Simulasi Kebijakan Sastrohoetomo 1984 melakukan lima skenario simulasi kebijakan, yaitu:

lahan dengan sistem irigasi, 2 produktifitas usahatani, 3 konversi lahan sawah, 4 kesesuaian lahan, dan 5 pencetakan sawah. Dimensi ekonomi: 1 perubahan upah riil buruh tani, 2 jumlah rumah tangga pertanian dengan luas lahan lebih besar dari 0.5 ha, 3 nilai tukar petani, 4 jumlah tenaga kerja pertanian, dan 5 produksi padi. Dimensi sosial budaya: 1 penduduk, 2 pertumbuhan konsumsi per kapta, 3 rumah tangga pertanian yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, 4 persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung, dan 5 perempuan berpendidikan. Dimensi kelembagaan: 1 keberadaan lembaga pemerintah yang terkait dengan benih, 2 keberadaan lembaga keuangan mikro, 3 keberadaan lembaga pemerintah Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan 4 keberadaan lembaga pemerintah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Dimensi teknologi: 1 mesin pengering gabah, 2 mesin pembersih gabah, 3 pompa air, dan 4 mesin pemberantas jasad pengganggu.

2.15 Simulasi Kebijakan Sastrohoetomo 1984 melakukan lima skenario simulasi kebijakan, yaitu:

Skenario pertama, tata kebijaksanaan harga yang telah diterapkan dalam tahun 1982, dengan harga pupuk urea dan TSP Rp 70 per kg, harga dasar gabah Rp 135 per kg serta harga atap beras seperti yang terwujud tahun 1982, yaitu sebesar Rp 225 per kg. Skenario kedua, tata kebijaksanaan harga yang telah diterapkan dalam tahun 1983, dengan harga pupuk urea dan TSP Rp 90 per kg, harga dasar gabah Rp 145 per kg serta harga atap beras sebesar Rp 299 per kg. Skenario ketiga, kebijaksanaan harga pupuk urea dan TSP Rp 90 per kg, harga dasar gabah sama dengan harga dasar tahun 1982 Rp 135 per kg ditambah kenaikan yang besarnya sama dengan persentase kenaikan rata-rata Indeks Harga Konsumsi, Masukan dan Modal yang harus dibayar Petani IHKMM dalam enam tahun terakhir 1978-1982. Karena persentase kenaikan rata-rata IHKMM adalah 17.6 persen maka harga dasar gabah untuk pilihan ini menjadi Rp 158.76 per kg dibulatkan menjadi Rp 159 per kg. Karena laju inflasi diperkirakan berada diatas 10 persen, karena itu pita harga beras antar musim maksimum 10 persen. Harga atap beras adalah Rp 266 per kg. Skenario keempat, harga urea dan TSP masih tetap sama, keduanya naik menjadi Rp 112 per kg, sama dengan nilai ekonomi urea perhitungan Bank Dunia, 1982. Harga gabah dan harga atap beras menjadi Rp 187 per kg dan Rp 285 per kg. Skenario ke lima, kebijaksanaan harga dimana semua subsidi eksplisit dihapuskan. Untuk menghindari subsidi beras, maka pita harga antar musim ditetapkan sebesar 35 persen. Harga urea dan TSP Rp 144 per kg, sedang harga dasar gabah dan harga atap beras menjadi masing-masing Rp 230 per kg dan Rp 473 per kg. Simulasi studi terdahulu terdiri dari dua bagian yaitu studi evaluasi kebijakan pada masa lampau dan peramalan yang akan datang. Simulasi kebijakan pada masa lampau, Hutauruk 1996; Hutauruk dan Sembiring 2002; Ritonga 2004; Sugiyono 2005; Sembiring 2007; Sembiring et al. 2008 dan Kusumaningrum 2008. Studi terdahulu kombinasi antara evaluasi kebijakan pada masa lampau dan peramalan yang akan datang, Mulyana 1998 dan Sitepu 2002. Skenario kebijakan tunggal yang terkait dengan kebijakan perberasan antara lain