Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama BPKPK Provinsi Kalimantan Barat, dan dinas-dinas terkait. Sumber data juga diakses melalui publikasi artikel
maupun makalahjurnal ilmiah dari internet untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan
tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output
yang diharapkan.
No. Tujuan Jenis
Data Sumber
Data Teknik Analisis
Data Output
yang di harapkan
1 Mengetahui tingkat
perkembangan hierarki wilayah
kecamatan PODES , jumlah
maupun jumlah jenis fasilitas,
jarak menuju fasilitas, jumlah
penduduk. Peta Administrasi
Kalbar BPS,
BAPPEDA Analisis
Skalogram Hierarki
Tingkat Perkembangan
Wilayah
2 Mengidentifikasi sektor unggulan
tiap kecamatan PDRB per Sektor
Kecamatan, Kabupaten
Dalam Angka BPS,
LQ dan Shift- Share Analysis
SSA Sektor
Unggulan
3 Mengetahui tingkat disparitas
pembangunan antar wilayah
kecamatan PDRB
Kecamatan, Jumlah Penduduk
per Kecamatan, Peta Administrasi
KalBar BPS
Indeks Williamson dan
Theil Indeks Besaran
Tingkat Disparitas
antar WIlayah
4 Mengetahui faktor
penyebab disparitas
pembangunan antar wilayah
Hasil Analisis Skalogram, PCA,
Pangsa Penutupan
Lahan, Nilai Disparitas,
jumlah penduduk, PDRB
, dan lain-lain. BPS Ekonometrika
Spasial spatial econometric
dengan metote General
Regretion Model GLM
Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap
disparitas
3.3 Bagan Alir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap analisisidentifikasi permasalahan disparitas di kabupaten perbatasan Kalimantan
Barat, tahap persiapan data, tahap analisis data, dan tahap interpretasi hasil. Pada persiapan data dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk dilakukan
analisis tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan wilayah yaitu berupa data PODES, PDRB, serta peta administrasi dan penutupan lahan Kalimantan Barat.
Pada tahap analisis, data PODES digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data PDRB
kecamatan di masing-masing kabupaten digunakan untuk menganalisis sektor unggulan dan mengetahui tingkat disparitas yang terjadi antara kecamatan
perbatasan dengan kecamatan non-perbatasan. Hasil tahapan analisis tersebut kemudian di spasialkan untuk menghasilkan peta tipologi tingkat perkembangan
wilayah kecamatan dan peta tipologi sektor unggulan. Tahapan analisis selanjutnya yaitu analsis pendugaan faktor penyebab
terjadinya disparitas dengan metode Ekonometrika Spasial. Berdasarkan hasil tingkat disparitas kecamatan, hasil sektor unggulan dan pendugaan faktor
penyebab disparitas, maka diharapkan dijadikan sebagai dasar untuk memberikan saranpertimbangan dalam menentukan arahan kebijakan pembangunan wilayah
perbatasan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian
3.4 Tehnik Analisis Data
3.4.1 Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah
Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan untuk menentukan hierarki relatif tiap wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data yang
digunakan adalah data Potensi Desa Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008. Parameter yang diukur meliputi jumlah dan jumlah jenis fasilitas bidang
pendidikan, kesehatan, perekonomian dan jarak menuju lokasi fasilitas yang terdapat pada masing-masing desa di 5 kabupaten perbatasan Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Data jumlah maupun jumlah jenis parameter yang dimiliki tiap
desa kemudian dilakukan agregasi atau penjumlahan terhadap kecamatan yang sama agar didapat hierarki kecamatan. Jumlah keseluruhan kecamatan di 5
kabupaten perbatasan tersebut adalah sebanyak 90 kecamatan, yang terdiri dari 77 kecamatan non-perbatasan dan 13 kecamatan perbatasan.
Analisis ini menggunakan metode skalogram berbobot, secara terinci prosedur kerja penyusunan hierarki relatif suatu wilayah menggunakan Skalogram
berbobot adalah sebagai berikut: a.
Dilakukan pemilihan terhadap data Potensi Desa di 5 Kabupaten sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif, yang kemudian diseleksi
berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan. b.
Dilakukan agregasipenjumlahan terhadap desa-desa yang terdapat dalam satu kecamatan yang sama, sehingga yang didapat adalah hierarki relatif
kecamatan; c.
Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik.
d. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak
diinverskan dengan rumus: y= 1x
ij
, dimana y adalah variabel baru dan x
ij
adalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan x
ij
= 0, maka nilai y dicari dengan persamaan: y = x
ij
max + simpangan baku jarak j
. Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah
i .
e. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j
dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j.
f. Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak
dan fasilitas berbobot dengan menggunakan rumus: =
dimana:
yij = variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau jarak ke-j.
xij = jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana atau jarak ke-j.
Minxj = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j.
sj = simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j.
g. Indeks Perkembangan Kecamatan IPK
ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah.
Kemudian nilai IPK diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya.
h. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hierarki, yaitu
hierarki I tinggi, hierarki II sedang, dan hierarki III rendah. Penentuan kelas hierarki didasarkan pada nilai standar deviasi St Dev IPK dan nilai
rataannya, seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Selang Hierarki IPK
Hierarki Nilai Selang X
Tingkat Perkembangan
I X [rataan +2St Dev
IPK] Tinggi
II rataan ≤ X ≤ 2St Dev
Sedang III
X rataan Rendah
Dari hasil analisis skalogram berupa tingkatan hierarki, maka data tersebut diinput kedalam peta spasial sehingga diperoleh peta sebaran hierarki
kecamatan di kabupaten perbatasan.
3.4.2 Identifikasi Sektor Unggulan
Analisis sektor unggulan merupakan analisis untuk mengetahui sektor unggulan didalam unit kecamatan kabupaten perbatasan berdasarkan
sumbangannya terhadap aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh nilai PDRB
kecamatan. Analisis ini dilakukan dengan mengkombinasikan hasil analisis
Location Quotient LQ dengan hasil Shift Share Analysis SSA kecamatan pada
masing-masing kabupaten. Data yang digunakan pada analisis LQ berupa data PDRB kecamatan tahun 2008, sedangkan pada analisis SSA menggunakan data
PDRB kecamatan dua titik tahun yaitu tahun 2007 dan tahun 2008. Suatu sektor dikatakan unggul apabila memiliki sifat komparatif dan
kompetitif di suatu wilayah. Komparatif merupakan kemampuan sektor untuk menjadi sektor basis terhadap sektor-sektor yang lain di wilayah yang sama,
sektor yang memiliki sifat komparatif ditandai dengan nilai LQ1. Kompetitif merupakan kemampuan suatu sektor untuk bersaing dengan sektor yang sama
dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Sifat kompetitif sektor di suatu wilayah ditandai dengan nilai komponen Differential Shift DS pada hasil analisis Shift
Share Analysis SSA yang positif.
Analisis sektor unggulan hanya dapat dilakukan pada tiga kabupaten perbatasan karena ketidaktersediaan data PDRB kecamatan. Kabupaten yang
dianalisis adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hasil dari analsis sektor unggulan ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dalam memberikan arahan kebijakan pembangunan daerah perbatasan agar sesuai dengan potensi sektor unggulan yang ada.
3.4.2.1 Location Quotient LQ
Metode LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat
mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi 1 kondisi geografis relatif sama, 2 pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan 3 setiap
aktifitas menghasilkan produk yang sama. Rumus umum dari persamaan Location Quotient
adalah sebagai berikut :
LQ
ij
=
X X .
X . X ..
Dimana :
LQij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xij
= Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi.
= Nilai total aktivitas di wilayah ke-i X.j
= Nilai aktivitas ke-j di total wilayah X..
= Nilai total aktivitas di total wilayah
Dari persamaan ini maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut :
• Nilai LQ
ij
1, menunjukkan terjadinya konsentrasipemusatan aktifitas ke-j di wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah
• Nilai LQ
ij
= 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan
pangsa total
• Jika nilai LQ
ij
1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil
dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah
Analisis LQ dilakukan terhadap 5 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat dengan menggunakan data PDRB Kabupaten tahun 2008, sedangkan analisis LQ
unit kecamatan menggunakan data PDRB Kecamatan tahun 2008 hanya dapat dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan saja yaitu Kabupaten Sambas,
Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alasan
ketidaktersediaan data pada 2 kabupaten perbatasan lainnya. 3.4.2.2
Shift Share Analysis SSA
SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif competitiveness suatu wilayah dalam cakupan wilayah
agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal local sector di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja
suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun
wilayah yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah lebih luas.
Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : • Komponen regional share, merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua
titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah. • Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total
aktivitassektor secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas. • Komponen
differential shift , menunjukkan tingkat kompetisis
competitiveness suatu aktivitassektor tertentu disuatu wilayah.
Apabila komponen
differential shift bernilai positif maka suatu wilayah
dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitassektor tertentu karena secara
fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal komponen share dan proportional shift tidak mendukung. Rumus
umum d a
ari pers maan SSA adalah sebagai berikut : SSA =
.. ..
1
. .
.. ..
. .
a b
c Dimana :
a : komponen share
b : komponen proportional shift
c : komponen differential shift
X.. : Nilai total aktifitassektor dalam total wilayah kecamatan yang terjadi Xi. : Nilai aktifitassektor ke-i dalam total wilayah kecamatan
Xij : Nilai aktifitassektor ke-i dalam unit wilayah kecamatan ke-j t1
: titik tahun akhir t0 : titik tahun awal
Apabila komponen
differential shift memiliki nilai negatif maka kinerja
aktivitassektor yang terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktor- faktor eksternal komponen share dan proportional shift. Sebagai ilustrasi,
apabila wilayah suatu tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran.
Analisis SSA dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan tujuan untuk
melihat sektor yang memiliki keunggulan kompetitif competitiveness di suatu kecamatan pada kabupaten perbatasan dengan menggunakan data PDRB
kecamatan kabupaten.
3.4.3 Analisis Disparitas Wilayah
Analisis disparitas dilakukan dengan menggunakan data PDRB kecamatan pada Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu,
sedangkan untuk dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang tidak dilakukan karena tidak tersedianya data. Disparitas yang
dianalisis adalah disparitas antara kelompok wilayah kecamtan perbatasan WKP dibandingkan dengan kelompok wilayah kecamatan non perbatasan WKNP dari
segi perekonomian yang digambarkan dari oleh nilai PDRBnya. Keseluruhan kecamatan yang dianalisis adalah 59 kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten,
yang terdiri dari 9 kecamatan perbatasan dan 50 kecamatan non-perbatasan.
Identifikasi disparitas pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Indeks Williamson dan Indeks
Theil entropy. Kedua alat analisis tersebut digunakan secara bersamaan karena sifatnya yang saling melengkapi. Indeks Williamson untuk melihat total disparitas
yang terjadi di suatu wilayah perbatasan, sedangkan Indeks Theil entropy lebih spesifik dapat menguraikan disparitas yang terjadi menjadi disparitas antar
wilayah between region dan disparitas dalam wilayah within region, serta memberikan informasi wilayahkecamatan mana yang berkontribusi terhadap
disparitas dalam suatu satuan wilayah.
3.4.3.1 Indeks Williamson
Persamaan indeks Williamson yang digunakan untuk melihat disparitas total yang terjadi di wilayah kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat,
sebagaimana di formulasikan oleh W n
6 ebagai berikut:
illiamso 196 s ∑
Keterangan:
V
w
: Besaran Indeks Williamson yi : PDRB pada kecamatan ke-i
ŷ : rata-rata PDRB Kecamatan perkapita fi : jumlah penduduk kecamatan Ke-i
p : total jumlah penduduk seluruh kecamatan 3 kabupaten perbatasan
Nilai Indeks yang mendekati 1 menunjukkan kondisi ketidakmerataan yang sangat nyata, sedangkan nilai indeks yang mendekati 0 menunjukkan kondisi
yang relatif merata. Semakin besar indeks yang dihasilkan, maka semakin besar tingkat disparitas antar wilayah. Disparitas dilakukan pada seluruh kecamatan
yang terdapat di tiga kabupaten perbatasan yang kemudian akan menghasilkan disparitas total kabupaten perbatasan.
