para siswa.
87
Pembelajaran sastra di sekolah harus dilakukan dengan metode yang tepat mengacu pada kemampuan afektif siswa sehingga menjadi
apresiatif dan kreatif.
87
Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 5
34
BAB III PROFIL NUGROHO NOTOSUSANTO
Dalam dunia sastra Indonesia, nama Nugroho Notosusanto sedikit tak asing. Nama Nugroho Notosusanto seolah-olah terlupakan dalam kesusastraan Indonesia.
Penulis hanya sedikit menemukan profil Nugroho Notosusanto.
A. Biografi Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto dilahirkan di Rembang 15 Juli 1930. Ia terkenal sebagai penulis prosa, terutama pengarang cerpen. Tetapi sesungguhnya ia pertama-tama
menulis sajak-sajak yang sebagian besar dimuat juga dalam majalah yang dipimpinnya, Kompas. Tidak merasa mendapat kepuasan dalam menulis sajak, ia lalu
mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai. Ia menjadi kepala Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata dan sejak 1968 diangkat
menjadi kolonel titular, kemudian brigadir jendral. Ia merupakan salah seorang pengambil inisiatif untuk mengadakan simposium sastra Fakultas Sastra Universitas
Indonesia Jakarta tahun 1953 yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai dengan tahun 1958. Ia sendiri pada simposium tahun 1957 menjadi salah seorang pemrasaran
yang mengemukakan prasaran tentang cerita pendek
1
. Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan
dengan Irma Sawitri Ramelan Lilik. Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang perkawinan pada tangal 12 Desember 1960 di Hotel Indonesia. Istri Nugroho adalah
keponakan istri Prof. Dr. B.J. Habibie. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita tamatan FIS UI, yang kedua Inggita
Sukma, dan yang ketiga Norottama. Nugroho meninggal dunia hari Senin, 3 Juni 1985, pukul 12.30, di rumah kediamannya karena serangan pendarahan otak akibat
1
Ajip Rosidi, Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta. 1991, h.130