aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6 perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik
wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1 Wilayah maju; 2 Wilayah sedang berkembang; 3 Wilayah belum berkembang; dan 4 Wilayah tidak
berkembang. Menurut Gama 2007 dibukanya lapangan kerja yang padat dan tetap
mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan disetiap wilayah merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan pembangunan antar wilayah.
2.6 Urgensi Pembangunan Antar-Wilayah Secara Berimbang
Meskipun disparitas antar wilayah merupakan suatu hal wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang, namun seperti halnya bagian
tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan
banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Kemiskinan di suatu tempat akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan di semua tempat sedangkan
kesejahteraan di suatu tempat harus didistribusikan ke semua tempat. Menurut Rustiadi et al. 2009 setiap pemerintah baik di negara
berkembang developing countries maupun belum berkembang less developed countries
selalu berusaha untuk mengurangi disparitas antar wilayah karena beberapa alasan, yaitu: 1 untuk mengembangkan perekonomian secara simultan
dan bertahap; 2 untuk mengembangkan ekonomi secara cepat; 3 untuk mengoptimalkan dan mengkonservasi sumberdaya; 4 untuk meningkatkan
lapangan kerja; 5 untuk mengurangi beban sektor pertanian; 6 untuk mendorong desentralisasi; 7 untuk menghindari konflik internal dan instabilitas
politik distegratif, dan; 8 untuk meningkatkan ketahanan nasional. Untuk itu dibutuhkan pemecahan melalui kebijakan terhadap
permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Keberimbangan antar wilayah menjadi
penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah, dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan
ekonomi wilayah secara menyeluruh.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dalam salah satu
bagiannya mengamanatkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu program yang disebutkan pada bagian ini adalah pengembangan
wilayah perbatasan yang ditujukan untuk: 1 menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui penetapan hak kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dijamin oleh hukum internasional; 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Program pengembangan wilayah
perbatasan selanjutnya dijabarkan dalam 6 kegiatan pokok yang tujuan utamanya meningkatkan kedaulatan wilayah NKRI dan kedaulatan ekonomi daerah
perbatasan. Percepatan pembangunan di perbatasan menjadi amat penting karena
perbatasan memiliki beberapa nilai-nilai strategis, yang antara lain meliputi ; a
Mempunyai potensi sumber daya yang besar pengaruhnya terhadap aspek ekonomi, demografi, politis, dan hankam, serta pengembangan ruang
wilayah di sekitarnya, b
Mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya,
c Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat baik di wilayah yang bersangkutan maupun di wilayah sekitarnya,
d Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang
dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional,
e Mempunyai dampak terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan
nasional dan regional. Selama ini pendekatan perencanaan pengembangan kawasan perbatasan
lebih banyak ditekankan pada pendekatan keamanan security approach. Namun seiring dengan perkembangan kajian-kajian tentang kawasan perbatasan bahwa,
kawasan perbatasan darat dan laut antarnegara merupakan kawasan yang masih
rentan terhadap infiltrasi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain. Di sisi lain, kawasan perbatasan antarnegara masih dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar seperti rendahnya kesejahteraan masyarakat, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta
minimnya infrastruktur di sektor perhubungan dan sarana kebutuhan dasar masyarakat. Ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan baik darat maupun
laut dengan negara tetangga secara sosial maupun ekonomi dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kerawanan yang bersifat politis untuk jangka panjang.
Menurut Bappenas 2003, sebagaimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah-wilayah lain relatif masih tertinggal, pembangunan wilayah perbatasan
menganut pendekatan, antara lain: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia basic need approach, yaitu kecukupan
konsumsi pangan, sandang dan perumahan yang layak huni. 2. Pemenuhan akses standar terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan
infrastruktur mobilitas warga. 3. Peningkatan partisipasi dan akuntabilitas publik dalam setiap perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian program pembangunan untuk kepentingan masyarakat sendiri.
Selain tiga pendekatan yang secara umum diterapkan dalam setiap program pembangunan, hal lain yang perlu memperoleh perhatian adalah konteks
sosial budaya, adat istiadat, kondisi geografis dan keunikan komunitas dan kewilayahan yang dimiliki oleh wilayah perbatasan. Lebih khusus lagi,
pengembangan kawasan perbatasan ini akan ditekankan pada tiga aspek utama sebagaimana ciri-ciri kawasan perbatasan, yaitu:
1. Aspek Demarkasi dan Delimitasi Garis Batas, yaitu Penetapan batas wilayah
negara demarkasi dan delimitasi dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara
2. Aspek Politik, Hukum dan Keamanan.
Tingginya potensi kerawanan di perbatasan menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah ini dalam hal peningkatan kesadaran politik,
penegakan hukum, serta peningkatan upaya keamanan. 3.
Aspek Kesejahteraan, Sarana dan Prasarana
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat
strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan
dengan pembangunan di wilayah negara tetangga, terutama wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal ini menyebabkan
kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga.
Permasalahan di perbatasan yang terkait dengan kesenjangan pembangunan antara lain:
a. Rendahnya aksesibilitas yang menghubungkan wilayah perbatasan yang tertinggal dan terisolir dengan pusat-pusat pemerintahan dan pelayanan atau
wilayah lainnya yang relatif lebih maju; b. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pemerintahan, perhubungan,
pendidikan, kesehatan, perekonomian, komunikasi, air bersih dan irigasi, ketenagalistrikan serta pertahanan keamanan;
c. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar karena karakteristik geografis masing-masing baik di wilayah kepulauan maupun pegunungan;
d. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia; e. Belum optimalnya pembangunan di wilayah perbatasan oleh pemerintah
baik Pusat maupun Daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan secara langsung.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara memberikan secercah harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
perbatasan. Selama ini pembangunan daerah perbatasan berjalan parsial dan tidak terkoordinasi mengingat tidak ada payung hukum yang jelas tentang pembagian
kewenangan sehingga baik pemerintah pusat maupun daerah propinsi maupun kabupaten tidak dapat menjalankan program pembangunannya dengan optimal.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara tegas membagi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah perbatasan.
III. METODE PENELITIAN