sanak keluarganya sebagai supir dan hasilnya dibagi sesuai kesepakatan bersama. Seorang petani yang mempunyai kendaraan semacam ini, sudah dianggap kaya oleh
penduduk setempat.
4.3 Faktor-Faktor Produksi Pertanian
a Alam
Tidak dapat dipungkiri, petani sangat tergantung kepada alam. Salah satu unsur alam yang paling umum dipergunakan oleh petani ialah tanah
lahan. Banyak petani miskin di dunia yang terpuruk akibat tiadanya lahan yang bisa dikelola.
58
Petani pedesaan ini digambarkan sebagai petani yang sederhana, miskin modal, yang berlahan sempit atau tidak mempunyai sama
sekali, serta kurang terdidik. Secara prinsipil, hal ini tidak mungkin terjadi pada petani Karo.
Sudah menjadi tradisi masyarakat Karo dimana seorang petani akan mewariskan lahannya secara turun-temurun, sehingga petani tidak akan
pernah ‘kehabisan’ lahan. Ini merupakan suatu ‘aturan’ adat yang telah membudaya dalam masyarakat Karo. Demikian juga yang terjadi di Desa
Sukatendel. Hampir seluruh penduduk desa ini mempunyai lahan pertanian atau persawahan. Jika dibagi rata dengan luas lahan di desa, setiap petani
dapat memperoleh satu hektar lahan. Lahan ini akan diwariskan kepada anak laki-laki mereka, dan demikian seterusnya. Kita mungkin berpikir, jika satu
hektar lahan dibagi kepada dua anak, maka masing-masing akan memperoleh
58
Eric R. Wolf, Petani Suatu Tinjauan Antropologis, Jakarta: C.V Rajawali, 1985, hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
setengah hektar. Jika lahan berukuran setengah hektar tadi diwariskan pula kepada anak laki-lakinya maka luasnya akan berkurang. Hal semacam ini
tidak pernah terjadi di Desa Sukatendel. Setiap petani mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, termasuk dengan membuka ladang atau sawah
yang baru. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ternyata hampir semua petani Sukatendel mempunyai lahan lebih dari satu, yang letaknya tidak
berdekatan satu sama lain.
59
Ada petani yang mempunyai ladang di tepi desa, dan ia juga mempunyai ladang di desa orang lain, yang berbatasan dengan
Desa Sukatendel. Di sini dapat dilihat bagaimana petani dapat ‘memanfaatkan’ alam
untuk keperluan usaha taninya. Petani yang memperoleh keuntungan dari komoditi bernilai jual tinggi, lebih memilih untuk membeli sebidang tanah
untuk ditanami ketimbang melakukan perubahan gaya hidupnya lifestyle enhancement. Dengan tersedianya dua lahan, petani dapat mengatur jenis
tanaman apa saja yang masih berpeluang untuk laku keras di pasaran. Pada tahun 1965, jika ada seorang petani yang mempunyai dua lahan di salah satu
lahan ia menanam jeruk keling, di lahan yang lain ia akan menanam cengkih, sehingga saat era kejayaan jeruk keling sudah berakhir, ia tidak menderita
kerugian, karena pada masa itu, era kejayaan cengkih baru dimulai.
59
Wawancara dengan nande Mara br Perangin-angin, Desa Sukatendel, 9 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
b Tenaga Kerja
Sewaktu bertani dengan cara tradisional, para petani masih mengandalkan sistem gotong royong, seperti yang terurai di bab sebelumnya.
Sistem ini disebut dengan aron, dimana para pekerjanya ialah para remaja putra dan remaja putri. Mereka bekerja menurut pola yang sudah disepakati,
di mana mereka bekerja secara bergantian di setiap sawah, tanpa ada bayaran dari si pemilik lahan. Sistem gotong royong ini mulai terkikis dan tidak
diberlakukan lagi menjelang 1970, dan sejak saat itu sistem ketenagakerjaan hanya dilimpahkan kepada anggota keluarga si petani.
60
Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah merupakan tenaga kerja yang produktif bagi
usahatani. Mereka dapat membantu mengangkut bibit, atau menggembalakan kambing atau sapi, yang menyumbang pada produksi pertanian keluarga.
Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai
dengan uang.
