BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia senantiasa menyesuaikan diri dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan
mengapa sebagian besar masyarakat di pedesaan, terutama yang tinggal di dataran tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang
ditanam oleh para petani tergantung pada kesesuaiannya dengan iklim wilayah tersebut.
Sejarah pertanian telah mencatat bahwa sistem dan pola pertanian masyarakat petani pada awalnya adalah pertanian yang bersifat subsisten, dimana tanaman yang
ditanam hanya sekedar dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
1
Sistem seperti ini juga terjadi di wilayah dataran tinggi Karo. Mereka menanam berbagai
jenis biji-bijian, antara lain padi, jagung ataupun sayur-sayuran. Maka bentuk pertanian tersebut bersifat individual, cakupannya hanya dalam keluarga. Sistem ini
kemudian berubah dan berkembang dimana para petani mulai memanfaatkan lahan pertaniannya guna memperoleh uang, sehingga sistem subsistensial perlahan-lahan
mulai ditinggalkan. Walaupun demikian, di satu sisi petani yang telah berhasil
1
Greg. Soetomo. Kekalahan Manusia Petani Dimensi Manusia dalam Pembangunan Pertanian, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
senantiasa berkeinginan untuk memberi bantuan kepada kerabat mereka yang masih bertani dengan sistem subsistensial tersebut.
2
Dengan kondisi geografis yang dikelilingi oleh pegunungan dengan ketinggian 140 sd 1400 m di atas permukaan laut, dataran tinggi sangat
memungkinkan untuk usaha pertanian tanaman holtikultura. Sejak zaman kolonial Tanah Karo dikenal sebagai penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang bahkan
diekspor ke luar negeri.
3
Adapun Desa Sukatendel merupakan desa yang terletak di dekat kaki Gunung Sinabung dengan luas wilayah 6,16 km
2
dan berjarak 25 km dari ibukota Kabupaten Karo, Kabanjahe.
4
Terdapat sebuah pembaharuan di kalangan petani, dimana selama kurun waktu empat puluh tahun mereka ’gemar’ melakukan pergantian jenis tanaman
yang berorientasi pasar. Di sini terlihat bahwa ada sebuah sistem baru yang dijalankan petani di dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sistem ini
berdampak terhadap pola dan sistem bercocok-tanam petani, dan dampak yang lebih jauh lagi ialah petani telah mempunyai keterkaitan langsung dengan pasar.
Keterkaitan ini membuat pedesaan telah berubah mencapai tingkat komersialisasi sedemikian rupa, sehingga lebih terlibat dalam percaturan ekonomi yang lebih luas di
luar wilayahnya atau disebut cenderung mengarah ke sistem kapitalisme.
2
Wara Sinuhaji, Aktivitas Ekonomi Entrepreneurship Masyarakat Karo Pasca Revolusi, Medan: USU Press, 2004, hal. 116.
3
Adapun cikal bakal mengapa di wilayah ini menjadi pusat penghasil sayur dan buah tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang membuka sarana jalan raya yang membelah Bukit Barisan dan
saat itu juga untuk pertama kalinya berhasil mengembangbiakkan tanaman kentang di kaki bukit Gundaling, Berastagi.
4
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kecamatan Payung Dalam Angka 2002, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan sistem pertanian didasari dengan pergantian jenis tanaman yang ditanam. Di Desa Sukatendel, terjadi pergantian yang melibatkan berbagai macam
jenis tanaman keras. Tanaman keras yang menjadi pilihan petani ialah tanaman yang bernilai jual tinggi di pasaran high value commodity, yang mulai dilakukan petani
pada tahun 1965, seperti jeruk, cengkih, vanili, kakao, hingga tembakau. Dengan adanya perubahan ini petani berhadapan dengan beberapa resiko
yaitu; pertama, karena tanaman keras merupakan tanaman yang bebas diusahakan dan diperdagangkan tanpa campur tangan aparat desa, sehingga petani berhubungan
langsung dengan pasar, akibatnya mereka sangat rentan terhadap fluktuasi harga yang juga dipengaruhi oleh beberapa aktor mulai dari pembeli biasa hingga tengkulak.
Kedua, pertanian juga sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan musim. Untuk mengahadapi berbagai resiko tersebut, rumah tangga petani akan
mengelola struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung kepada sumber daya yang dimiliki. Dalam upaya memperjuangkan kehidupan ekonomi
akibat berbagai resiko tersebut, rumah tangga petani biasanya akan melakukan berbagai aktivitas dan kemampuan dorongan sosial mereka dalam upaya berjuang
untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup. Menjadi pertanyaan tersendiri bagi penulis, mengapa petani Desa Sukatendel
mampu menopang kehidupan ekonomi mereka di saat usaha tani mereka terus mengalami pergantian jenis tanaman selama berpuluh-puluh tahun. Hal semacam ini
tentunya tidak memakan waktu dan biaya yang sedikit, namun selama empat puluh tahun mereka telah sukses mengelola usaha tani mereka tanpa adanya hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
berarti. Demikian juga hal yang sama akan terus mereka alami ke masa yang akan datang.
Untuk itulah penulis berniat mengangkat fenomena ini menjadi topik penulisan skripsi dengan judul Perubahan Sistem Dan Pola Pertanian Rakyat di Desa
Sukatendel Kabupaten Karo 1965 - 2005. Tahun 1965 merupakan awal masa dimana petani mulai melakukan pergantian jenis tanaman yang berorientasi pasar.
Tahun 2005 sebagai batasan skop temporal menunjukkan adanya dampak dan pengaruh perubahan sistem dan pola pertanian tersebut terhadap kehidupan sosial
ekonomi para petani selama kurun waktu empat puluh tahun. Pendekatan kritis dalam penelitian ini diperlukan untuk membuka dan
menerangi situasi krisis yang berlangsung dalam kehidupan petani di Desa Sukatendel. Krisis terjadi ketika petani mengalami persoalan baik dari alam, dalam
masyarakat dan oleh iptek. Satu hal yang khas adalah bahwa yang dilakukan oleh para petani yang bercocok-tanam itu adalah berusaha menghindari kegagalan yang
akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko.
5
1.2 Rumusan Masalah