40
berbeda ddengan hukum alam terkembang jadi guru pra Islam dengan sunatullah itu.
e. Pembagian Harta Waris dalam Adat Minangkabau
Sebelum penulis masuk kepada praktek pembagian harta waris yang dilaksanakan adat Minangkabau, penulis tegaskan kembali bahwa garis keturunan
orang Minang menurut garis ibu, maka harta warisnya di wariskan kepada kemenakannya menurut garis keturunan ibu: Dari niniak ka mamak, dari mamak
turun ka kamanakan dari nenek moyang turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan. Pengertian nenek moyang, sudah tentu berdasarkan sistem
matrilineal itu, yaitu mamak dari mamak, mamak merupakan saudara laki-laki ibu.
Ada beberapa aspek yang menjadi pedoman dalam pembagian harta waris di Minangkabau:
1 Pengaturan Harta Pusako
Harta pusako dalam terminology Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan wujud secara
material seperti sawah, lading, rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi secara turun temurun baik yang
tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda yaitu sako dan
pusako.
37
37
H. Masoed Ab idin bin Zainal Abidin Jabbar “ Sistem Kekeluargaan Matrilineal”, artikel
diakses pada tanggal 22 Mei 2011 dari http: www.cimbuak.com
41
2 Sako
Sako adalah milik kaum secara turun menurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran
kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Sako merupakan hak laki
– laki didalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walaupun dalam keadaan apapun juga.
Pengaturan warisan gelar itu terletak atau terfokus kepada sistem kelarasan yang dianut atau kaum itu.
3 Pusako
Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumh gadang dan
lainnya. Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya. Hasil sawah, lading menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah
gadang menjadi tempat tinggalnya, laki-laki berhak untuk mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.
Karena itu di Minangkabau kata hak milik bukanlah kata kembar, tetapi dua kata ynag satu sama lainnya berbeda artinya tetapi berada dalam
konteks yang sama, hak dan milik. Laki – laki punyak hak terhadap pusako
kaum, tetapi dia bukan pemilik pusako kaumnya. Dalam pengaturan pewarisan pusako, semu harta yang akan diwariskan harus ditentukan dulu