3.4.3.2 Indeks Theil Entropy
Selain indeks Williamson, Indeks Theil entropy juga digunakan untuk melihat disparitas wilayah. Keunggulan dari Indeks Theil entropy adalah dapat
menguraikan disparitas antar wilayah between-region inequality dan disparitas dalam wilayah within-region inequity Kuncoro, 2002. Nilai indeks Theil
entropy yang lebih rendah menunjukkan disparitas antar wilayah kelompok yang
lebih rendah, dan sebaliknya nilai indeks Theil entropy yang lebih tinggi menunjukkan tingkat antar wilayah kelompok disparitas yang lebih tinggi. Rumus
indeks Theil entropy adalah sebagai berikut:
I
Theil
= ∑y
i
Y.log [y
i
Yx
j
X]
Dimana:
I
Theil
= Total ketimpangan kabupaten perbatasan Indeks Theil Entropy y
j
= PDRB di kecamatan j ; Y
= PDRB di kabupaten perbatasan x
j
= Jumlah penduduk di kecamatan j X
= Jumlah penduduk di kabupaten perbatasan.
Total ketimpangan wilayah yang dihitung dengan indeks Theil entropy dapat diuraikan menjadi ketimpangan antar kawasan between region dan
ketimpangan dalam kawasan within region, den n pe s
n erikut: ga
r amaa b I = I
+ ∑
dimana; I
= ∑
log ;
Y
g
= ∑
; X
g
= ∑
; dan I
g
= ∑
log
⁄ ⁄
Dimana: I =
total disparitas di kabupaten Perbatasan Indeks Theil Entropy I
= disparitas antar kecamatan between region
∑
= disparitas antar kecamatan dalam kawasan within region I
g
= total disparitas kecamatan Y
g
= Total PDRB Y
i
= PDRB di kecamatan i.
X
g
= jumlah penduduk kabupaten
X
i
= jumlah penduduk di kecamatan i.
g
= 1, 2, 3, ..., n jumlah kawasan
Analisis disparitas dalam penelitian ini menggunakan indeks Theil entropy
dengan mengelompokkan kecamatan menjadi dua kelompok wilayah, yaitu kelompok wilayah kecamatan perbatasan WKP dan kelompok wilayah
kecamatan non-perbatasan WKNP. Kelompok wilayah kecamatan perbatasan terdiri atas 9 kecamatan dari 3 Kabupaten, sedangkan Kelompok wilayah
kecamatan non-perbatasan terdiri atas 50 kecamatan, sehingga jumlah seluruh kecamatan yang terdapat di 3 kabupaten perbatasan sebanyak 59 kecamatan.
3.4.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pembangunan
Wilayah Perbatasan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan menggunkan model ekonometrika spasial
yaitu metode General Linear Model GLM. Model ekonometrika spasial merupakan model ekonometrika yang telah mempertimbangkan keterkaitan
spasial. Model ekonometrika ini berkembang didasarkan pada dua alasan, yaitu: 1 dalam kehidupan nyata terjadi keterkaitan spasial dimana kejadian di suatu
lokasi berpengaruh terhadap kejadian di lokasi lain, dan 2 sering kali data dikumpulkan berdasarkan wilayah administrasi sehingga data-data tersebut tidak
merekam kejadian yang bersifat lintas wilayah administrasi. Kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah, tidak hanya ditentukan
oleh karakteristik lingkungan dan manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Kinerja pembangunan ekonomi, karakteristik lingkungan, serta
manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah sekitarnya yang terkait dalam satu sistem ekologi-ekonomi juga ikut mempengaruhinya
Saefulhakim, 2008. Dalam penelitian ini, model ekonometrika digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang diduga menyebabkan disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan perbatasan dan non-perbatasan di 3 kabupaten perbatasan Kalimantan
Barat. Secara prinsip model ekonometrika ini dibangun dengan matrik contiguity yaitu matrik keterkaitan antar wilayah berdasarkan kedekatan geografis diukur
dari jarak centroid poligon. Matriks ini akan menjadi pembobot variabel sehingga dapat dilihat sejauh mana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian
dilokasi lainnya. Centroid merupakan pusat geometrik suatu poligon. Centroid dapat juga didefinisikan sebagai titik tengah mid-point antara awal dan akhir
suatu jarak alamat address range. Penentuan titik centroid digunakan untuk mengetahui jarak antar masing-masing poligon.
Matriks kontiguitas spasial antar daerah Wr
i,j
merupakan matriks kontiguitas spasial antar daerah sebagai cerminan interaksi spasial akibat hubungan jarak
daerah sekitar, berukuran nxn yang tiap selnya berisi nilai kontiguitas spasial tersebut antar daerah ke-i dengan daerah-j.
Penentuan titik centroid dilakukan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
r
i,j i