Autokorelasi Metode Pendugaan Model
Labys 1973 menyatakan bahwa simulasi kebijakan dilakukan pada periode sampel tertentu dengan maksud membantu menjelaskan perilaku pasar
komoditi bila suatu kebijakan baru diterapkan. Simulasi kebijakan digunakan karena mampu memberikan berbagai tipe informasi yang cukup bagi pihak-pihak
tertentu dalam pengambilan suatu keputusan. Selanjutnya, Challen dan Hagger 1983 menyatakan bahwa simulasi
dikatakan statis manakala dalam proses simulasi tersebut nilai peubah bedakala dari peubah endogen menggunakan data pengamatan. Simulasi dikatakan dinamis
manakala nilai peubah endogen menggunakan dugaan model. Bila kedua simulasi tersebut dibandingkan maka simulasi dinamis merefleksikan bekerjanya fenomena
ekonomi. Simulasi kebijakan dilakukan untuk melihat dampak alternatif kebijakan
terhadap semua peubah endogen. Dengan demikian dilihat bagaimana peubah endogen akan bereaksi dan mengantisipasi perubahan. Peubah kebijakan
merupakan peubah eksogen. Peubah kebijakan yang diterapkan adalah instrumen kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah. Pada kenyataannya, instrumen
kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah merupakan kombinasi dari beberapa kebijakan, dengan kata lain pemerintah tidak melakukan kebijakan
tunggal singel policy. Alternatif kebijakan yang diterapkan yaitu gabungan kebijakan harga,
kebijakan saprodi dan kebijakan Raskin. Instrumen kebijakan harga yaitu harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen dan harga beras pembelian
Bulog. Pada umumnya petani menjual gabah dalam bentuk gabah kering panen. Kebijakan saprodi yaitu Harga Eceran Tertinggi HET pupuk bersubsidi NPK
dan realisasi penyaluran pupuk NPK untuk tanaman pangan, sedangkan kebijakan Raskin yaitu jumlah rumah tangga penerima Raskin.
Skenario kebijakan dilakukan berdasarkan rata-rata kenaikan instrumen kebijakan perberasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kurun waktu 2005-
2009. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh data-data berikut, yaitu: 1 kenaikan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen sebesar 12.3
persen, 2 kenaikan harga pupuk NPK bersubsidi 2.4 persen, 3 realisasi penyaluran pupuk NPK 7.2 persen, dan 4 kenaikan jumlah rumah tangga
penerima Raskin sebesar 18.1 persen. Alternatif kebijakan yang dilakukan yaitu kebijakan tunggal dan
kombinasi kebijakan yaitu: 1.
Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen 10 dan 15 persen.
2. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga eceran tertinggi pupuk NPK
bersubsidi 10 dan 15 persen. 3.
Kebijakan pemerintah dengan menaikkan realisasi penyaluran pupuk NPK bersubsidi 10 persen.
4. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah
terhadap gabah kering panen dan harga eceran tertinggi pupuk NPK bersubsidi masing-masing 10 persen.
5. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah
terhadap gabah kering panen 15 persen, harga eceran tertinggi pupuk NPK bersubsidi 10 persen.
6. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah
terhadap gabah kering panen realisasi penyaluran pupuk NPK bersubsidi masing-masing 10 persen.
7. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah
terhadap gabah kering panen, harga beras pembelian Bulog, harga eceran tertinggi pupuk NPK, realisasi penyaluran pupuk NPK dan jumlah rumah
tangga penerima Raskin masing-masing 10 persen. 8.
Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen 15 persen sedangkan harga beras pembelian
Bulog, harga eceran tertinggi pupuk NPK, realisasi penyaluran pupuk NPK dan jumlah rumah tangga penerima Raskin masing-masing 10 persen.