letak Geografis dan Demografis Tradisional Masyarakat Adat di

Minangkabau Sebelum dinamakan propinsi Sumatera Barat, kawasan ini jauh sebelumnya sudah dihuni oleh orang Minangkabau. Wilayah Minangkabau lama lebih luas dari wilayah propinsi Sumatera Barat sekarang. Waktu itu meliputi wilayahnya: Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan sebagian Provinsi Jambi. 17 Dalam tulisan ini masalah yang menyinggung Provinsi Riau dan Jambi tidak akan dibicarakan. Batas alam atau luas wilayah Minangkabau dapat ditemukan dalam literaratur tradisionilnya seperti tambo atau kaba. 18 Wilayah dan bagian- bagian Minangkabau meliputi dari Riak Nan Badabua, Sehiliran Pasia 17 Taufik Bey Sutan Permato, Rao-Rao Katitiran Diujung Tunjuk Adat dan Kebudayaan, t.t: t.p,t.th, h. 15 18 Tambo merupakan salah satu warisan Minangkabau, ia juga merupakan kisah yang disampaikan secara lisan oleh tukang kaba yang diucapkan oleh juru pidato pada upacara adat, A.A Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, Jakarta: Grafiti Press, 1984, h. 45 27 Nan Panjang: dari Bayang ka Sikiliang Aia Bangih, Gunuang Malintang Hilia: Pasaman, Rao, dan Lubuak Sikapiang, kemudian Batu Basurek, Sialang Balantak Basi, Gunuang Patah Sambilan, sampai ke Durian ditakuak Rajo. Mengkonkritkan batas-batas wilayah Minangkabau yang disebut di atas, Ahmad Dt. Batuah dan A. Dt. Madjoindo dalam Tambo Minangkabau dan adatnya, memaparkan batas wilayah Minangkabau dari utara sampai Sekilang Aia Bangih yaitu perbatasan Sumatera Barat. Timur sampai Taratak Aia Hitam Indragiri, sialang Balantak Basi batas dengan Riau. Tenggara sampai sipisok-pisok Pisau hanyuik, durian ditakuak Rajo, tanjung simaledu, ketiganya adalah bagian barat Propinsi Jambi dan lauik Nan Sadidiah yaitu Samudera Hindia. 19 Sementara itu Minangkabau asli dipaparkan oleh de Jong yaitu yang disebut darek, terdiri dari tiga luhak. 20 . Luhak Tanah Datar sekarang Kabupaten Tanah Datar, Luhak Agam – Kabupaten Agam, Luhak Lima Puluah Koto – Kabupaten Lima Puluh Kota. Sedangkan daerah Rantau 21 merupakan perluasan perluasan berbentuk koloni dari setiap luhak. Wilayah rantau Luhak Tanah Datar meliputi Kubang Tigobaleh, Pasisia Barat, Pasisia Selatan dari Padang sampai Indra Pura dan Muara 19 Taufik Bey Sutan Parmato, Rao-Rao Ranah Katitiran Diujung Tunjuk, Adat dan Kebudayaan, t.t: t.p, t.th, h. 15 20 Luhak adalah nama kawasan pemerintahan di Minangkabau zaman dahulu yang kini setara dengan kabupaten dibawah keresidenan, tetapi di atas nagari. 21 Rantau adalah wilayah Minangkabau yang terletak di luar wilayah Luhak nan Tigo.