harga dasar gabah, Harga Pembelian Pemerintah dan subsidi pupuk. Skenario kombinasi kebijakan merupakan kombinasi kebijakan tunggal diatas. Tabel 14. Skenario Simulasi Kebijakan Pada Persamaan Simultan No Alternatif Kebijakan P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 1 Harga Dasar Gabah HDGHPP 15 20 15 101 5 20 50 10 15 2 Harga Pupuk 15 15 10 3 Subsidi Pupuk 20 4 HDG dan Pupuk Persentase Sama 15 20 15 20 10 5 HDG dan Pupuk 2025 151 6 Harga Beras Eceran 20 7 Persentase Lahan Irigasi 10 5 5 8 Luas Areal Intensifikasi 5 9 Pemakaian Kredit 20 50 10 Suku Bunga 5 11 Devaluasi Rupiah 40 15 12 Devaluasi Rupiah dan Menghapus Interevensi Harga 40 13 Devaluasi Rupiah, HDG dan Pupuk 40 20 15 14 Konversi Lahan 20 15 Penurunan Tarif Impor 20 16 Harga Impor Beras 10 17 Nilai Tukar Rupah 10 18 Indeks Harga Konsumen 10 19 HPP dan Urea 155 20 Menghapus HPP √ 21 HPP dan Areal Intensifikasi 155 22 HPP dan Areal Irigasi 155 23 HPP dan Tarif Impor 151 24 HPP dan Devaluasi Rupiah 151 25 HPPUrea, Luas IntensifikasiIrigasi Tarif Nilai Tukar 155 10 Keterangan : P 1 = Hutauruk 1996; P 2 = Mulyana 1998; P 3 = Sitepu 2002; P 4 = Hutauruk dan Sembiring 2002; P 5 = Ritonga 2004; P 6 = Sugiyono 2005; P 7 = Sembiring 2007; P 8 = Sembiring et al 2008 dan P 9 = Kusumaningrum 2008 Tabel 14 menunjukkan ada 24 skenario simulasi kebijakan yang dilakukan studi terdahulu. Alternatif skenario kebijakan terdiri kebijakan tunggal dan kombinasi kebijakan. Skenario kebijakan tunggal seperti harga dasar gabah dan harga pembelian pemerintah, harga pupuk, subsidi pupuk, harga beras eceran, kredit, suku bunga, lahan intensifikasi dan irigasi, indeks harga konsumen, nilai tukar rupiah dan penghapusan HPP. Skenario kombinasi kebijakan merupakan gabungan dari dua atau tiga kebijakan tunggal. 2.16 Posisi dan Novelti Disertasi Posisi dan novelti disertasi, yaitu: Pertama, pendekatan studi terdahulu parsial, sedangkan kebijakan perberasan nasional bersifat komprehensif, artinya terdapat keterkaitan diantara kebijakan bantuan benih, kebijakan subsidi pupuk, kebijakan harga output, kebijakan pengadaan gabahberas dan kebijakan penyaluran beras pemerintah dan Raskin. Kedua, studi terdahulu fokus terhadap kebijakan subsidi input, output, dan stabilisasi harga, antara lain harga dasar floor price , harga maksimum ceiling price dan operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog. Inpres tentang Kebijakan Perberasan juga mencakup kegiatan pasca panen, benih unggul bersertifikat, pupuk berimbang, ekspor dan impor beras, pembagian beras kepada masyarakat miskin dan masyarakat yang rawan pangan. Inpres tentang perberasan nasional tidak hanya harga, terdapat diktum-diktum lainnya, seperti peningkatkan produktifitas, diversifikasi usahatani dan sebagainya. Operasi pasar tidak hanya ditujukan terhadap stabilisasi harga tetapi juga menolong masyarakat miskin. Ketiga, studi ini menganalisis kebijakan perberasan nasional dengan pendekatan holistik dengan membangun model ekonometrika dimana terdapat keterkaitan tujuan kebijakan, instrumen kebijakan, kendala dan efek samping kebijakan. Keempat, studi ini mendeskripsikan implementasi instrumen kebijakan perberasan melalui Inpres pada tingkat petani dan perspektifnya pada masa mendatang.

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori