ANALISIS KONTRIBUSI USAHA KECIL MENENGAH DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2000-2014)

(1)

THE ANALYSIS OF THE CONTRIBUTION OF SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES IN REGENCY/CITY SPESIAL REGION OF

YOGYAKARTA

(Case Study of The City of Yogyakarta, Bantul Regency, and Kulon Progo Regency Period 2000-2014)

Oleh

AZZAHRANI GIRI SAPUTRI 20120430016

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

THE ANALYSIS OF THE CONTRIBUTION OF SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES IN REGENCY/CITY SPESIAL REGION OF

YOGYAKARTA

(Case Study of The City of Yogyakarta, Bantul Regency, and Kulon Progo Regency Period 2000-2014)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

AZZAHRANI GIRI SAPUTRI 20120430016

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

“Man Jadda Wajada”

“Don’t be Sad, Allah is with us” –At Taubah 40

“Tidak perlu sempurna, lakukanlah yang terbaik sesuai kemampuanmu” – Azzahranigiris

“Skripsi yang bagus adalah skripsi yang jadi” - Hipwee

“Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi, jika kita menyerah maka habislah sudah”-Top Ittiphat


(5)

Kedua orangtua tercinta,

Ibu Siti Nuriyah dan Bapak Trigino Raharja, S.E Adik laki-lakiku

AkbarRizky Nurdin GinaSaputra Dan semua orang yang menyayangiku


(6)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia, dan rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2000-2014)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan mengenai Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE,.M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Imamudin Yuliadi, SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah mencurahkan, membimbing, memotivasi, dan bersedia meluangkan waktu


(7)

yang tidak ternilai harganya.

4. Bapak, Ibu dan Adikku yang telah memberikan do’a, motivasi, dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Dek Giva, Mbak Tyas, Mas Hendra, Dek Chiko, Dek Faris, Mbak Yanti, Mbak Lis, Mas Feri, Mbak Iin, Mbak Nia, dan semua saudaraku tercinta terima kasih ya atas pertanyaan “Kapan Wisuda”.

6. Teman-teman seperjuangan Prodi Ilmu Ekonomi Angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Senang sekali rasanya satu angkatan dengan kalian.

7. Teman-teman HIMIE periode 2012–2015 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih karena sudah menerima dan memberikan pelajaran berharga dalam berproses selama di organisasi.

8. Semua teman-teman KKN 109 Dusun Sembung, Gamping, Sleman. Terima kasih sudah menjadi rumah kedua. Semoga masih ada banyak waktu buat ketemua dan jalan-jalan bareng lagi.

9. Teman-teman Remaja Masjid, IRMATA dan Angkatan Muda Islam Wonocatur (AMIW) yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih karena sudah menerima dan memberikan pelajaran berharga dalam berproses selama di organisasi.


(8)

Akhirnya dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 6 Juli 2016


(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian ... 9

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 12

a. Definisi Usaha Kecil Menengah ... 12

b. Kriteria UKM ... 14

c. Klasifikasi kelompok UKM ... 14

d. Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah ... 15

e. Permasalahan yang Dihadapi UKM ... 16


(10)

d. Hubungan Penyerapan Tenaga Kerja dengan PDRB ... 26

3. Ekspor UKM ... 27

a. Manfaat Ekspor ... 27

b. Strategi Pengembangan Ekspor ... 29

c. Hubungan Ekspor dngan PDRB ... 29

4. Investasi UKM ... 30

a. Investasi UKM ... 30

b. Evisiensi Investasi Marjinal ... 32

c. Hubungan Investasi dengan PDRB ... 34

5. Pertumbuhan Ekonomi ... 35

6. Produk Domestik Regional Bruto ... 37

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 39

C. Hipotesis ... 42

D. Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Objek Penelitian ... 45

B. Jenis dan Sumber Data ... 45

1. Jenis Data ... 45

2. Sumber Data ... 46

C. Teknik Pengumpulan Data ... 46

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 47

E. Uji Kualitas Data ... 48

1. Uji Multikoleniearitas ... 48

2. Uji Heteroskedastisitas ... 49

3. Uji Autokorelasi ... 50

F. Uji Hipotsis dan Analisis Data ... 52

1. Model Estimasi Penelitian ... 53

2. Estimasi Pendekatan Data Panel ... 54

3. Uji Regresi Data Panel ... 57

4. Uji Parameter Model (Uji Statistik) ... 60

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 62

A. Keadaan Geografis DIY ... 62

B. Kondisi Realisasi Usaha Kecil Menengah di DIY ... 63


(11)

3. Uji Autokorelasi ... 75

B. Uji Hipotsis dan Analisis Data ... 77

1. Model Estimasi Data Panel ... 77

2. Estimasi Pendekatan Data Panel ... 78

3. Uji Analisis Data ... 79

4. Pengujian Hipotesis ... 82

BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN ... 92

A. Simpulan ... 92

B. Saran ... 92

C. Keterbatasan Masalah ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(12)

DIYogyakarta, 2010-2013 (persen) ... 3

Tabel 1.2 Jumlah Angkatan Kerja DIY Tahun 2014 ... 3

Tabel 1.3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga Konstan Tahun Dasar 2000 di DIYogyakarta ... 5

Tabel 1.4 Perkembangan Industri Kecil Menengah di Provinsi DIYogyakarta ... 7

Tabel 4.1 Perkembangan IKM DIYogyakarta ... 63

Tabel 4.2 Domestik Regional Bruto DIY 2000-2014 ... 66

Tabel 4.3 Penyerapan tenaga kerja UKM di Kota Yogya, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo ... 69

Tabel 4.4 Ekspor UKM Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo ... 71

Tabel 4.4 Investasi UKM Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo ... 73

Tabel 5.1 Korelasi Antar Variabel dengan Menggunakan Panel Least Square ... 74

Tabel 5.2 Hasil Uji Hesteroskedastisitas Pada Metode FEM dengan Uji Park ... 75

Tabel 5.3 Hasil Uji Autokorelasi dengan Metode “Cochrane-Orcrutt” dan “White Heteroscedasticity-Consistent Covariance” ... 76

Tabel 5.4 Hasil Regresi Menggunakan Metode Pooled Least Square ... 78

Tabel 5.5 Hasil Regresi Menggunakan Fixed Effect Method ... 79

Tabel 5.6 Hasil Uji Chow ... 80

Tabel 5.7 Ikhtisiar Pemilihan Model Akhir ... 81

Tabel 5.8 Hasil Uji Hipotesis ... 82


(13)

(14)

Grafik 2. 2 Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja ... 25 Grafik 2. 3 Efisiensi Investasi Marjinal ... 33


(15)

(16)

(17)

vii

INTISARI

Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran karena UKM mampu menyerap tenaga kerja dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan UKM yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan oleh sektor UKM.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik DIYogyakarta dari tahun 2000-2014. Variabel yang digunakan adalah variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi data panel dengan analisis Fixed Effect.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial penyerapan tenaga kerja UKM berpengaruh negatif namun signifikan secara statistik. Sementara ekspor UKM secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap PDRB, dan investasi UKM berpengaruh terhadap PDRB. Sementara secara simultan seluruh variabel independen (Penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM) berpengaruh signifikan terhadap PDRB tahun 2000-2014 sebesar 93,77%.

Kata Kunci: Kontribusi UKM, penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, investasi UKM, PDRB, Model Fixed Effect.


(18)

viii

ABSTRACT

Small medium enterprises (SMEs) is one of the solutions to reduce poverty and unemployment because SMES are able to absorb the workforce and encourage the acceleration of economic growth. The success of SMES that could lead to economic growth can be seen of success of SME contribution.

This research using secondary date obtained from the Badan Pusat Statistik DIYogyakarta from 2000-2014. Variable used is the variable the absorption of labor SMEs, Export SMEs, and Investment SMEs. The regression model used in this research is a model of regression panel data from the analysis Fixed Effect.

