Keraf berpendapat bahwa gaya bahasa harus memiliki sendi sebagai syarat bahasa yang baik. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung
tiga unsur berikut, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.
6
Kejujuran dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan serta kaidah-kaidah yang baik
dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang
ketidakjujuran. Ukuran sopan-santun dalam bahasa dilihat dari kejelasan dan kesingkatan kata atau kalimat yang digunakan. Sebuah gaya bahasa harus
pula menarik. Gaya bahasa dalam bentuk tulisan atau lisan yang digunakan dalam karangan bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari
pengarang. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diketahui melalui beberapa hal berikut, yaitu variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik,
tenaga hidup, dan penuh daya imajinasi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
gaya bahasa adalah ciri khas pengarang dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan atau karyanya melalui bahasa yang khas dan indah.
2. Jenis Gaya Bahasa
Tarigan membagi jenis gaya bahasa menjadi empat jenis, yaitu 1 gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi,
depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis, antisipasi atau prolepsis, serta koreksio atau epanortosis, 2 gaya bahasa
pertentangan, meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks,
antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase, sinisme, serta sarkasme, 3 gaya bahasa pertautan,
meliputi metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, serta
polisindeton, dan 4 gaya bahasa perulangan, meliputi aliterasi, asonansi,
6
Ibid
antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, serta anadiplosis.
7
Keraf membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1 berdasarkan pilihan kata, yang terdiri atas gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak
resmi, dan gaya bahasa percakapan, 2 berdasarkan nada, yang terdiri atas gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah, 3
berdasarkan struktur kalimat, yang terdiri atas klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, 4 berdasarkan langsung tidaknya makna,
yang terdiri atas gaya bahasa retoris, meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis,
eufimismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma,
koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, serta oksimoron, dan gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori,
personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, serta pun atau
paronomasia.
8
Sementara itu, Ratih Mihardja dalam Buku Pintar Sastra Indonesia membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1 Majas
Perbandingan, meliputi alegori, alusio, simile, metafora, antropomorfisme, sinestesia, antonomasia,aptronim, metonimia, hipokorisme, litotes, Hiperbola,
personifikasi, depersonifikasi, parsprototo, totum pro parte, eufimisme, disfemisme, fable, parable, perifrase, eponim, simbolik, 2 majas sindiran,
meliputi ironi, sarkasme, sinisme, satire, innuendo, 3 majas penegasan meliputi, apofasis, pleonasme, repetisi, pararima, aliterasi, paralelisme,
tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inverse, retoris, ellipsis, koreksio, polisindenton, asindenton, interupsi, ekskalamasio,
enumerasio, preterito, alonim, kolokasi, silepsis, zeugma, 4 majas pertentangan meliputi, paradox, oksimoron, antitesis, kontradiksi interminus,
7
Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 6
8
Ibid., h. 115-145
anakronisme.
9
Damayanti dalam Buku Pintar Sastra Indonesia membagi jenis gaya bahasa ke dalam empat kelompok, yaitu 1 gaya bahasa perulangan,
meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, dan anadiplosis, 2
gaya bahasa perbandingan, meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis,
antisipasi, dan koreksio, 3 gaya bahasa pertentangan, meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, zeugma dan silepsis, satire, inuendo,
antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, histeron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme, 4 gaya bahasa pertautan,
meliputi metonimia, sinekdoke, alusio, eufimisme, eponim, antonomasia, epitet, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton.
10
Sedangkan Semi membedakan jenis gaya bahasa berdasarkan persamaan metafora, meliputi alegori, personifikasi, hiperbola, litotes, dan eufemisme,
serta berdasarkan hubungan metonimia, meliputi sinekdoke pars prototo, sinekdoke totem proparte, ironi, inversi, repetisi, koreksi, klimaks,
antiklimaks, antitesis, pertanyaan retoris, alusio, paralelisme, sarkasme, simbolik, pleonasme, paradoks, proterito, asindeton, dan polisindeton.
11
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis cenderung mengacu pada pendapat Tarigan bahwa jenis gaya bahasa dapat dibagi dalam empat
jenis, yaitu 1 gaya bahasa perbandingan, 2 gaya bahasa pertentangan, 3 gaya bahasa pertautan, dan 4 gaya bahasa perulangan. Adapun penjelasan
masing-masing jenis gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut.
a. Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang bermaksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau memiliki kesamaan sifat
9
Ratih Mihardja, Buku Pintar Sastra Indonesia Jakarta: Laskar Aksara, h. 28-39
10
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, Yogyakarta: Araska, 2013, h. 43-61
11
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, 1988, h. 50-56