Kondisi Minangkabau Sebelum Masuk Islam
34
syariat bersendikan dalil Al- Qur’an. Pepatah tersebut menunjukkan bahwa
keduanya setara dan independen. Kemudian pepatah tersebut dimodifikasi menjadi
“Adat basandi syara’, syara’ basandi adat” adat bersendikan syariat, syariat bersendikan adat. Modifikasi ini mengekspresikan kesetaraan
keduanya tetapi juga saling ketergantungan attau sama lainnya. Pepatah ini sekali lagi mengalami perubahan menjadi
“Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, syara’ mangato, adat mamakai” adat Minangkabau
bersendikan syariat, syariat bersendikan kitab suci Al- Qur’an, syariat
menetapkan, adat memakai. Pepatah ini sangat jelas sekali menunjukkan bahwa posisi syariat lebih tinggi dari adat. Pepatah yang terakhir ini yang
secara umum digunakan oleh masyarakat Minangkabau kontemporer.
32
Bagi adat Minangkabausebelum datangnya Islam hanya mampu menjangkau hal-hal yang nyata saja. Kendatipun di atas dikatakan bahwa adat
Minagkabau tidak mengenal ajaran kosmologis – okultisme secara ekspliosit,
namun secara implicit orang Minang sesuai dengan ajaran adatnya pasti akan berhubungan dengan masalah yang ghaib. Adat Minangkabau mengatakan:
Panakiak pisau sirauik Panakik pisau siraut
Ambiak galah batang lintabuang Ambil galah batang lintabung
Salodang ambiak ka niru Selodang jadikan nampan
Nan satitiak jadikan lauik Yang setitik jadikan laut
Nan sakapa jadikan gunuang Yang segenggam jadikan gunung
Alam takambang jadi guru Alam terkembang jadi guru
32
Azyumardi Azra, Surau Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi Jakarta: Logos Wacana Ilmu Press, 2003, h. 63
35
Pepatah ini mengajarkan bahwa salah satu sendi atau pondasi dari adat Minangkabau adalah prrinsip
“alua jo patuik”. Prinsip alur dan patut ini dijadikan oleh orang Minang sebagai panutan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya adat mengajarkan: Manarah manuruik alua
Meratakan menurut alur Nan baukua na dikarek
Yang diukur yang dipotong Nan babarih nan bapaek
Yang digaris yang dipahat Baru pada abad XVI
33
setelah Islam masuk ke Minangkabau dan kerajaan diperintah oleh sultan Alif raja Minangkabau pertama yang
menganut Islam pada tahun 1580. Adat Minangkabau semakin menemukan identitasnya. Hal ini ditandai dengan berubahnya struktur kerajaan yang
semakin nyata fungsinya, sebelumnya kerajaan hanyalah sebagai simbol –
simbol, yang memegang kekuasaan adalah penghulu masing-masing suku, dari studi Imran Manan tentang birokrasi pemerintahan Minangkabau
menyimpulkan bahwa semenjak abad XVI awal Islam berpengaruh di Minangkabau dan pemerintahan kerajaan selalu dipimpin oleh
“ Rajo Nan Tigo Selo”, yaitu:
1 Yang di pertuan Rajo Alam berkedudukan di pusat pemerintahan
Pagaruyuang, Raja Alam adalah representasi kekuasaan tertinggi yang menyatukan adat dan agama.
2 Raja Adat di Buo adalah otoritas tertinggi dibidang adat.
33
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Islam masuk ke Minangkabau pada abad ke- 7 dari daerah timur melalui pedagang-pedagang dari timur tengah