The results showed that in the partial absorption of labor SMEs influential negative but statistically significant. While the Export SMEs statistically has no effect against the real GDP, and investment in SMEs influential to GDP. While simultaneously throughout the independent variable (the absorption of labor SMEs, Export SMEs, and Investment in SMEs) effect significantly to GDP in 2000-2014 in the amount of 93,77%.

Keywords : Contribution of SMEs, the absorption of labor SMEs, Export SMEs, Investment SMEs, GDP, and Fixed Effect Model.


(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah hal yang sangat penting dalam suatu Negara terutama dalam meningkatkan pendapatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Menurut Sukirno (2006), pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh Negara berkembang bertujuan untuk memeratakan pembangunan ekonomi dan hasilnya pada seluruh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah dan struktur perekonomian yang seimbang. Akan tetapi, terdapat permasalahan dan problematika mendasar yang dihadapi oleh Negara berkembang. Masalah pokok dan isu pembangunan yang dihadapi adalah kemiskinan dan pengangguran, tidak terkecuali Indonesia.

Dari 252 juta penduduk Indonesia, saat ini 28,6 juta hidup di bawah garis kemiskinan dan separuh dari seluruh rumah tangga tetap berada di sekitar garis kemiskinan nasional yang ditetapkan pada Rp 330.776 per bulan (sekitar U$ 22,6). Sementara pertumbuhan lapangan kerja lebih lambat dibandingkan pertumbuhan penduduk (Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia BAPPENAS, 2010). Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan hingga September 2015 mencapai 28,51 juta atau 11,13% dari total penduduk Indonesia.


(20)

Adanya disparitas dalam meningkatkan berbagai indikator ekonomi belum mampu dirasakan oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Peningkatan yang terjadi pada berbagai indikator ekonomi tidak secara merata dirasakan oleh masyarakat. Peningkatan sektor-sektor ekonomi hanya mampu dinikmati oleh wilayah dengan sumber daya manusia yang siap (Aprilia, 2015).

Selain itu, permasalahan lain yang muncul dalam pembangunan adalah pengangguran. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena empiris yang terjadi di Indonesia. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia telah meningkatkan jumlah pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur pada tahun 2013 mencapai 73,9 juta. Sementara pada tahun 2014 mencapai 72,94 juta orang dari angkatan bekerja 118,19 juta orang. Meski di tahun-tahun sebelumnya mengalami penurunan, akan tetapi jumlah ini dipredikasi akan meningkat apabila tidak segera disediakan lapangan kerja baru.

Dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia (2010), untuk kasus kemiskinan di Pulau Jawa dan Bali, Provinsi DIYogyakarta merupakan salah satu Provinsi ke tiga di Pulau Jawa yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar 16,8% berada di atas rata-rata nasional. Padahal saat ini DIYogyakarta sedang aktif mengembangkan pembangunan daerah.

Pada tahun 2010-2012 angka kemiskinan Kabupaten Kulon Progo paling tinggi dibandingkan empat kabupaten/kota lainnya di DIYogyakarta dan yang terendah adalah Kota Yogyakarta. Namun demikian, sejak tahun 2013 komposisi


(21)

ini sedikit bergeser. Presentase penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul (21,70 persen) pada tahun 2013 menduduki posisi tertinggi (Data Strategis DIY, BPS 2015).

Tabel 1. 1 Presentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di DIYogyakarta, 2010-2013 (persen)

Tahun Kabupaten/Kota

Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

2010 23,15 16,09 22,05 10,70 9,75

2011 23,62 17,28 23,03 10,61 9,62

2012 23,32 16,97 22,72 10,44 9,38

2013 21,39 16,48 21,70 9,68 8,82

Sumber : Data Strategis DIY, Badan Pusat Statistik 2015

Sementara jumlah angkatan kerja DIY dalam Tabel 1.2 menurut data BPS (dalam LKJP DIY, 2014) pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 74,218 dibandingkan tahun 2013 sebanyak 1,949,243 orang. Dari total angkatan kerja di DIY tahun 2014, sebanyak 96,67% merupakan penduduk yang bekerja 3,33% merupakan pengangguran (Lihat tabel 1.2).

Tabel 1. 2 Jumlah Angkatan Kerja DIY Tahun 2014

Kegiatan 2012 2013 2014

Orang % Orang % Orang %

Angkatan Kerja 1.988.539 71,52 1.949.243 69,29 2.023.461 71,05 1. Bekerja 1.911.720 96,14 1.886.071 96,76 1.956.043 96,67 2.Pengangguran 76.819 3,86 63.172 3,24 67.418 3,33 Sumber : Badan Pusat Statistik dalam LKJP DIY, data diolah

Rendahnya daya serap penyerapan tenaga kerja yang ada, membuat kondisi tersebut belum mampu diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah atau instansi terkait lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi tepat untuk mengurangi


(22)

kemiskinan dan pengangguran. Salah satunya yaitu dengan mendorong laju pertumbuhan dan pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM). Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya (Statistik Usaha Mikro,Kecil dan Menengah Depkop, 2010-2011).

Peran UKM dapat dilihat dari, (a) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (b) Penyedia lapangan kerja yang terbesar, (c) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (d) Pencipta pasar baru dan sumber inovasi, (e) Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal (Departemen Koperasi, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Ratih (2004) penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh UKM. Maka dari itu, keberadaan UKM sangat penting mengingat jumlah penduduknya berlimpah sementara keterbatasan UB dalam menyerap tenaga kerja. Selain itu, UKM memiliki peran penting dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Faktanya terdapat ketidakseimbangan antara sumbangan UKM dalam penyedia lapangan kerja dengan kontribusi dalam membentuk nilai tambah. Padahal, pertumbuhan UKM yang lebih cepat dibanding kelompok usaha besar akan mampu memperbaiki


(23)

struktur usaha dan distribusi pendapatan secara keseluruhan (Ikhsan, dalam Raselawati 2011).

Gambaran peran strategis UKM terhadap perkembangan perekonomian di DIYogyakarta dapat dilihat pada tabel 1.4 dimana UKM memberi kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB harga konstan di DIYogyakarta dimana pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan signifikan.

Tabel 1. 3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga Konstan Tahun Dasar 2000 di DIYogyakarta

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012

1 Pertanian 3643.696 3.632.681 3.557.865 37.306,92

2 Pertambangan dan

Penggalian 138.748 139.967 156.711 159,81

3 Industri Pengolahan 2.610.760 2.793.580 2.983.167 2.915,12 4 Listrik, Gas, & Air Bersih 185.599 193.027 201.243 215,54

5 Bangunan 1.923.720 2.040.306 2.187.805 2.318,45

6 Perdagangan,

Hotel-Restoran 4.162.116 4.383.851 4.611.402 4.920,05

7 Pengangkutan &

Komunikasi 2.128.594 2.250.664 2.430.696 2.581,62 8 Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 1.903.411 2.024.368 2.185.221 2.402,72

9 Jasa-jasa 3.368.614 3.585.598 3.817.665 4.088,34

PDRB 20.065.258 21.044.042 22.131.775 24.567,48 Sumber; Badan Pusat Statistik, data diolah

Perkembangan PDRB DIYogyakarta untuk tahun 2010 ke tahun 2011 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 21,04 triliun dari tahun 2010 menjadi sebesar Rp 22,13 triliun menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen. Selama tahun 2011 hampir semua sektor ekonomi pembentuk PDRB DIY mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertanian yang berkontraksi sebesar 2,12


(24)

persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yang mencapai angka 11,96 persen diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi (8,00 %), sektor jasa-jasa (7,95%), sektor konstruksi (6,47%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (5,19%), serta sektor listrik, gas dan air bersih (4,26%).

Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center fo Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi (Kristyanti, 2012).

Tingkat keberhasilan UKM dapat dilihat dari kinerja makro UKM. Kinerja UKM secara makro menurut Badan Pusat Statistik dapat dilakukan dengan melihat beberapa indikator yaitu; (1) Nilai Tambah, (2) Jumlah unit usaha, Penyerapan tenaga kerja dan Produktivitas, (3) Ekspor, dan (4) Investasi.

Provinsi DIYogyakarta adalah salah satu Daerah di Indonesia yang memiliki jumlah UKM cukup banyak disetiap wilayahnya. Wilayah DIY terbagi atas empat Kabupaten dan satu Kotamadya, yaitu Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah DIY Tahun 2012-2017, sektor Industri di


(25)

DIY didominasi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), jenis usaha ini sangat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja.

Perkembangan jumlah UKM di DIY dari tahun 2008 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan. Tercatat jumlah unit usaha pada tahun 2012 sebanyak 81,515 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 300,539 orang. Kondisi tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun 2011. Sebagaimana disajikan pada tabel 1.3 sektor industri selama tahun 2012, mengalami perkembangan positif. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah unit usaha (2,86%), penyerapan tenaga kerja (2,01%), dan nilai investasi (14,75%).

Tabel 1. 4 Perkembangan Industri Kecil Menengah di Provinsi DIYogyakarta

Indikator Capaian Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Jumlah unit usaha 76.267 77.851 78.122 80.056 81.515

Penyerapan tenaga

kerja (orang) 273.621 291.391 292.625 295.461 300.539

Nilai Investasi (Rp

Miliar) 769.274,52 871.110,10 878.063,50 1.003.678,05 1.010.585,42 Sumber : Disperindagkop dan UKM Prop DIY, data diolah

Permasalahan yang dihadapi oleh UKM di DIY adalah masih belum terciptanya iklim usaha yang belum kondusif karena pertumbuhan ekonomi yang masih rendah. Sehingga kedepannya akan mempengaruhi kinerja UKM dalam menjalankan usahanya (Paparan Disperindangkop DIY, 2013). Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama kecil dan menengah di DIYogykarta yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai


(26)

tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui bahwa UKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja, tetapi kontribusi dalam output daerah masih dikategorikan rendah dibandingkan usaha besar.

Selain itu, indikator makro lainnya adalah Ekspor UKM dimana ekspor UKM memiliki peluang yang baik karena potensi yang dimiliki oleh UKM. Menurut data BPS (2005), peran UKM terhadap pembentukan total nilai ekspor mengalami peningkatan sebesar Rp 13,500,658 juta atau 14,21 persen.

Pemberdayaan UKM dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi dalam memberikan kontribusi terhadap penciptaan produk domestik bruto (PDB) secara nasional atau PDRB secara regional, penyerapan tenaga kerja, ekspor, dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi UKM melalui pembentukan modal tetap bruto (investasi). Indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan indikator keberhasilan UKM (Kristiyanti, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas, pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi sangat strategis. Karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, UKM dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dengan perannya yang menyerap tenaga kerja. Selain itu, kontribusi UKM terhadap pertumbuhan nilai PDRB, Ekspor, dan Investasi. Dengan demikian, permasalahan yang akan diteliti adalah apakah Penyerapa Tenaga Kerja UKM, Ekspor UKM, dan Investasi UKM dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Maka judul dalam


(27)

Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2000-2014)”.

B. Batasan Masalah

Agar lebih jelas mengenai permasalahan diatas maka perlu dilakukan batasan masalah dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Pembatasan dilakukan dalam pemilihan variabel kinerja makro UKM yang terdiri dari penyerapan tenaga kerja UKM ekspor UKM, dan investasi UKM. 2. Mengingat adanya keterbatasan data, wilayah yang diambil dalam penelitian

ini adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Apakah variabel penyerapan tenaga kerja UKM berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB DIYogyakarta Tahun 2000-2014 ?

2. Apakah variabel ekspor UKM berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB DIYogyakarta Tahun 2000-2014 ?

3. Apakah variabel investasi UKM berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB DIYogyakarta Tahun 2000-2014 ?


(28)

4. Apakah variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB DIYogyakarta Tahun 2000-2014 ?

D. Tujuan Penelitian

Dari uraian pokok diatas tujuan dari penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk menganalisis pengaruh variabel penyerapan tenaga kerja UKM terhadap PDRB DIY Tahun 2000-2014.

2. Untuk menganalisis pengaruh variabel ekspor UKM terhadap PDRB DIY Tahun 2000-2014.

3. Untuk menganalisis pengaruh variabel investasi UKM terhadap PDRB DIY Tahun 2000-2014.

4. Untuk menganalisis pengaruh variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM secara bersama-sama terhadap PDRB DIY Tahun 2000-2014.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan formulasi kebijakan secara tepat kepada pelaku UKM terutama yang dikelola dan dikembangkan oleh pemerintah. Agar dapat meningkatkan Kinerja sektor UKM di daerah-daerah dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi secara


(29)

regional. Sedangkan bagi pelaku bisnis itu sendiri, dengan adanya penelitian ini mampu memahami dan mengetahui indikator-indikator makro yang memberikan pengaruh terhadap jalannya UKM.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta pengetahuan dalam bidang Kinerja UKM yang dilihat dari faktor makro yang mempengaruhi seperti Penyerapan Tenaga Kerja UKM, Ekspor UKM, dan Investasi UKM. Selain itu untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dibangku kuliah terutama mengenai Koperasi dan UKM.

b. Bagi Akademis

Bagi kalangan akademis, hasil dari penelitian ini dapat memperkaya wacana keilmuan di bidang Koperasi dan UKM khsusunya mengenai kinerja UKM dalam memberikan kontribusi sektor UKM terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) a. Definisi Usaha Kecil Menengah

Di Indonesia, UKM tidak memiliki satu definisi yang standar. Beberapa lembaga atau intansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan Np 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No.20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

1) Badan Pusat Statistik (BPS)

BPS mendefinisikan jumlah tenaga kerja. Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan Usaha Menengah merupakan entitas usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang.

2) Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM).

Definisi UKM menurut Menengkop dan UKM bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara


(31)

itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan, merupakan entitas usaha.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dam Menengah. Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (a) Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (a) Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994.

Usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun


(32)

setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (a) Badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (b) Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).

b. Kriteria UKM

Terdapat beberapa ciri-ciri UKM diantaranya : (Raselawati, 2011)

1) Ketrampilan dasar yang dimiliki umumnya sudah ada secara turun-temurun. 2) Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih

teknologi.

3) Melibatkan masyarakat setempat yang termasuk dalam ekonomi lemah, sehingga secara ekonomis menguntungkan.

4) Bersifat padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja.

5) Memiliki peluang pasar cukup luas, sehingga sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor.

c. Klasifikasi kelompok UKM

Menurut Rahmana (2009) klasifikasi Usaha Kecil dan Menengah menjadi 4 kelompok, yaitu :


(33)

1) Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal.

2) Micro Entreprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.

3) Small Dynamic Entreprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. 4) Fast Moving Entreprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa

kewirausahaan dan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

d. Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah

Pengukuran Kinerja UKM menurut Badan Pusat Statistik dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk, diantaranya :

1) Nilai Tambah. UKM mampu menciptakan nilai tambah yang digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) sektor UKM.

2) Jumlah unit usaha, Penyerapan tenaga kerja dan Produktivitas. Terdapat pengaruh yang diberikan UKM pada kesempatan kerja karena banyaknya jumlah unit usaha UKM.

3) Ekspor. UKM mampu menembus pasar global atau meningkatkan ekspor melalui hasil produksinya yang lebih banyak memanfaatkan sumber daya alam.

4) Investasi. Investasi merupakan penanaman modal pada UKM dalam menjalankan usahanya.


(34)

Sementara Tambunan (2002) juga memberikan pandangan mengenai pengukuran Kinerja UKM dengan beberapa indikator, diantaranya :

1) Kesempatan Kerja

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa, di satu pihak, jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, di pihak lain, Usaha Besar tidak mampu menyerap semua pencari kerja. Dikarenakan Usaha Besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tingi dan pengalaman kerja yang cukup, sementara UKM sebagian penididikannya berpendidikan rendah.

2) Produk Domestik Bruto (PDB)

Secara makro pengukuran kinerja perekonomian diukur dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) melalui beberapa sektor. Sementara itu, UKM mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDB Nasional.

3) Ekspor

Adanya kemampuan UKM di Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik.

e. Permasalahan yang Dihadapi UKM

Dalam Kristiyanti (2012), pada dasarnya terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil Menengah (UKM). Diantaranya, meliputi :


(35)

1) Faktor Internal

a) Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup dan mengandalkan modal pemilik yang berjumlah terbatas sementara modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh oleh persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Selain itu, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap pembiayaan.

b) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Keterbatasan kualitas SDM dalam Usaha Kecil Menengah baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan ketrampilannya sehingga sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya. Dikarenakan UKM pada dasarnya masih merupakan usaha yang turun menurun. Sehingga mengakibatkan usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh; (1) Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha kecil. (2)Mentalitas pengusaha UKM yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. (3) Kurangnya transparasi informasi antara generasi awal pembangun UKM terhadap generasi selanjutnya.


(36)

2) Faktor Eksternal

a) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkan UKM dari tahun ke tahun terus dievaluasi dan disempurnakan, namun belum sepenuhnya kondusif. Masih terdapat persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Selain itu kebijakan perekonomian pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM dan lebih mengakomodir kepentingan para pengusaha besar.

b) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga sarana dan prasarana yang dimiliki tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya. c) Implikasi Otonomi Daerah

Perubahan sistem akan memberikan dampak terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan baru yang diberikan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan terkadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usaha di daerah.

d) Implikasi Perdagangan Bebas

Diberlakukannya AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap Usaha Kecil dan Menengah untuk bersaing


(37)

dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas.

e) Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karaktarestik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek. Sehingga produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.

f) Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapt dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

f. Peran Penting UKM

UKM berperan dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari penciptaan lapangan kerja. UKM termasuk kelompok usaha yang penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan usaha kecil dan menengah merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Pentingnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia ini telah ditunjukkan oleh bertahannya UKM di tengah krisis ekonomi global yang melanda beberapa tahun lalu (Kristiyanti, 2002).


(38)

Sedangkan menurut Dinas Koperasi (2008), peran UKM dalam perekonomian nasional yatiu; (1) UKM sebagai peran utama dalam kegiatan ekonomi. (2) UKM penyedia lapangan terbesar. (3) UKM berperan dalam mengembangkan perekonomian lokal dan juga pemberdayaan masyarakat. (4) UKM mampu menciptakan pasar baru dan sumber inovasi, serta kelima, UKM mampu membeerikan kontribusinya terhadap neraca pembayaran.

2. Penyerapan Tenaga Kerja UKM a. Penyerapan Tenaga Kerja

Di Indonesia, pasar penyerapan tenaga kerja dibedakan atas sektor formal dan informal. Sektor formal atau modern mencakup perusahaan-perusahaan yang mempunyai status Hukum, pengakuan dan izin resmi serta umumnya mempunyai status Hukum, pengakuan, dan izin resmi serta umumnya berskala besar. Sedangkan sektor informal merupakan sektor yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Kegiatan usaha umumnya sederahan; (2) Skala usaha relative kecil; (3) Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki izin usaha; (4) Untuk bekerja di sektor informal biasanya lebih mudah daripada di sektor formal; (5)Tingkat penghasilan umumnya rendah; (6) Keterkaitan antar sektor informal dengan usaha lain sangat kecil; (7) Usaha sektor informal sangat beraneka ragam (Cahyono dalam Raselawati, 2011).

Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja


(39)

terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan penyerapan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).

b. Permintaan dan Penawaran Penyerapan Tenaga Kerja

Permintaan penyerapan tenaga kerja menjelaskan tentang hubungan kuantitas penyerapan tenaga kerja yang dikehendaki dengan tingkat upah. Permintaan pengusaha atas jumlah penyerapan tenaga kerja yang diminta karena orang tersebut dapat meningkatkan jumlah barang atau jasa yang diproduksi dan kemudian dijual kepada konsumen. Adanya pertambahan permintaan perusahaan terhadap penyerapan tenaga kerja bergantung kepada pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi (Simanjuntak, 2011).

Pasar penyerapan tenaga kerja, seperti pasar lainnya dalam perekonomian dikendalikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Seperti yang telah diketahui, bahwa pasar penyerapan tenaga kerja berbeda dengan sebagian pasar lainnya. Karena permintaan penyerapan tenaga kerja merupakan permintaan turunan. Sebagian besar jasa penyerapan tenaga kerja, bila dibandingkan dengan barang-barang jadi yang siap dinikmati oleh konsumen merupakan input untuk memproduksi barang-barang lainnya.


(40)

N

Jumlah Kesempatan Kerja

N N I I mpp=d W1 Ting ka t Upa h W0 0 Jumlah Buruh (a) Perusahaan S*L E1 D E2 W Ting ka t W 0 (b) Perekonomian SL Grafik 2. 1 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Sumber : Makroekonomi Teori Pengantar, Sadono Sukirno (2013); hal 77-78

Dalam grafik 2.1 diatas menunjukkan permintaan (D1) dan penawaran (SLdan S*L) tenaga kerja dalam perekonomian. Pada mulanya penawaran tenaga kerja adalah SL. Keseimbangan tingkat upah adalah W0 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adah N0. Perubahan pada tingkat upah sebesar jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N2 sedangkan seluruh pengusaha dalam perekonomian hanya ingin menggunakan sebanyak N2 tenaga kerja. Dengan demikian terjadi pengangguran tenag akerja sebanyak N0 dan N2. Kelebihan tenaga kerja ini akan menyebabkan kemerosotan upah sehingga tingkat dimana penawaran tenaga kerja yang baru sama dengan permintaan tenaga kerja. Keadaan tersebut dicapai di E1 dan dengan demikian upah adalah W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian N1 (Sukirno, 2013).


(41)

Permintaan penyerapan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan atau instansi tertentu. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan faktor-faktor lain yang memperngaruhi permintaan hasil (Sumarsono, 2003). Permintaan harga penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh :

1) Perubahan tingkat upah

Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi tingkat upah naik maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

- Biaya produksi perusahaan akan naik akibat dari naiknya tingkat upah dan akan meningkatkan harga per unit produksi. Konsumen kemudian akan memberikan respon cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, dengan mengurangi konsumsi atau tidak membeli sama sekali. Akibatnya banyak hasil produksi yang tidak terjual. Maka, penyerapan tenaga kerja akan berkurang akibat dari turunnya target produksi. Perencanaan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi atau scale effect.

- Produsen akan lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk produksinya dan menggantikan penyerapan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Hal ini terjadi apabila upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi kerja..


(42)

2) Perubahan akan permintaan hasil akhir produksi oleh konsumen. Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya, untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan penyerapan tenaga kerjanya.

3) Harga barang modal turun. Apabila harga barang modal turun maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan cenderung meningkatkan produksinya karena permintaan hasil produksi bertambah, akibatnya permintaan penyerapan tenaga kerja akan meningkat.

c. Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja

Masalah yang dapat muncul pada angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatau tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Mulyadi, 2012).Ketidakseimbangan dapat berupa; (1) Lebih besarnya penawaran dibanding Permintaan terhadap tenaga kerja (excess suplly of labor) dan (2) Lebih besarnya Permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).


(43)

N4 Excess DL W

W2

0 D

L SL

N3

Grafik 2. 2 Ketidakseimbangan Penyerapan Tenaga Kerja

Sumber : Ekonomi Sumber Daya Manusia, Mulyadi S, (2012); hal 56-58

Keterangan

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) W = Upah riil

DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) N = Jumlah tenaga kerja We

N1 N2

Excess SL W

W1

0

N

(1) (2)

Ne

DL W

0

N

DL SL SL


(44)

Dalam grafik diatas, jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Disini tidak ada excess supply of labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut.

d. Hubungan Penyerapan Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan PDRB

Dengan adanya penggunaan tambahan tenaga kerja di tingkat tertentu maka akan menghasilkan tambahan output produksi yang kemudian meningkatkan output nasional. Tanpa adanya peran tenaga kerja maka kegiatan produksi menjadi tidak berjalan. Akan tetapi penggunaan tenaga kerja yang tidak memadai juga akan mengganggu jalannya proses produksi sehingga output produksi akan menurun. Dengan menurunnya output produksi makan akan menurungkan tingkat konsumsi yang berakibat menurunnya tingkat investasi yang akan membuat kegiatan perekonomian lemah (Widhiyana dan Sulastri, 2015).

Sementara menurut Wicaksono dalam Widyantoro (2013), meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Oleh karena itu, hubungan antara jumlah output dengan penyerapan tenaga kerja yaitu jika terjadi kenaikan Permintaan output yang dihasilkan sebuah perusahaan,


(45)

maka perusahaan tersebut akan meningkatkan jumlah tenaga kerjannya untuk meningkatkan produktivitas yang ada.

3. Ekspor UKM

Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan system pembayaran, kualitas, kuantitas, dan syarat penjualan lainnya yang telah disepakati oleh pihak eksportir dan juga importer. Permintaan ekspor adalah jumlah barang serta jasa yang diminta untuk diekspor dari suatu Negara ke Negara lain. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke Negara lain (Sukirno, 2013).

Sementara Madura (2001), ekspor adalah penjualan barang dan jasa kepada pembeli yang berdomisisli di Negara lain. Berbeda dengan Madura, pengertian ekspor menurut Setiano (2008) adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean suatu Negara ke Negara lain dengan memenuhi ketentuan berlaku.

a. Manfaat dari Kegiatan Ekspor

Manfaat ekspor menurut Sukirno (2010), sebagai berikut : 1) Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia

Kegiatan ekspor merupakan salah satu cara untuk memasarkan produk Indonesia ke luar negeri. Sehingga ketika permintaan akan suatu produk ke


(46)

luar negeri, maka kegiatan produksi akan produk tersebut akan semakin berkembang.

2) Menambah Devisa Negara

Adanya perdagangan antar Negara memungkinkan eksportir Indonesia untuk dapat menjual barang kepada masyarakat di luar negeri. Dengan adanya transaksi yang berlangsung, maka akan menambah penerimaan devisa Negara. Dengan begitu kekayaan Negara dapat bertambah karena devisa merupakan salah satu sumber penerimaan Negara.

3) Memperluas Lapangan Kerja

Kegiatan ekspor akan mampu membuka lapangan kerja terutama bagi masyarakat. Karena dengan semakin luasnya pasar bagi produk Indonesaia, maka kegiatan produksi dalam negeri akan meningkat. Sehingga semakin banyak penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan semakin luas lapangan kerja yang disediakan.

b. Strategi Pengembangan Ekspor

Menurut Raselawati (2011) terdapat beberapa strategi dalam mengembangkan ekspor pada Usaha Kecil Menengah, diantaranya :

1) Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UKM adalah dengan mengembangkan iklim usaha yang kondusif. Dengan cara menciptakan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Artinya, lingkungan kebijakan yang dimaksud harus transparan dan tidak membebani UKM secara finansial dan juga berlebihan dan


(47)

pemerintah tidak perlu campur tangan secara berlebihan sehingga aturan-aturan yang menghambat kegiatan UKM perlu dihapuskan.

2) Pengembangan UKM yang sebelumnya diarahkan pada supply driver strategy sebaiknya diarahkan pada program UKM yang berorientasi pasar, dan didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan rill UKM (market oriented, demand drived programs).

3) Kemudian untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas adalah dengan menumbuhkan usaha menengah dalam membangun struktur industri. Karena strategi pengembangan usaba menengah ini banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entinitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi ataupun dalam kebijakan pengembangan UKM. 4) Pengembangan institusi penunjang dengan melakukan optimalisasi peran

instituisi pendukung ekspor diharapkan mampu menyediakan informasi di pasar internasional bagi para eksportir, dengan memetakan para buyer yang mampu dan memiliki komitmen untuk menampung serta memasarkan produk Indonesia di Negara yang bersangkutan dengan memberi perlindungan dan konsultasi bisnis pada eksportir Indonesia yang akan masuk ke pasar luar negeri.

c. Hubungan Ekspor dengan Pertumbuhan PDRB

Menurut Widhiyana dan Sulastri (2015) Ekspor dan PDRB memiliki keterkaitan dimana ekspor secara langsung menyumbang pertumbuhan pendapatan nasional dan ekspor merupakan salah satu sumber untuk menambah


(48)

sumber devisa Negara serta mampu menciptakan kesempatan kerja. Dengan adanya peningkatan ekspor maka akan meningkatkan PDRB.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Syahza (2003) ekspor sangat berperan pada pertumbuhan PDRB. Peningkatan ekspor akan merangsang pertumbuhan ekonomi daerah karena berlakunya multiplier effect terhadap pendapatan daerah. Dengan berlakunya multiplier effect dapat meningkatkan PDRB seiring dengan meningkatnya investasi daerah tersebut.

4. Investasi UKM

Menurut Sukirno (2013) investasi dapat disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal. Investasi merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi juga dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian di masa yag akan datang.

Terdapat dua tujuan utama dalam investasi, yakni (1) Mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak (depresiasi) dan tambahan penyediaan modal yang ada. Sedangkan tujuan lainnya menyebutkan bahwa pengeluaran investasi adalah pembelian barang-barang yang memberi harapan menghasilkan keuntungan di masa akan datang. Harapan keuntungan ini digunakan sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan investasi (Kunarjo dalam Wahyudi, 2010).


(49)

Artinya, pertimbangan yang diambil oleh perusahaan dalam memutuskan membeli atau tidak barang dan jasa tersebut adalah harapan dari perusahaan akan kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh (dengan dijual atau digunakan untuk proses produksi). Dalam ekonomi makro sendiri, pengertian investasi lebih dipersempit yakni sebagai pengeluaran masyarakat yang ditujukan untuk menambah stok modal fisik (Dornbush dan Fischer dalam Wahyudi, 2010).

Menurut Sukirmo (2013) faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah; (1) Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh, (2) Suku bunga, (3) Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan, (4) Kemajuan teknologi, dan (5) Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.

Besar kecilnya investasi akan mempengaruhi kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja. Maka, semakin besar investasi akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja, kesempatan kerja akan bertambah dan penyerapan tenaga kerja juga akan bertambah. Dengan begitu, pendapatan masyarakat akan meningkat sehingga akan tercapai kesejahteraan masyarakat (Karlita, 2013).

Menurut Laily dan Pristiyadi (2013) terdapat dua jenis investasi, yakni investasi riil dan investasi finansial. Dimana investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang yang tahan lama (barang-barang modal) yang akan digunakan untuk proses produksi. Dimana investasi riil ini dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu : 1) Investasi tetap perusahaan (Business Fixed Investment), 2)


(50)

Investasi untuk perumahan (Residential Contruction), 3) Investasi perubahan bersih persediaan perusahaan (Net Change in Business Inventory).

Dalam investasi persediaan terdapat model investasi yang paling sederhana yakni model percepatan. Dengan asumsi bahwa perusahaan menyimpan persediaan yang porposional terhadap tingkat output perusahaan. Maka ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi. Sementara ketika output mengalami penurunan, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga persediaan turun yang berakibat investasi persediaan menjadi negatif.

Investasi juga dapat diartikan sebagai suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Dalam hal ini adalah investasi yang dilakukan investor pada sektor UKM (Usaha Kecil Menengah).

a. Efisiensi Investasi Marjinal

Di dalam suatu waktu tertentu, misalnya dalam tempo setahun, dalam perekonomian akan terdapat banyak individu dan perusahaan yang mempertimbangkan untuk melakukan investasi. Efesiensi investasi marjinal dapat didefenisikan sebagai : suatu kurva yang menunjukkan hubungan di antar tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang diinvestasikan (Sukirno, 2013).


(51)

R2 R1 R0

I0 I

1 I2 MEI

A

B

C

0

Investasi yang diperlukan

Ting ka t pen ge mbalian m oda l

Grafik 2. 3 Efisiensi Investasi Marjinal

Sumber : Makroekonomi Teori Pengantar, Sadono Sukirno (2013; hal 124)

Dalam gambar diatas, sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan dilakukan. Pada kurva MEI ditunjukkan tiga buah titik; A, B, dan C. Dimana titik A menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal adalah R0 dan investasi adalah I0. Artinya, titik A menggambarkan bahwa dalam perekonpmian dapat dilakukan kegiatan yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R0 atau lebih tinggi. Untuk mewujudkan investasi tersebut, maka modal yang diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga menggambarkan gambaran yang sama.

Titik B menggambarkan wujud kesempatan untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan modal yang diperlukan adalah I1. Dan titik C menggambarkan, untuk mewujudkan usaha yang menghasilkan


(52)

tingkat pengembalian modal sebanyak R2 atau lebih, diperlukan modal sebanyak I2 (Sukirno, 2013).

b. Hubungan Investasi UKM dengan Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan dari investasi adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas lebih tinggi yang akan memberikan surplus lebih besar, sehingga dapat berpengaruh terhadap proses investasi pada satu sektor terhadap sektor yang lain (Karib dalam Widyantoro, 2013).

Investasi dalam teori Harold dan Dommar memberi peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi memiliki peran ganda dimana dapat menciptakan pendapatan, dan kedua investasi dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan dalam Wiranto, 2010).

Dalam Analasis Makro DIY Tahun 2014, dijelaskan bahwa investasi merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi memiliki keterkaitan dengan keberlangsungan kegiatan ekonomi masa datang. Dengan melakukan investasi diharapkan kapasitas produksi dapat ditingkatkan, yang artinya ada peningkatan output. Sehingga dengan adanya peningkatan output maka akan meningkatkan pendapatan. Dalam jangka panjang akumulasi investasi mampu mendorong perkembangan pada berbagai aktivitas ekonomi sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah khususnya investasi pada UKM.


(53)

Selain itu, menurut Maharani (2008) investasi mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi karena peningkatan PDB tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM mampu mendorong kenaikan output dan perminataan input sehingga akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi

Untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan menambah investasi. Dimana dengan investasi baru akan menambah stok modal sehingga akan menambah output nasional. Datrini (dalam Karlita, 2013) menyebutkan bahwa pembentukan modal baru/investasi dapat memperbesar kapasitas produksi yang mampu meningkatkan PDRB, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan nasional.

5. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja perekonomian suatu Negara dalam periode tertentu dapat diukur melalui suatu indikator penting yakni data mengenai pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada periode tertentu, karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat (Basri, 2002).


(54)

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan atau output perkapita (Basri, 2002).

Menurut Sadono (2013), kegiatan perekonomian meliputi perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal.

Terdapat beberapa cara untuk memperhitungkan pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Dilihat dari sisi permintaan (demand) yaitu dengan memperhitungkan komponen makro ekonomi seperti konsumsi, investasi, ekspor, dan impor sedangkan dari sisi penawaran (supply) dengan memperhitungkan nilai tambah setiap sektor dalam produksi nasional. Sementara Mankiw (2001) berpendapat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan presentase Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci, PDB merupakan nilai pasar dari


(55)

semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu Negara dalam kurun waktu tertentu.

Sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi regional, digunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh jumlah unit usaha dalam suatu daerah/wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada suatu periode tertentu (Analisis Makro DIY, 2014).

6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Arsyad (dalam Ahmad, 2014) PDRB adalah jumlah nilai tambah yang ditimbulkan berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah (regional). PDRB merupakan jumlah nilai output bersih perekonomian yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu wilayah (provinsi dan kabupaten/kota), dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun).

Sementara definisi PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah jumlah nilai tambhan yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah dengan menjumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi. Terdapat beberapa pendekatan untuk menghitung PDRB, yaitu : (Analisis Makro DIY, 2014).


(56)

a. Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit usaha kegiatan ekonomi di suatu daerah/wilayah tertentu. Unit-unit ekonomi tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha/sektor, yaitu; (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas,dan Air Bersih, (5) Konstruksi, (6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa-jasa.

b. Pendekatan Pengeluaran

PDRB merupakan jumlah seluruh komponen permintaan akhir suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Komponen tersebut, meliputi; pengeluaran rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan infrastruktur, dan ekspor neto.

c. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta pada proses produksi suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Misalnya, upah dan gaji, sewa tanah, bunga


(57)

modal, dan keuntungan. PDRB mencakup penyusutan barang modal tetap dan pajak tak langsung.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eko Oesman (2006), yang mengkaji tentang kinerja dan daya tahan UKM terhadap perubahan kebijakan makro ekonomi pemerintah di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan Input-Output. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan usaha kecil dan menengah mampu menyediakan kebutuhan barang dan jasa masing-masing sebesar 32,73 persen dan 12,54 persen. Kemudian permintaan akhir konsumsi rumah tangga dan ekspor barang-barang dan jasa UKM mampu meningkatkan sebesar 10% perekonomian Jawa Timur akan tumbuh sebesar 3,28%, penyerapan tenaga kerja sebesar 4,78 persen, dan pendapatan masyarakat sebesar 3,35 persen.

Dengan menaikkan permintaan komponen konsumsi rumah tangga dan ekspor untuk masing-masing skala usaha memperlihatkan bahwa usaha kecil memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dibanding dengan usaha besar. Sementara dengan adanya kenaikan BBM mampu memberikan dampak terhadap semua skala usaha dengan nilai impact yang berbeda. Kenaikan BBM tersebut memberikan efek kenaikan harga secara total pada usaha kecil sebesar 5,08 persen, usaha menengah sebesar 4,36 persen dan usaha besar sebesar 14,20.


(1)

Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 10

b. Heteroskedastisitas

Variabel Koef. t-Statis. Prob. Konstanta 73.0227 0.56332 0.5774 T. Kerja -5.3414 -0.3944 0.6961 Ekspor -1.3991 -1.3383 0.1909 Investasi -0.6009 -0.361 0.7206

Dari output diatas, dapat diketahui bahwa koefisien dari masing-masing variabel independen bernilai > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah heteroskedastisitas, sehingga hipotesis noll dapat diterima.

c. Autokorelasi

Pada penelitian ini, dalam pengujian dengan metode fixed effext nilai DW yang ada sebesar 0,567942 dimana nilai tersebut masih berada jauh diangka 2. Maka, dalam pengujian tersebut terdapat permasalahan autokorelasi sehingga digunakan Metode Cochrane-Orcrutt untuk menyembuhkan permasalahan autokorelasi yang terdapat dalam penelitian ini.

Hasil regresi didapatkan bahwa nilai DW statistik adalah 2,00 sementara nilai dL= 1,3064 dU =1,7202. Sehingga nilai 4-dU = 2,2798 dan nilai 4-dL = 2,63936. Hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai dL < DW < 4-dU sehingga uji autokorelasi dalam penelitian ini tidak mengandung autokorelasi.

