Dari persamaan ini maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut :
• Nilai LQ
ij
1, menunjukkan terjadinya konsentrasipemusatan aktifitas ke-j di wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah
• Nilai LQ
ij
= 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan
pangsa total
• Jika nilai LQ
ij
1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil
dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah
Analisis LQ dilakukan terhadap 5 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat dengan menggunakan data PDRB Kabupaten tahun 2008, sedangkan analisis LQ
unit kecamatan menggunakan data PDRB Kecamatan tahun 2008 hanya dapat dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan saja yaitu Kabupaten Sambas,
Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alasan
ketidaktersediaan data pada 2 kabupaten perbatasan lainnya. 3.4.2.2
Shift Share Analysis SSA
SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif competitiveness suatu wilayah dalam cakupan wilayah
agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal local sector di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja
suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun
wilayah yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah lebih luas.
Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : • Komponen regional share, merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua
titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah. • Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total
aktivitassektor secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas. • Komponen
differential shift , menunjukkan tingkat kompetisis
competitiveness suatu aktivitassektor tertentu disuatu wilayah.
Apabila komponen
differential shift bernilai positif maka suatu wilayah
dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitassektor tertentu karena secara
fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal komponen share dan proportional shift tidak mendukung. Rumus
umum d a
ari pers maan SSA adalah sebagai berikut : SSA =
.. ..
1
. .
.. ..
. .
a b
c Dimana :
a : komponen share
b : komponen proportional shift
c : komponen differential shift
X.. : Nilai total aktifitassektor dalam total wilayah kecamatan yang terjadi Xi. : Nilai aktifitassektor ke-i dalam total wilayah kecamatan
Xij : Nilai aktifitassektor ke-i dalam unit wilayah kecamatan ke-j t1
: titik tahun akhir t0 : titik tahun awal
Apabila komponen
differential shift memiliki nilai negatif maka kinerja
aktivitassektor yang terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktor- faktor eksternal komponen share dan proportional shift. Sebagai ilustrasi,
apabila wilayah suatu tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran.
Analisis SSA dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan tujuan untuk
melihat sektor yang memiliki keunggulan kompetitif competitiveness di suatu kecamatan pada kabupaten perbatasan dengan menggunakan data PDRB
kecamatan kabupaten.
3.4.3 Analisis Disparitas Wilayah
Analisis disparitas dilakukan dengan menggunakan data PDRB kecamatan pada Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu,
sedangkan untuk dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang tidak dilakukan karena tidak tersedianya data. Disparitas yang
dianalisis adalah disparitas antara kelompok wilayah kecamtan perbatasan WKP dibandingkan dengan kelompok wilayah kecamatan non perbatasan WKNP dari
segi perekonomian yang digambarkan dari oleh nilai PDRBnya. Keseluruhan kecamatan yang dianalisis adalah 59 kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten,
yang terdiri dari 9 kecamatan perbatasan dan 50 kecamatan non-perbatasan.
Identifikasi disparitas pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Indeks Williamson dan Indeks
Theil entropy. Kedua alat analisis tersebut digunakan secara bersamaan karena sifatnya yang saling melengkapi. Indeks Williamson untuk melihat total disparitas
yang terjadi di suatu wilayah perbatasan, sedangkan Indeks Theil entropy lebih spesifik dapat menguraikan disparitas yang terjadi menjadi disparitas antar
wilayah between region dan disparitas dalam wilayah within region, serta memberikan informasi wilayahkecamatan mana yang berkontribusi terhadap
disparitas dalam suatu satuan wilayah.
3.4.3.1 Indeks Williamson
Persamaan indeks Williamson yang digunakan untuk melihat disparitas total yang terjadi di wilayah kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat,
sebagaimana di formulasikan oleh W n
6 ebagai berikut:
illiamso 196 s ∑
Keterangan:
V
w
: Besaran Indeks Williamson yi : PDRB pada kecamatan ke-i
ŷ : rata-rata PDRB Kecamatan perkapita fi : jumlah penduduk kecamatan Ke-i
p : total jumlah penduduk seluruh kecamatan 3 kabupaten perbatasan
Nilai Indeks yang mendekati 1 menunjukkan kondisi ketidakmerataan yang sangat nyata, sedangkan nilai indeks yang mendekati 0 menunjukkan kondisi
yang relatif merata. Semakin besar indeks yang dihasilkan, maka semakin besar tingkat disparitas antar wilayah. Disparitas dilakukan pada seluruh kecamatan
yang terdapat di tiga kabupaten perbatasan yang kemudian akan menghasilkan disparitas total kabupaten perbatasan.
3.4.3.2 Indeks Theil Entropy
Selain indeks Williamson, Indeks Theil entropy juga digunakan untuk melihat disparitas wilayah. Keunggulan dari Indeks Theil entropy adalah dapat
menguraikan disparitas antar wilayah between-region inequality dan disparitas dalam wilayah within-region inequity Kuncoro, 2002. Nilai indeks Theil
entropy yang lebih rendah menunjukkan disparitas antar wilayah kelompok yang
lebih rendah, dan sebaliknya nilai indeks Theil entropy yang lebih tinggi menunjukkan tingkat antar wilayah kelompok disparitas yang lebih tinggi. Rumus
indeks Theil entropy adalah sebagai berikut:
I
Theil
= ∑y
i
Y.log [y
i
Yx
j
X]
Dimana:
I
Theil
= Total ketimpangan kabupaten perbatasan Indeks Theil Entropy y
j
= PDRB di kecamatan j ; Y
= PDRB di kabupaten perbatasan x
j
= Jumlah penduduk di kecamatan j X
= Jumlah penduduk di kabupaten perbatasan.
Total ketimpangan wilayah yang dihitung dengan indeks Theil entropy dapat diuraikan menjadi ketimpangan antar kawasan between region dan
ketimpangan dalam kawasan within region, den n pe s
n erikut: ga
r amaa b I = I
+ ∑
dimana; I
= ∑
log ;
Y
g
= ∑
; X
g
= ∑
; dan I
g
= ∑
log
⁄ ⁄
Dimana: I =
total disparitas di kabupaten Perbatasan Indeks Theil Entropy I
= disparitas antar kecamatan between region
∑
= disparitas antar kecamatan dalam kawasan within region I
g
= total disparitas kecamatan Y
g
= Total PDRB Y
i
= PDRB di kecamatan i.
X
g
= jumlah penduduk kabupaten
X
i
= jumlah penduduk di kecamatan i.
g
= 1, 2, 3, ..., n jumlah kawasan
Analisis disparitas dalam penelitian ini menggunakan indeks Theil entropy
dengan mengelompokkan kecamatan menjadi dua kelompok wilayah, yaitu kelompok wilayah kecamatan perbatasan WKP dan kelompok wilayah
kecamatan non-perbatasan WKNP. Kelompok wilayah kecamatan perbatasan terdiri atas 9 kecamatan dari 3 Kabupaten, sedangkan Kelompok wilayah
kecamatan non-perbatasan terdiri atas 50 kecamatan, sehingga jumlah seluruh kecamatan yang terdapat di 3 kabupaten perbatasan sebanyak 59 kecamatan.
3.4.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pembangunan
Wilayah Perbatasan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan menggunkan model ekonometrika spasial
yaitu metode General Linear Model GLM. Model ekonometrika spasial merupakan model ekonometrika yang telah mempertimbangkan keterkaitan
spasial. Model ekonometrika ini berkembang didasarkan pada dua alasan, yaitu: 1 dalam kehidupan nyata terjadi keterkaitan spasial dimana kejadian di suatu
lokasi berpengaruh terhadap kejadian di lokasi lain, dan 2 sering kali data dikumpulkan berdasarkan wilayah administrasi sehingga data-data tersebut tidak
merekam kejadian yang bersifat lintas wilayah administrasi. Kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah, tidak hanya ditentukan
oleh karakteristik lingkungan dan manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Kinerja pembangunan ekonomi, karakteristik lingkungan, serta
manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah sekitarnya yang terkait dalam satu sistem ekologi-ekonomi juga ikut mempengaruhinya
Saefulhakim, 2008. Dalam penelitian ini, model ekonometrika digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang diduga menyebabkan disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan perbatasan dan non-perbatasan di 3 kabupaten perbatasan Kalimantan
Barat. Secara prinsip model ekonometrika ini dibangun dengan matrik contiguity yaitu matrik keterkaitan antar wilayah berdasarkan kedekatan geografis diukur
dari jarak centroid poligon. Matriks ini akan menjadi pembobot variabel sehingga dapat dilihat sejauh mana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian
dilokasi lainnya. Centroid merupakan pusat geometrik suatu poligon. Centroid dapat juga didefinisikan sebagai titik tengah mid-point antara awal dan akhir
suatu jarak alamat address range. Penentuan titik centroid digunakan untuk mengetahui jarak antar masing-masing poligon.
Matriks kontiguitas spasial antar daerah Wr
i,j
merupakan matriks kontiguitas spasial antar daerah sebagai cerminan interaksi spasial akibat hubungan jarak
daerah sekitar, berukuran nxn yang tiap selnya berisi nilai kontiguitas spasial tersebut antar daerah ke-i dengan daerah-j.
