Pertanian Subsistensi dan Peralihannya Menjadi Pertanian Komersial

melakukan perubahan semacam ini. Namun kenyataannya pembaharuan ini berhasil, meskipun memakan waktu yang tidak sebentar. Sekitar empat puluh tahun, petani telah sukses melakukan perubahan sistem pertanian dengan mengandalkan komoditas komersil high value commodity yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran. Tentunya ada faktor-faktor lain yang mendukung keberhasilan para petani dalam mengelola pertaniannya. Para petani ini tidak mengecap pendidikan formal, namun profesi mereka di lapangan membuktikan bahwa mereka merupakan petani yang bermental wirausaha agricultural entrepreneur.

4.1 Pertanian Subsistensi dan Peralihannya Menjadi Pertanian Komersial

Pertanian atau usaha tani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis suhu, kelembaban udara, curah hujan, dsb berinteraksi melalui proses tumbuh kembang tanaman untuk menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan serat alam. Pertanian dalam makna sempit atau pertanian rakyat adalah usaha tani yang dikelola oleh petani dan keluarganya. Umumnya mereka mengelola lahan milik sendiri yang tidak terlalu luas dan menanam berbagai macam tanaman pangan. Usaha tani tersebut dapat diusahakan di tanah sawah dan ladang. Hasil yang mereka panen biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga, jika hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial. Universitas Sumatera Utara Sebelum kedatangan Belanda, kehidupan masyarakat Karo, seperti di Desa Sukatendel, masih terisolasi dari dunia luar. Tidak ada apapun yang menjadi beban petani kecuali dorongan untuk bertahan hidup, dalam hal ini mereka membutuhkan makanan. Hal ini tidak menjadi masalah, karena mereka mempunyai lahan yang cukup untuk ditanami padi. Pada masa pertanian subsisten ini, seorang petani dianggap sudah kaya dan hidupnya dianggap makmur jika mereka mempunyai padi. Usaha-usaha yang berorientasi pasar belum terpikirkan, dan uang tidak dipergunakan untuk membeli barang-barang skunder. Kedatangan Belanda ke Tanah Karo turut membawa perubahan kepada petani. Salah satunya adalah perombakan dalam sistem pertanian. Sistem subsisten perlahan- lahan mulai ditinggalkan dan petani mulai mengenal sistem pertanian komersial yang melibatkan pasar. Di Desa Sukatendel, perubahan ini mulai tampak menjelang tahun 1965, dengan komoditi unggulan yang pertama yakni jeruk keling khusus petani yang mempunyai ladang. Di sini mulai tampak adanya usaha petani untuk melakukan pembaharuan dalam ekonomi rumah tangganya. Penny 1962 di dalam tesisnya menuliskan tentang petani Tiganderket yang juga telah mulai meninggalkan sistem subsisten, dan lebih memilih menjadi petani holtikultura. 50 Namun petani Desa Sukatendel lebih memilih tanaman keras, yang perawatan serta masa panennya lebih lama. Petani holtikultura Tiganderket boleh merasa beruntung karena sirkulasi pasar terjadi di desa mereka, sehingga petani dapat langsung menjual hasil panen mereka. Namun hal ini tidak bisa diterapkan pada 50 Ibid., hal. 33-37. Universitas Sumatera Utara petani Sukatendel karena mereka akan mengalami kerugian, ditambah dengan masih minimnya transportasi pengangkutan pada masa itu. Di sini juga terlihat bahwa petani Sukatendel mempunyai strategi khusus dalam mengusahakan pertaniannya. Para petani yang mulai mengusahakan jenis tanaman baru ini tampaknya masih berada dalam tahap coba-coba, namun dengan adanya dukungan dari alam, usaha ini berhasil dikembangkan. Hal ini wajar saja, karena pada masa ini kondisi lahan-lahan pertanian masih cenderung baik, belum tercemar polusi atau limbah kimia, dan lahan baru yang dibuka umumnya merupakan bekas areal hutan yang subur. Dengan ditinggalkannya sistem subsisten maka terbentuklah usaha tani modern. Usaha tani modern ditandai dengan penerapan inovasi baru dalam teknologi pertanian, munculnya kelas buruh tani dan majikan, dan pada gilirannya petani dipaksa untuk masuk ke dalam jaringan jual-beli yang demikian kompleks. Banyak dari perkembangan ini yang telah memberikan dampak positif bagi petani. Usaha tani modern telah menggeser situasi kehidupan petani dari keadaan yang merdeka untuk memanfaatkan hasil pertaniannya ke kondisi dimana petani bergantung pada berbagai unsur yang berada di luar dirinya. Usaha tani modern telah membuka babak baru dimana pemasaran produksi pertanian berada di bawah hukum permintaan dan penawaran pasar. 51 Tampaknya petani belum memahami seutuhnya mengenai hukum permintaan dan penawaran pasar. Mereka masih kurang mampu mengantisipasi kebutuhan pasar 51 Greg. Sutomo, Kekalahan Manusia Petani Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Pertanian, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hal. 55. Universitas Sumatera Utara produk dari hasil pertaniannya. Ketika harga satu jenis komoditi sangat tinggi di pasaran, petani menanamnya secara serempak di ladang mereka, yang mungkin saja mengakibatkan suplai berlebih. 52 Ketika jenis tanaman itu mulai terserang penyakit, tanpa pikir panjang petani segera menggantinya dengan jenis tanaman lain. Di sini terlihat adanya keuletan petani Sukatendel yang tidak mau bernasib sama dengan petani Jawa, yang tetap bertahan sebagai petani padi yang miskin.

4.2 Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani