b. Model Efek Tetap Fixed Effect
Teknik model Fixed Effect adalah teknik mengestimasi data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.
Asumsi dalam model ini bahwa koefisien slope konstan tetapi intersep bervariasi sepanjang unit individu.
Pendekatan dengan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan Fixed Effect Model
atau Least Squares Dummy Variabel LSDV atau disebut juga dengan Covariance Model
. Persamaan estimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model adalah sebagai berikut :
Dimana : Y
it
= Variabel terikat untuk individu ke-I dan waktu ke-t X
it
= Variabel bebas untuk individu ke-I dan waktu ke-t W
it
dan Z
it
variabel dummy yang didefinisikan sebagai berikut: W
it
= 1 ; untuk individu i;i = 1,2, …, N = 0 ; lainnya
Z
it
= 1 ; untuk periode t;t = 1,2,… T = 0 ; lainnya
c. Model Efek Random Random Effect
Random Effect Model merupakan model estimasi regresi panel dengan asumsi
koefisien slope konstan dan intersep berbeda antara individu dan antar waktu Random Effect. Pada model Random Effect digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang ditimbulkan oleh model Fixed Effect . Dimasukannya variabel dummy
di dalam Fixed Effect Model bertujuan untuk mewakili ketidaktahuan tentang model yang sebenarnya. Namun, ini juga membawa konsekwensi
berkurangnya derajat kebebasan degree of freedom yang pada akhirnya mengurangi efesiensi parameter. Permasalahan ini dapat diatasi dengan
menggunakan variabel gangguan error terms yang dikenal dengan metode Random Effect
. Sehingga dengan memperhitungkan error terdapat kemungkinan korelasi
sepanjang time series dan cross section. Model yang tepat untuk digunakan dalam mengestimasi Random Effect adalah Generalized Least Squares GLS sebagai
estimatornya, karena dapat meningkatkan efisiensi dari least Squares. Dengan demikian, persamaan dalam Random Effect Model dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Dimana : u
i
= komponen error cross section v
t
= komponen error time series w
it
= komponen error gabungan Asumsi-asumsi yang biasa digunakan oleh REM adalah
u
t
~ N 0, σ
u 2
; v
t
~ N 0, σ
v 2
; w
it
~ N 0, σ
w 2
Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa komponen error individual tidak terkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi baik antara unit cross
section dan time series. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Random Effect
menganggap efek rata-rata dari ata cross section dan time series ditunjukkan dalam intercept. Dan deviasi efek secara random yang dinyatakan dalam u
i
pada data cross section.
Telah diketahui bahwa :
Maka dapat disimpulkan bahwa varians eror tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
3. Uji Regresi Data Panel Di dalam analisis regresi data panel terdapat tiga jenis teknik estimasi model
regresi data panel, yaitu model dengan metode Pooled Least Squares PLS, Fixed Effect Model
dan Random Effect Model. Maka dari ketiga teknik estimasi tersebut perlu dipilih pendekatan mana yang terbaik. Nantinya pendekatan yang
telah terpilih dapat digunakan untuk memprediksi model regresi dari penelitian yang dilakukan. Berikut beberapa uji yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
pendekatan terbaik dalam analisis regresi data panel :
a. Uji F Restricted Chow Test Uji Chow merupakan pengujian untuk menentukan model Fixed Effect atau
Common Effect yang lebih tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.
Setelah dilakukan regresi dua model yaitu model dengan asumsi bahwa slope dan intersep sama deengan asumsi bahwa slope sama tetapi beda intersep. Padahal
asumsinya adalah setiap unit cross section memiliki persamaan perilaku yang cenderung sama tidak realistis mengingat bisa saja setiap unit memiliki perbedaan
perilaku. Hipotesis yang digunakan adalah : H
: Common Effect Model H
1
: Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan membandingkan
perhitungan F statistik dengan F tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung lebih besar dari F tabel, maka H
ditolak yang artinya model yang lebih tepat digunakan adalah Fixed Effect Model. Sebaliknya, jika F hitung lebih kecil
dari F tabel, maka H diterima dan model yang lebih tepat digunakan adalah
Common Effect Model .
Rumus perhitungan F statistik untuk Uji Chow :
Keterangan : R
2
Fixed Effect : R
2
Common Effect N
: Jumlah individual cross section
T : Jumlah series waktu time series
K : Jumlah variabel independen
Sedangkan F tabel didapat dari: | |
b. Uji Hausman Untuk memilih apakah metode Fixed Effect atau Random Effect yang lebih
tepat digunakan dalam melakukan analisis, perlu dilakukan pengujian Hausman test. Uji ini dikembangkan oleh Hausman didasarkan bahwa LSDV dalam model
Fixed Effect dan GLS adalah efisien sedangkan model OLS tidak efisien, di lain
pihak alternatifnya metode OLS efisien dan GLS tidak efisien. Karena itu uji hipotesis nulnya adalah hasil dari estimasi keduanya tidak berbeda. Sehingga uji
Hausman dapat dilakukan berdasarkan perbedaan estimasi tersebut. Dengan hipotesis pengujian adalah sebagai berikut :
H : Random Effect Model
H
1
: Fixed Effect Model
Statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi dari statistik Chi-Squaress dengan degree of freedom sebanyak k, dimana k merupakan jumlah variabel
independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H ditolak dan model yang tepat adalah model Fixed Effect . Sebaliknya, jika nilai
statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah Random Effect.
4. Uji Parameter Model Uji Statistik a. Koefisien Determinasi R
2
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar angka R-Squares variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas dan seberapa besar sisa angka R-
Squares yang dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari penelitian.
Pengujian ini dilihat dari angka R-Squares yang telah dirubah dalam bentuk
persen , maka angka yang menentukan variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas. Dan ketika angka 100 mengurangi angka R-Squares dalam
bentuk persen maka angka tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari penelitian.
Nilai R
2
terletak antara 0 nol hingga satu. Semakin mendekati satu maka model dapat dikatakan membaik. Nilai R
2
dapat bernilai negatif jika tidak menggunakan intersep atau konstanta. R
2
.
b. Uji F-Statistik Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antar variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sebagai berikut: H
: βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel independen.
Hi : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.
Hasil pengujian adalah; H
diterima tidak signifikan jika F hitung Ftabel df = n-k H
ditolak signifikan jika F hitung F tabel df = n-k Dimana :
= Koefisien determinasi K : Jumlah variabel
N : Jumlah pengamatan
b. Uji t-Statistik Dengan pengujian ini bermaksud untuk melihat hubungan atau pengaruh
antara variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Jika t tabel ≥ t hitung, H
diterima berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika t tabel t hitung, H
ditolak. Artinya, variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel
dependen.
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
A. Keadaan Geografis DIY
Daerah Istimewa Yogyakarta DIY merupakan wilayah setingkat provinsi yang memiliki luas wilayah administrasi terkecil kedua di Republik Indonesia,
setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80 km
2
, atau 0,17 persen dari seluruh letak wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Posisi geografis DIY berada di bagian tengah Pulau
Jawa, tepatnya sisi bagian selatan. Seluruh wilayah daratan DIY dikelilingi oleh wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Wilayah bagian barat DIY
berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, wilayah bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Boyolali, dan wilayah bagian timur berbatasan dengan
Kabupaten Klaten dan Wonogiri. Sementara, semua wilayah bagian selatan DIY berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Secara administratif, wilayah DIY terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota yakni Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta.
Pusat pemerintahan DIY berada di Kota Yogyakarta. Berbeda dengan provinsi lain yang banyak mengalami pemekaran sejak pemberlakuan kebijakan otonomi
daerah, jumlah kabupatenkota di DIY tidak mengalami perubahan. Demikian pula dengan jumlah kecamatan dan desakelurahan juga tidak mengalami
perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kecamatan dan desakelurahan juga tidak mengalami perubahan. Daerah yang memiliki luas administratsi
terbesar adalah Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,4 km
2
atau 46,6 persen dari luas DIY. Diurutan kedua yaitu; Kabupaten Kulon Progo dengan luas 586,27
km
2
18,40 persen, kemudian Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km
2
18,04 persen, Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km
2
15,91 persen, dan Kota Yogyakarta menjadi daerah dengan luas wilayah terkecil sebesar 32,50 km
2
1,02 persen dari luas wilayah DIY.
B. Kondisi Realisasi Usaha Kecil Menengah di 3 KabupatenKota
Industri di DIY didominasi oleh Industri Kecil dan Menengah IKM. Data keragaman IKM dari tahun 2009-2013 menunjukkan pertumbuhan yang positif
jumlah unit usaha IKM dalam kurun lima tahun terakhir. Sektor Industri di DIY mempunyai peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor
tersebut pada tahun 2013 tercatat menyerap 310,173 penyerapan tenaga kerja, meningkat sebanyak 8,788 orang dari tahun 2012 yang menyerap sebanyak
301,385 penyerapan tenaga kerja. Dijelaskan pada tabel 5.1.
Tabel Tabel 4. 1 Perkembangan IKM DIYogyakarta Indikator
Capaian Tahun
2009 2010
2011 2012
2013
Jumlah Unit Usaha
77,851 78,122
80,056 82,344
84,234
Penyerapan tenaga kerja orang
291,391 292,625 295,461
301,385 310,173
Nilai Investasi
871,11 878,08
1,003.67 1,151,820
1,064,180
Rp Miliar
Sumber : Laporan Gubernur DIY tahun 2014, data diolah
Sektor Industri selama tahun 2012, mengalami perkembangan positif. Hal tersebut dapat dilihat adanya peningkatan dari jumlah unit usaha 2,86,
penyerapan tenaga kerja 2,01, nilai investasi 14,75 dan nilai produksi 15.
Dalam pengembangan wilayah di DIY, UKM memiliki peran penting untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menyerap penyerapan tenaga kerja karena
sebagian besar jumlah penduduk di wilayah tertinggal di DIY yang memiliki pendidikan rendah. Sehingga dapat memberikan peluang untuk UKM dapat
mengembangkan kemampuan menjadi usaha tangguh dan mandiri. Dan dapat meningkatkan peran UKM dalam pembangunan daerah, pemerataan pendapatan,
pertumbuhan ekonomi daerah, dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, UKM memberikan kontribusi yang besar dalam pemenuhan penyediaan barang dan jasa
di DIY. Karena UKM berbasis pada kebutuhan masyarakat luas dan memiliki keunggulan komparatif.
C. Statistik Deskriptif
1. Analisis Deskriptif PDRB Atas Dasar Harga Konstan juta Rupiah di
Kota Yogya, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo.
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerahwilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerahwilayah pada periode tertentu.
Terdapat beberapa pendekatan dalam menghitung PDRB, diantaranya yaitu; a Pendekatan Produksi dimana PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usahaekonomi dalam suatu daerahwilayah pada suatu periode tertentu, b Pendekatan Pengeluaran, PDRB
merupakan jumlah semua komponen permintaan akhir di suatu daerahwilayah dalam jangka waktu tertentu, c Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan
jumlah seluruh balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang ikut serta. PDRB disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu “atas dasar harga berlaku” yakni
menggunakan harga tahu berjalan serta “atas dasar harga konstan”, yaitu menggunakan data harga tahun tertentu tahun dasar.
Penggunaan data PDRB dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kegiatan ekonomi dimasing-masing wilayah dapat berjalan. Dan untuk
melihat kontribusi UKM dalam semua lapangan usaha yang ada di beberapa wilayah, yaitu; a Kota Yogyakarta, b Kabupaten Bantul, c Kabupaten Kulon
Progo pada PDRB DIY secara keseluruhan. Pada tahun 2014 dilakukan pergantian tahun dasar dalam penghitungan
PDBPDRB dari tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 agar perhitungan PDBPDRB lebih sempurna dan up to date. Salah satu revisi yang dilakukan
adalah dengan perubahan klasifikasi lapangan usaha PDBPDRB menurut lapangan usaha dengan tahun dasar 2000 menggunakan Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia KBLI tahun 2009, yang dikelompokkan kedalam 17 kategori. Sehingga kegiatan ekonomi yang ikut berkontribusi pada kenaikan
PDRB cukup besar.