produk dari hasil pertaniannya. Ketika harga satu jenis komoditi sangat tinggi di pasaran, petani menanamnya secara serempak di ladang mereka, yang mungkin saja
mengakibatkan suplai berlebih.
52
Ketika jenis tanaman itu mulai terserang penyakit, tanpa pikir panjang petani segera menggantinya dengan jenis tanaman lain. Di sini
terlihat adanya keuletan petani Sukatendel yang tidak mau bernasib sama dengan petani Jawa, yang tetap bertahan sebagai petani padi yang miskin.
4.2 Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani
Terdapat sebuah keganjilan tingkah laku para petani, dimana mereka dengan mudahnya dapat melakukan rotasi tanaman tanpa memikirkan efek jangka panjang
dari tindakan mereka. Sifat optimis dan spekulatif para petani sangat tinggi, dan dalam hal ini sebenarnya mereka telah mengambil langkah yang cukup berani. Oleh
karena itu, kajian strategi nafkah penting dilakukan sebagai upaya mengungkapkan bagaimana upaya rumah tangga petani dalam merespon berbagai kondisi. Beberapa
kondisi tersebut antara lain yaitu; pertama, resiko yang melekat pada karakteristik komoditas itu sendiri, rentan terhadap perubahan cuaca dan iklim. Kedua, pada sisi
lain mereka juga dihadapkan kepada sistem ekonomi yang dikendalikan oleh pasar. Kemampuan melakukan adaptasi tersebut sebagai upaya untuk menciptakan sistem
nafkah yang berkelanjutan sustainable livelihood, yang harus mampu beradaptasi dengan shock dan tekanan, memelihara kapabilitas dan aset-aset yang dimiliki dan
menjamin penghidupan untuk generasi berikutnya.
52
Sarjani Tarigan, Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya, Kabanjahe: TB. Abdi Karya, 2009, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
Soetomo 1997 berargumen bahwa antara ‘alam sebagai anugerah’ dan ‘alam sebagai ancaman’ batasnya sangat tipis.
53
Begitu salah satu unsur alam berada dalam keadaan tidak seimbang, maka proses fisiologi
54
dalam tanaman akan terganggu. Hal demikian juga terjadi pada kondisi lahan milik petani Sukatendel yang sebenarnya
sangat tergantung pada alam. Gejala awal mulai tampak pada tanaman jeruk keling yang mulai diserang penyakit. Pada masa ini petani belum menggunakan pupuk atau
obat-obatan pertanian, sehingga petani hanya dapat berpikir praktis dalam menanggulangi masalah ini, yakni dengan menggantinya dengan jenis tanaman yang
lain. Menurut ilmu pertanaman, prinsip pergantian jenis tanaman untuk suatu lahan mengandung maksud dan tujuan yang benar. Tujuannya ialah memelihara
keseimbangan unsur hara
55
dalam tanah serta memotong siklus hama dan penyakit sehingga mampu mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman, yang pada
gilirannya mampu meningkatkan pendapatan petani. Tetapi yang terjadi pada petani Sukatendel tidak demikian. Petani tidak pernah memikirkan konsep semacam ini.
Yang menjadi tujuan mereka dalam melakukan pergantian jenis tanaman ialah hanya ingin memperoleh keuntungan dari tanaman yang baru.
Petani memilih tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran high value commodity. Setiap kali petani hendak mengganti jenis tanamannya, ia akan
mencari informasi tentang jenis tanaman apa yang harganya sedang mahal pada saat
53
Greg. Sutomo, op, cit., hal. 14
54
Berhubungan dengan kehidupan tanaman secara fisik dan kimiawi.
55
Zat yang diperlukan tumbuhan atau hewan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan dan kegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahan mineral, misal zat putih telur, zat arang, vitamin dan
mineral.
Universitas Sumatera Utara
itu.
56
Di sini juga terlihat adanya strategi usaha yang baik dari petani, dan mereka tidak mau menyerah dengan kegagalan sebelumnya. Mereka tidak kembali ke sistem
subsisten, walaupun secara logika, petani pasti lebih memilih kembali ke sistem ini.
57
Menanam jenis tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran merupakan salah satu hal yang menambah semangat mereka dalam bertani.
Keberhasilan petani tidak terlepas dari adanya kerjasama sosial yang telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Terlihat dari adanya rasa saling membantu
dalam pemberian bibit cengkih. Seorang petani yang menjadi pionir dalam bertanam cengkih tidak merasa terancam dengan kemunculan petani-petani lain yang ikut
menanam cengkih. Apalagi jika si ‘pengikut’ itu adalah anggota keluarganya. Demikian juga halnya apabila petani mengganti jenis tanaman mereka menjadi
tanaman yang sedang laku keras di pasaran. Dapat dipastikan mereka tidak tahu- menahu tentang spesifikasi tanaman yang baru itu, bagaimana pengelolaan yang
benar, dan bagaimana penanganan pasca-panen. Semua informasi yang menyangkut pola bertanam diperoleh melalui pengalaman empiris. Seorang petani dapat berbagi
pengalaman bertaninya kepada petani yang lain. Para petani yang memperoleh uang dari hasil panennya, umumnya
memanfaatkan kembali uang tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang lain. Salah satunya ialah dengan membeli bus angkutan umum. Mereka membeli bus
angkutan umum yang beroperasi dari Kota Kabanjahe hingga perbatasan Kecamatan Payung yakni ‘Selamat Jalan’. Biasanya mereka mempekerjakan orang lain, atau
56
Wawancara dengan bapa Trulih Perangin-angin, Desa Sukatendel, 6 September 2010.
57
James C. Scott, Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
sanak keluarganya sebagai supir dan hasilnya dibagi sesuai kesepakatan bersama. Seorang petani yang mempunyai kendaraan semacam ini, sudah dianggap kaya oleh
penduduk setempat.
4.3 Faktor-Faktor Produksi Pertanian