61
Jika seorang petani membutuhkan bantuan ekstra, maka ia dapat meminjam jasa orang-orang desa yang berprofesi sebagai buruh tani. Para
buruh tani ini umumnya merupakan kaum pendatang yang tidak mempunyai ladang atau sawah di Desa Sukatendel. Pekerjaan yang diberikan umumnya
sebatas memelihara tanaman, seperti mencabuti rumput liar di sekitar batang cengkih, memotong tunas-tunas liar di batang pohon jeruk dan sebagainya.
60
Wawancara dengan Bapa Binar Tarigan dan Bapa Gande Perangin-angin, Desa Sukatendel, 5 Maret 2011.
61
Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
Jasa buruh tani ini mulai ramai dipergunakan pada tahun 1970-an, dimana para petani mengandalkan tenaga mereka untuk merawat tanaman cengkih.
Para pemilik lahan sudah menganggap para buruh tani ini sebagai anggota keluarganya sendiri, dan mereka menyebut para buruh ini dengan sebutan
aron. Upah mereka bervariasi tergantung pekerjaan yang diberikan, dan umumnya upah mereka berkisar Rp. 4.000 – Rp. 6.000,-
Jika panen tengah berlangsung, tidak jarang para pemilik ladang mempercayakan kegiatan panen kepada aron ini. Si pemilik ladang hanya
bertugas mengamati dan menerima uang dari hasil panennya. Pada masa panen seperti ini, aron mendapatkan tambahan berupa makan siang dari si
pemilik ladang. Petani dalam usaha tani tidak hanya menyumbang tenaga labor saja, tetapi lebih daripada itu, dia adalah pemimpin manager usaha
tani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan. Ia memutuskan berapa pupuk yang akan dibeli dan digunakan, berapa kali tanah diratakan dan
berapa kali rumput akan dibersihkan. Jelaslah bahwa kedudukan petani sangat menentukan dalam usaha tani. Fungsi yang sangat penting di sini disebabkan
oleh kedudukan rangkap dari petani itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan dan ia memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usaha tani.
c Modal
Selain tanah, modal juga merupakan hal yang penting sebagai faktor produksi pertanian dalam arti sumbangannya pada nilai produksi. Dalam
pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersamaan dengan
Universitas Sumatera Utara
faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini yaitu hasil pertanian. Modal petani Sukatendel yang berupa
barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak, dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman
yang masih di ladang atau sawah dan lain sebagainya.
62
Dalam pengertian seperti itu, tanah dapat dimasukkan pula sebagai modal. Bedanya ialah bahwa
tanah tidak dibuat oleh manusia, tetapi diberikan oleh alam. Sedangkan apa yang disebut seluruhnya tadi dibuat oleh tangan manusia.
Karena modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan maka ada minat atau dorongan untuk
menciptakan modal capital formation. Penciptaan modal oleh petani dalam mengambil berbagai rupa tetapi semuanya selalu berarti menyisihkan
kekayaannya atau sebagian hasil produksi untuk maksud yang produktif dan tidak untuk maksud-maksud yang konsumtif.
Misalnya dari hasil panen yang berhasil, petani dapat memilih menggunakan kenaikan pendapatannya untuk membeli sepeda motor atau
membeli sebidang tanah. Dengan sepeda motor ia dapat pergi ke kota dengan lebih cepat dan menaikkan prestisenya dalam masyarakat desa. Tetapi karena
adanya sepeda motor itu ia harus mengeluarkan bensin dan biaya reparasi yang harus diambil dari hasil panennya. Sepeda motor ialah barang konsumsi.
Sebaliknya jika uangnya dibelikan sebidang tanah, maka ia dapat
62
Mubyarto, op. cit., hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
mengusahakan tanah tersebut sehingga penghasilannya berlipat ganda. Sebidang tanah tersebut ialah barang produktif.
Selain itu, ada juga petani yang mempergunakan kelebihan hasil panennya untuk modal berdagang yang dapat pula menghasilkan keuntungan
untuk lebih memperbesar lagi pendapatannya. Demikian maka modal diciptakan oleh petani dengan cara menahan diri dalam konsumsi dengan
harapan pendapatan yang lebih besar lagi di kemudian hari. Pembangunan dalam pertanian akan ada apabila ada investasi penciptaan modal dan
konsumsi yang dikurangi. Kalau petani selalu mengkonsumsikan semua hasil panennya tanpa memikirkan penciptaan modal, maka pertanian tidak akan
dapat berkembang. Dengan bertambahnya pendapatan petani maka petani berkesempatan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Tapi selama bertahun-tahun tidak banyak perubahan gaya hidup dari mereka. Sampai tahun 2005, hanya
ada 63 rumah yang telah dibangun secara permanen dari total 320 rumah yang ada.