Penentuan titik centroid dilakukan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
r
i,j i
j i
j
r
i,j
r
i,j
r
i,j
Keterangan: r
i,j
: jarak antara kecamatan ke-i dengan kecamatan ke-j Xi
: koordinat X poligon asumsi daerah terpengaruh Xj
: koordinat X poligon analisis daerah mempengaruhi
Yi : koordinat Y poligon asumsi daerah terpengaruh
Yj : koordinat Y poligon analisis daerah mempengaruhi
Variabel-variabel penjelas explanatory variables yang digunakan untuk menduga faktor penyebab disparitas berupa hasil analisis skalogram, berupa nilai
Indeks Perkembangan Kecamatan IPK, PDRB kecamatan, jumlah penduduk, kerapatan penduduk, luas penutupan lahan tertentu, dan besaran disparitas yang
diperoleh dari hasil analisis Williamson. Variabel-variabel tersebut kemudian dikoreksi dengan jarak centroid kecamatan, sehingga variabel penjelas yang
dihasilkan adalah variabel penjelas didaerah itu sendiri, serta variabel penjelas yang sama di daerah sekitarnya. Variabel tujuan dependent variable y
i
berupa indeks disparitas yang dikontribusikan masing-masing kecamatan.
Model ekonometrika spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan m
G ner l inea Mo GLM, dengan persamaan sebagai berikut:
etode e
a L r
del y
i =
W ∑ +
∑ +
Dimana:
y
i
= Indeks disparitas yang dikontribusikan oleh kecamatan ke-i terhadap disparitas total di kabupaten perbatasan hasil analisis indeks Williamson.
W = Matriks kontiguitas kedekatan jarak total pengaruh asosiasi spasial independent variable
antar wilayah X = Variabel terkait karakteristik wilayahdi kecamatan ke-i, seperti potensi SDA,
kependudukan, sosial dan ekonomi pengaruh independent variable di wilayah ρ = intercept
β
i
= nilai koefisien pengaruh independent variable ε = galat error
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Provinsi Kalimantan Barat
Propinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota di mana dari 12 kabupaten tersebut, 5 diantaranya berada pada garis batas dengan Serawak
Malaysia. Lima kabupaten yang merupakan daerah perbatasan yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Panjang garis batas
pada lima kabupaten ini mencapai 966 kilometer yang melintasi 147 desa pada 15 kecamatan Gambar 5.
Daerah perbatasan negara di Kalimantan Barat sebagian besar terdiri atas dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 200 meter di atas permukaan laut
dpl, kecuali sebagian kecil dataran tinggi di sekitar Gunung Niut di Bengkayang dan Gunung Lawit di Kapuas Hulu. Kondisi geografis tersebut, berpengaruh
terhadap persebaran penduduk yang sebagian besar berada di daerah dataran rendah. Misalnya wilayah Kapuas Hulu yang memiliki daerah dataran tinggi lebih
banyak memiliki kepadatan penduduk rendah.
Gambar 5 Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat. Gambar 5 di atas memperlihatkan daerah perbatasan di Propinsi
Kalimantan Barat. Dari lima kabupaten yang merupakan daerah perbatasan di
Kalimantan Barat, terdapat dua pintu lintas batas yang resmi yaitu di Entikong Kabupaten Sanggau dan di Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu. Pada dua entry
point ini terdapat fasilitas Custom, Immigration, Quarantyne and Security CIQS
yang cukup baik. Pada tiga Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang dan Sintang pintu lintas batas yang resmi masih dalam proses
pembangunan.
4.2 Kabupaten Sambas
Kabupaten Sambas yang berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas 6.395,70 km
2
atau sekitar 4,36 persen dari total luas Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar 614.807 km². Secara astronomis
Kabupaten Sambas terletak pada posisi 0 33’ – 2
08’ Lintang Utara dan 108 39’-
110 04’ Bujur Timur.
Secara administratif wilayah Kabupaten Sambas dibatasi oleh: - Sebelah Utara : Sarawak MalaysiaTimur
- Sebelah Selatan : Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang - Sebelah Timur : Sarawak dan Kabupaten Bengkayang
- Sebelah Barat : Laut Natuna. Sampai dengan tahun 2008, Kabupaten Sambas terbagi dalam 16 wilayah
kecamatan dan 183 desa. Jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai 491.077 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 77 jiwakm². Panjang garis batas
Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sambas mencapai + 97 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Sajingan Besar dan
Kecamatan Paloh. Wilayah Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh meliputi 39,71 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas
Tabel 5 memperlihatkan perkembangan kondisi makro ekonomi Kabupaten Sambas. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas pada tahun 2008
mencapai 5,56 persen atau mengalami percepatan dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 5,38 persen. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto
PDRB per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 9,554 juta.
Tabel 5. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun 2004-2008
Tahun PDRB Per Kapita Rp Pertumbuhan Ekonomi
2004 6.044.279 7,95
2005 6.854.527 3,35
2006 7.664.360 3,95
2007 8.554.411 5,38
2008 9.554.534 5,56
Sumber : BPS Kabupaten Sambas 2009.
Struktur ekonomi Kabupaten Sambas tahun 2008 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7 didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 43
persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 11 persen. Sektor lain seperti konstruksi,
pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu