Kakao: Si Uang Cokelat

pelengkap sirih belo. 45 Harga tembakau sangat bervariasi tergantung pada kualitas tembakau dan kondisi supply dan demand. Pada masa ini harga satu kilogram tembakau kualitas standar ialah sekitar Rp. 4. 100, sedangkan harga satu kilogram tembakau yang berkualitas sangat baik ialah sekitar Rp. 7.700. 46 Pada tahun 1997, jeruk padang ditanam seluas 980.000 m 2 dan tembakau seluas 600.000 m 2 .

3.6 Kakao: Si Uang Cokelat

Di balik keberhasilan petani tembakau, terdapat sebuah ancaman lain yang tengah mengusik para petani jeruk. Tanaman jeruk padang mereka mulai dilanda masalah yang sama seperti yang pernah melanda jeruk keling pada tahun 1970 sebelumnya, yakni terkena penyakit. Daun tanaman tampak berubah warna menjadi kekuningan, meskipun masih dapat menghasilkan buah dengan baik. Beberapa tanaman jeruk yang kurang mendapat perhatian dari pemiliknya secara perlahan- lahan akhirnya mati. Tanpa menunggu lama, petani-petani ini kemudian mulai menanam kakao di areal yang sebelumnya ditanami jeruk padang. Sehingga tidak mengherankan jika jeruk padang beserta kakao ditanam secara berdampingan di ladang-ladang petani. Sebagian petani tembakau juga ikut mengganti jenis tanaman yang diusahakannya menjadi kakao, karena tanaman kakao dinilai lebih praktis. 47 45 Kaum hawa di pedesaan Karo umumnya mempunyai kebiasaan untuk mengunyah sirih. Selain memberi kenikmatan tersendiri, menurut mereka mengunyah sirih dapat menghilangkan bau mulut. 46 Wawancara dengan nande Pulungen br. Perangin-angin, Desa Sukatendel, 5 Maret 2011. 47 Wawancara dengan bapa Jenggi Sembiring, Desa Sukatendel, 28 Desember 2010. Universitas Sumatera Utara Tabel 8 Rincian Luas Lahan Pada 2000-2005 Tahun Luas Lahan m 2 Jeruk Padang Tembakau Kakao 2000 425.000 520.000 585.000 2005 - 400.000 1.138.500 Istilah ‘kakao’ merujuk pada tanamannya, sedangkan ‘cokelat’ merujuk pada produknya yang siap pakai. Peralihan jenis tanaman ke kakao di Desa Sukatendel dimulai pada tahun 2000. Tanaman yang bernama latin Theobroma Cacao ini dapat tumbuh dan berkembang di lahan yang mempunyai ketinggian maksimum 1200 meter dpl, dengan curah hujan berkisar antara 1250 – 3000 mm per tahun, dan suhu udara 21 – 30 °C. Jika sudah tumbuh besar, kakao umumnya mempunyai ketinggian 4 – 15 meter. Pohon kakao termasuk pohon yang rindang, jika berdaun dengan baik, garis tengahnya dapat mencapai 6 - 7,5 cm. Secara normal, setelah berumur 3 tahun mulai berbunga, dan bunganya akan cukup banyak setelah mencapai umur 10 tahunan. Jumlah bunga kakao dapat mencapai 6000 kuntum. Jadi kakao merupakan tanaman yang menguntungkan apalagi jika ditinjau dari rasanya dan nilai jual yang tinggi di pasaran dengan harga yang cukup tinggi. Buah kakao bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah kakao matang dicirikan oleh perubahan Universitas Sumatera Utara warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam, serta apabila buah diguncang, biji biasanya akan berbunyi. Panen didefinisikan sebagai kegiatan memetik buah-buah dari pohon dan memecahnya untuk memanfaatkan biji basah yang ada di dalamnya. Sesudah dikumpulkan, buah ini kemudian di suatu tempat tertentu di ladang petani untuk kemudian dipecah dan diambil biji cokelatnya. Para petani memetik buah-buah masak tersebut selama tiga hari atau lebih, baru kemudian setelah dikumpulkan di tempat tertentu tadi, buah-buah kakao tersebut dibuka. Keseluruhan kegiatan itu memerlukan waktu satu minggu dan kadang-kadang lebih. Setelah itu dilakukan proses fermentasi dengan cara menimbun biji-biji tadi dengan tumpukan daun pisang. Lima hari kemudian, petani melakukan pengeringan biji kakao, untuk mengurangi kandungan air dalam biji sampai pada jumlah yang aman untuk penyimpanan. Pengeringan dilakukan secara sederhana, yakni dengan meletakkan biji-biji kakao di atas selembar karung plastik dan dijemur di bawah terik matahari. Setelah kering, biji-biji tersebut dimasukkan ke dalam karung dan siap dijual. Para petani kakao tidak membawa hasil panen ke pasar Tiganderket, melainkan mereka cukup menunggu pembeli yang datang ke tempat mereka. Para pembeli ini biasanya meyediakan neraca, karung beserta kendaraan pengangkut, untuk menimbang dan mengangkut biji-biji kakao petani, sehingga petani tidak perlu kerepotan dalam menjual hasil panen mereka. Harga satu ton dapat mencapai Rp. 550.000,- Perkembangan jumlah lahan yang ditanami kakao tampak berubah drastis dalam kurun waktu lima tahun. Hal ini disebabkan karena dari segi kepraktisan dan nilai jualnya, kakao memang sangat menguntungkan untuk ditanam. Universitas Sumatera Utara BAB IV FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN USAHA TANI Jika seorang petani memutuskan untuk mengubah sistem pertaniannya, ia tidak akan puas dengan cara bertani yang dilakukan oleh pendahulunya; ia akan belajar menanam jenis tanaman baru, dan mengelolanya dengan cara yang berbeda; mempergunakan peralatan yang baru serta mengusahakan lahan yang lebih luas; dan ia akan belajar untuk menerima resiko yang muncul seiring perkembangan pasar; ia juga akan menyadari bahwa menanam tanaman yang menjadi makanan pokok keluarganya bukan lagi cara yang paling aman dalam bertani. 48 Pada awalnya, sistem pertanian di Desa Sukatendel ialah subsisten, yang dilakukan hanya semata-mata untuk kebutuhan keluarga. Begitu juga dengan pola pertanian mereka yang masih sederhana, belum mengandalkan teknologi modern, pupuk, atau semacamnya. Pertanian subsisten dapat dilihat dari dua pengertian, yaitu: - Sebagai tingkat hidup, menggambarkan suatu kondisi ekonomi yang berfungsi sekedar untuk dapat bertahan hidup. - Sebagai suatu bentuk perekonomian, yakni suatu sistem produksi yang untuk kebutuhan sendiri, tidak dipasarkan, sedangkan kalau ada produksi yang dipasarkan tidak dimaksudkan untuk mencapai keuntungan komersil. 49 Perubahan dalam sistem pertanian mulai terjadi tatkala petani mulai memutuskan untuk melakukan sebuah pembaharuan, seperti yang telah diuraikan di bab terdahulu. Pembaharuan ini memakan banyak modal serta tenaga, dan jika ditelusuri lebih jauh, sepertinya petani tidak akan dapat ‘bertahan hidup’ jika terus 48 D. H Penny, The Transition From Subsistence To Commercial Family Farming In North Sumatra, Tesis Doktor, Cornell University, hal. 116. 49 Louis Malassis, Dunia Pedesaan Pendidikan dan Perkembangannya, Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 69. Universitas Sumatera Utara melakukan perubahan semacam ini. Namun kenyataannya pembaharuan ini berhasil, meskipun memakan waktu yang tidak sebentar. Sekitar empat puluh tahun, petani telah sukses melakukan perubahan sistem pertanian dengan mengandalkan komoditas komersil high value commodity yang mempunyai nilai jual tinggi di pasaran. Tentunya ada faktor-faktor lain yang mendukung keberhasilan para petani dalam mengelola pertaniannya. Para petani ini tidak mengecap pendidikan formal, namun profesi mereka di lapangan membuktikan bahwa mereka merupakan petani yang bermental wirausaha agricultural entrepreneur.

4.1 Pertanian Subsistensi dan Peralihannya Menjadi Pertanian Komersial