2. Model Estimasi Data Panel

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Fixed Effect, dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut :

PDRB = -3,92549 - 3,28779TK + 0,035143 EKSP + 3,362697 Investasi + e

Dari persamaan regresi diatas dapat diketahui bahwa apabila variabel lain dianggap konstan, maka kontribusi UKM terhadap PDRB akan turun sebesar 3,92%. Dan diikuti dengan:

a. Penyerapan Tenaga Kerja UKM memiliki nilai koefisien sebesar -3,288779. Yang berarti, jika penyerapan tenaga kerja mengalami kenaikan sebesar 1 orang maka PDRB akan turun sebesar Rp 3.288.779,-.

b. Ekspor UKM memiliki nilai koefisien sebesar 0,035143. Yang berarti, apabila ekspor UKM mengalami kenaikan sebesar 1 juta rupiah maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar Rp 35.143.000,- cateris paribus.

c. Investasi UKM memiliki nilai koefisien sebesar 3,362697. Artinya, apabila investasi mengalami kenaikan sebesar 1 juta rupiah, maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar Rp 3.362.697,-

Untuk melihat secara statistik tingkat signifkansi atau pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan uji individu (parsial).Dengan membandingkan nilai statistik tiap variabel dengan nilai t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Jika t-statistik > t-tabel yang berarti Ho ditolak. Sementara jika t-statistik < t-tabel berarti Ho diterima. Pada tingkat kepercayaan α = 5%, df = 39, maka diperoleh t-tabel 1,68488.

a. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja UKM terhadap PDRB

Diketahui bahwa nilai t-statistik variabel penyerapan tenaga kerja (TK) UKM sebesar -2,3137. Sementara nilai tabel sebesar 1,68488. Yang berarti t-stastitik < t-tabel. Maka, dengan diterimanya Ho penyerapan tenaga kerja UKM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PDRB dengan nilai koefisien regresi sebesar -3,28779 yang berarti jika penyerapan tenaga kerja UKM mengalami penururnan sebesar 1 orang maka PDRB cenderung turun sebesar Rp 3.287.790,-

Berpengaruhnya penyerapan tenaga kerja (TK) UKM secara negatif terhadap PDRB dikarenakan pada beberapa


(2)

sektor-Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 11

sektor pembentuk PDRB DIY kinerja ekonomi mengalami peningkatan namun tidak diikuti peningkatan penyerapan tenaga kerja tetapi justru terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, masalah yang terdapat dalam usaha kecil dalam melakukan ekspansi adalah bahwa produktivitasnya yang masih rendah dalam penciptaan nilai tambah.

Dengan begitu, penyerapan tenaga kerja yang kurang maksimal yang dipengaruhi oleh faktor lain, seperti produktifitas, kualitas, dan peningkatan mutu menyebabkan output yang dihasilkan kurang maksimal. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widhiyana dan Sulastri (2015) dimana akibat kurang maksimalnya peran tenaga kerja maka akan mengakibatkan produksi akan menurunkan tingkat konsumsi yang berakibat menurunnya tingkat investasi. Dengan menurunnya output produksi makan akan menurungkan tingkat konsumsi yang berakibat menurunnya tingkat investasi yang akan membuat kegiatan perekonomian lemah (Widhiyana dan Sulastri, 2015).

Menurut Madona (2011) dalam penelitian yang dilakukan Widhiyana dan Sulastri (2015) bahwa peningkatan mutu penyerapan tenaga kerja dengan pengelolaan yang efektif dan tepat sasaran diharapkan akan mampu meningkatkan PDRB. Penyerapan tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya lokal perlu ditingkatkan kualitasnya. Kondisi tersebut perlu ditingkatkan mengingat semakin ketatnya persaingan yang semakin mengglobal.

b. Kontribusi Ekspor UKM terhadap PDRB

Diketahui bahwa nilai t-statistik variabel ekspor (EKSP) UKM sebesar -1.06481 . Sementara nilai t-tabel sebesar 1,68488. Yang berarti t-stastitik < t-tabel. Maka dengan diterimanya Ho, ekspor UKM cenderung berpengaruh positif namun secara statistik kurang signifikan . Hal ini

ditunjukkan oleh nilai t-statistik yang lebih kecil dari nilai t-tabel.

Sementara nilai koefisien regresi ekspor sebesar 0,035143 yang berarti jika ekspor UKM mengalami peningkatan sebesar 1 juta rupiah maka PDRB cenderung turun sebesar Rp 35.143.000,- dan apabila ekspor UKM mengalami penurunan sebesar 1 juta rupiah maka PDRB akan meningkat sebesar Rp 35.143.000,-

Hal ini sejalan dengan penelitian Lihan dan Yogi (2003) dimana dari hasil penelitian empiris besarnya nilai ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Jung dan Marshall (dalam Lihan dan Yogi, 2003) menyatakan bahwa kondisi tersebut diakibatkan oleh kondisi ekspor yang tidak efisien atau menurun efisiennya diukur dengan konsep

“domestic resource cost”. Dikarenakan

adanya produk baru di sektor ekspor yang sangat bergantung pada input hasil ekspor.

Secara statistik ekspor UKM di tiga wilayah (Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo) tidak menyebabkan adanya peningkatan yang signifikan pada PDRB. Hasil temuan ini diperkuat oleh fakta dimana ekspor di tiga wilayah Kota/Kabupaten (Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo) belum banyak berperan dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Adanya kondisi ekonomi yang cenderung berfluktuatif menyebabkan kinerja ekspor UKM belum mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB.

c. Kontribusi Investasi UKM terhadap PDRB

Diketahui bahwa nilai t-statistik variabel investasi (INV) UKM sebesar -8.15923. Sementara nilai t-tabel sebesar 1,68488. Yang berarti t-stastitik > t-tabel dan Ho ditolak. Maka dengan ditolaknya Ho, investasi UKM mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDRB.


(3)

Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 12

Sementara nilai koefisien regresi ekspor sebesar 3,362697 yang berarti jika ekspor UKM mengalami peningkatan sebesar 1 juta rupiah maka PDRB cenderung turun sebesar Rp 3.362.697,- dan apabila ekspor UKM mengalami penurunan sebesar 1 juta rupiah maka PDRB akan meningkat sebesar Rp 3.362.697,-

Hal ini sesuai dengan teori Harrod-Domar dimana investasi memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Adanya peningkatan investasi maka akan meningkatkan nilai tambah atau penghasilan di masa yang akan datang. Sedangkan 6,3% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

Sejalan dengan itu, menurut Mankiw (2000), semakin tinggi nilai investasi yang dikelola maka kondisi perekonomian suatu wilayah akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa investasi dapat mendorong perubahan ekonomi yang berkesinambungan. Disamping itu, penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tejasari (2008) dimana investasi memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena peningkatan PDB tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi yang ada disektor UKM mampu mendorong adanya kenaikan oputput serta permintaan input sehingga dapat berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Pengaruh variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM secara simultan (bersama-sama) terhadap PDRB DIY.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat dan seberapa besar

pengaruhnya secara simultan, maka digunakan uji F dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan pada tingkat signifikansi (α = 5%) untuk menentukan diterima atau tidaknya hipotesis.

Dari hasil olahan data diperoleh hasil F-statistik > F-tabel. (60,26205 > 2,80) dengan tingkat kepercayaan α = 5%. Dengan demikian berarti F-statistik lebih besar dari F-tabel yang berarti secara bersama-sama variabel penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM berpengaruh signifikan terhadap PDRB.

4. Uji Koefisien Determinasi

Besarnya kontribusi yang diberikan penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM terhadap PDRB dapat dilihat pada koefisien determinasi (R2) sebesar 0,937. Hal ini berarti 93,7% dari PDRB dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM.