63
Mereka lebih memilih bertahan di rumah semi permanen, dan hanya memperbaiki beberapa bagian rumah yang sudah rusak parah. Sepintas
mereka tampak kikir dan pelit namun di sini terlihat bahwa mereka bukanlah petani yang konsumtif.
Ada sebuah kebiasaan lain petani dalam melipatgandakan uang hasil panen mereka. Sebagian uang hasil panen dipergunakan untuk membeli
63
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kecamatan Payung Dalam Angka 2005, hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
kepingan emas murni di pasar. Kepingan emas ini kemudian disimpan, dan suatu saat jika harga emas sedang melambung tinggi, petani menjual kepingan
emas yang disimpannya tadi. Dengan demikian, petani memperoleh keuntungan ekstra. Tapi tidak semua petani melakukan hal ini, dan kalau pun
mereka melakukannya, pastilah harga emas saat itu sedang turun atau relatif murah dibanding harga biasanya.
Dalam kasus peralihan tanaman, petani masih mempunyai modal untuk membeli bibit tanaman yang baru. Meskipun tanaman jeruk padang
mulai terserang penyakit, petani masih bisa melakukan panen beberapa kali, karena penyakit yang menyerang tanaman mereka tidak segera membuat
tanaman itu mati. Proses matinya tanaman membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika ada petani yang mengantisipasinya dengan menggunakan
pestisida. Dari hasil panen ini petani membeli bibit tanaman kakao, yang kemudian ditanam sebagai ‘pengganti’ tanaman jeruk sebelumnya.
d Pemasaran
Tidak ada pemasaran di dalam pertanian yang masih bersifat susbsisten karena setiap keluarga petani memenuhi segala keperluannya dari
dalam rumah tangga dan usaha taninya sendiri serta tidak menjual hasil- hasilnya ke luar. Tetapi dengan mulai berkembangnya pertanian dan rumah
tangga pertanian maka keperluan petani dan usaha taninya makin luas dan makin banyak. Sarana-sarana produksi mulai dibeli dari luar usaha taninya
dan sebaliknya hasil-hasil produksi usaha tani dijual ke luar.
Universitas Sumatera Utara
Petani Sukatendel umumnya melakukan transaksi dagang di Tiganderket. Pasar berlangsung di setiap hari kamis, dan pada hari inilah
petani berkesempatan untuk menjual hasil panennya. Ada beberapa jenis komoditi yang dibeli langsung oleh pembeli di desa, seperti vanili dan biji
cokelat. Petani lebih menyukai transaksi jual-beli seperti ini, karena mereka tidak perlu repot membawa komoditi itu ke pasar. Meskipun demikian
terkadang tidak ada pembeli yang datang ke desa, sehingga mereka harus membawanya sendiri ke pasar Tiganderket untuk dijual.
Tidak ada yang lebih menggembirakan petani daripada diperolehnya harga yang tinggi pada waktu ia menjual hasil panen. Harga baik atau buruk
tinggi atau rendah pada umumnya dilihat oleh petani dalam hubungan dengan harga-harga saat panen sebelumnya. Para petani akan termotivasi
kerja jika ada pasar yang mau menerima hasil pertanian mereka dengan harga yang wajar.
Manusia memerlukan suatu barang tertentu, pada tempat, waktu, bentuk dan harga tertentu. Kalau antara penjual dan pembeli tidak ada
kecocokan dalam salah satu syarat tersebut maka transaksi jual beli tidak akan terjadi. Di sinilah terletak fungsi dan peranan pemasaran yaitu mengusahakan
agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat. Pada saat petani membawa hasil panen ke pasar
Tiganderket, di situ juga merupakan kesempatan petani untuk membeli kebutuhan rumah tangganya. Dari segi pemilihan kebutuhan pangan, mereka
memilih makanan yang tahan lama, seperti ikan asin. Ini dikarenakan mereka
Universitas Sumatera Utara
hanya dapat melakukan transaksi jual-beli satu kali dalam seminggu. Mereka tidak membeli sayuran, karena mereka dapat memperolehnya di ladang-
ladang mereka.
4.4 Dampak Peralihan Sistem Pertanian