Interpretasi Koefisien Individual Effect

Variabel Koefisien Efek Individu Konstanta -3,92549

_YK—C -9,51545 2.97864 _BTL—C -10,2477 -3.0018 _KP—C 17,39826 -0.5772

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan model fixed effect, TK, EKSP, dan INV dipersepsikan sama dengan nol (tidak mengalami perubahan). Maka persentase kontribusi yang diberikan UKM terhadap PDRB sebesar -3,92549 persen. Akan tetapi, jika dilihat berdasar masing-masing kabupaten terdapat perbedaan yang signifikan antar kabupaten, dengan asumsi variabel lain di abaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari konstanta berdasar dummy variabel masing-masing kabupaten;

a. Kontribusi yang diberikan UKM di Kota Yogyakarta terhadap PDRB


(4)

Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 13

apabila variabel lain di abaikan, akan turun sebesar -9,51545. Namun kontribusi UKM di Kota Yogyakarta lebih kecil 9,51 persen dibandingkan dengan kontribusi UKM terhadap PDRB yang diberikan oleh Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo. Sementara pada efek individual apabila terdapat perubahan penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM baik antar wilayah antar waktu, maka akan memiliki pengaruh individu terhadap PDRB sebesar 2.97864 rupiah. b. Kontribusi yang diberikan UKM di

Kabupaten Bantul terhadap PDRB apabila variabel lain di abaikan, akan turun sebesar -10,2477. Namun kontribusi UKM di Kabupaten Bantul lebih besar -10,24 persen dibandingkan dengan kontribusi UKM terhadap PDRB yang diberikan oleh Kota Yogyakarta namun lebih kecil dari Kabupaten Kulon Progo. Sementara pada efek individual apabila terdapat perubahan penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM baik antar wilayah antar waktu, maka akan memiliki pengaruh individu terhadap PDRB sebesar -3.0018 rupiah. c. Kontribusi yang diberikan UKM di

Kabupaten Kulon Progo terhadap PDRB apabila variabel lain di abaikan, akan naik sebesar 17,39826. Namun kontribusi UKM di Kabupaten Kulon Progo masih lebih besar 17,39 persen dibandingkan dengan kontribusi UKM terhadap PDRB yang diberikan oleh Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sementara pada efek individual apabila terdapat perubahan penyerapan tenaga kerja UKM, ekspor UKM, dan investasi UKM baik antar wilayah antar waktu, maka akan memiliki pengaruh individu terhadap PDRB sebesar -0.5772 rupiah.

SIMPULAN

1. Berdasarkan hasil estimasi data panel dengan menggunakan metode Fixed

Effect Model (FEM) dijelaskan bahwa secara simultasn Penyerapan Tenaga Kerja UKM, Ekspor UKM, dan Investasi UKM berpengaruh signifikan terhadap PDRB pada tahun 2000-2014 pada tingkat kepercayaan 95%.

2. Berdasarkan hasil estimasi dengan metode Fixed Effect Model (FEM) dijelaskan secara parsial bahwa Penyerapan Tenaga Kerja UKM berpengaruh secara negatif namun signifikan secara statistik. Sementara Ekspor UKM secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB pada tahun 2000-2014. Sedangkan Investasi UKM berpengaruh terhadap PDRB tahun 2000 sampai 2014.

SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah DIY disarankan untuk terus memberdayakan UKM dengan meningkatkan kinerja UKM, mengingat kinerja UKM dapat memberikan kontribusi sekitar 95% pada pertumbuhan PDRB DIY.

2. Berdasarkan kesimpulan yang ada dapat dirokemendasikan bahwa hendaknya Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota/Kabupaten agar dapat memperhatikan lagi indikator-indikator makro kinerja UKM untuk dapat meningkatkan kemampuan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi tingkat penggangguran. Dan dengan begitu, kualitas kualitas mutu tenaga kerja dapat meningkat sehingga meningkatkan PDRB DIY.

3. Dari segi kinerja Ekspor, baik Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota/Kabupaten hendaknya membangun infrastruktur pendukung ekspor yang belum merata di tiap wilayah DIY agar mempermudah para pelaku UKM. Selain itu perlu dilakukan


(5)

Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 14

peningkatan efekstifitas dan efisiensi pemasaran produk unggulan ke pasar regional dan global (ekspor).

KETERBATASAN MASALAH 1. Terdapat banyak variabel kinerja UKM

sehingga peneliti melakukan pemilahan terhadap indikator kinerja yang memiliki informasi ketersediaan data yang lebih lengkap dibandingkan variabel yang lain.

2. Dalam penelitian ini terdapat pengaruh variabel lain diluar penelitian.

3. Adanya keterbatasan data sehingga beberapa data missing/hilang.

4. Diambilanya tiga wilayah dikarenakan pada dua wilayah di DIY data yang dibutuhkan tidak lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Anggi. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di Malang Raya Tahun 2004-2013). Jurnal Ilmiah. Malang: FEB Universitas Brawijaya.

Ariyoso. 2015. Koreksi Autokorelasi Dengan Model Cochrane-Orcutt. httpp://www.statistik4life.com diakses 15 Mei sampai 21 Mei.

Badan Pusat Statistik. 2014. Indikator Ekonomi Kota Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. Kota Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. 2015. Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. Daerah Istimewa Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2000-2014. Kota Yogyakarta Dalam Angka. BPS Kota Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2000-2014. Kulon Progo Dalam Angka. BPS Kabupaten Kulon Progo.

Badan Pusat Statistik. 2000-2014. Bantul Dalam Angka. BPS Kabupaten Bantul

Batari, S. K. 2013. 2013. “Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Ekspor Terhadap PDRB Sektor Industri Kota Semarang Tahun 1993-2010. Skripsi. Semarang: FEB Universitas Diponegoro.

Basri, H. Faisal. 2002. Perekenomian Indonesia: Tantangan dan Harapan

Bagi Kebangkitan Ekonomi

Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Endri, Dr. Model Regresi Panel Data dan Aplikasi Eviews.

Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics, 4th Edition, McGraw-Hill International. _________. 2006. Dasar-Dasar

Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. Gunawan, S. 2007. Ekonometrika

Pengantar. Yogyakarta: BPFE.

Karlita, B. S. 2013. “Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Ekspor Terhadap PDRB Sektor Industri Kota Semarang Tahun 1993-2010”. Skripsi. Semarang: FEB Universitas Diponegoro.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milineum Indonesia 2010. Badan Perencanaan dan Pemabangunan Daerah.

Kristiyanti, M. 2012. Peran Strategis Usaha Kecil Menengah (UKM) Dalam Pembangunan Nasional. Majalah Ilmiah INFORMATIKA Vol. 3 No.1, Januari.

Kuncoro, M. 2000. “Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan”. Makalah dalam Stadium Generale di STIE Kerja Sama, Yogyakarta, 18 November 2000.

__________. 2001. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: P.T. Erlangga.

Lihan, I dan Yogi. Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,no.1, jilid 8, tahun 2003.


(6)

Analisis Kontribusi Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2000-2014) 15

Lincolin, A. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Mulyadi, S. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Persepektif Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Payaman, Simanjuntak. 2011. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Raselawati, A. 2011. “Pengaruh Perkembangan Usaha Kecil Menengah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor UKM di Indonesia”. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri.

Ratih, D. A. 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.9 No.2, Desember 2004.

Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

_____________. 2013. Makrekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Sulistyastuti, D. A. 2004. “Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001”, Jurnal Ekonomi. Pembangunan, Vol. 9 No.2, Desember, halaman 143 – 164.

Susilo, H. P. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Output Sektor Industri Kecil Analisis Panel Data. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia. Universitas Sebelas Maret.

Tambunan, T. 2013. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat. Tejasari, M. 2008.”Peranan Sektor Usaha

Kecil dan Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”

Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi 7. Jakarta: Erlangga.

Wahyuningsih, S. 2009. Peranan UKM dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal Mediagro, vol.5., no.1, halaman 1-14.

Widarjono, A. 2007. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: EKONISIA.

Widhiyana, D dan Sulastri. 2015. “Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Ekspor Terhadap PDRB Sektor Industri di Pulau Jawa Tahun Era Rezim SBY (2004-2014). Jurnal PESAT, Vol. 6, Oktober.

Widdyantoro, A. 2013. “Pengaruh PDB, Investasi, dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Periode 2000-2011”.Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayyatullah.