Kebijakan Rehabilitasi Lahan Irigasi

Tabel 33 menunjukkan sumber informasi utama bagi petani mengetahui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah HPP yaitu PPL, TV dan KUPD masing- masing 79.92, 36.63 persen, dan 23.31 persen. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa: 1 pertemuan kelompok tani yang dilakukan satu kali dalam sebulan, merupakan media yang efektif dalam menyampaikan pesan kebijakan pemerintah kepada petani, dan 2 mass media juga merupakan sarana pendukung yang efektif dalam penyampaian kebijakan pemerintah. Informasi yang diberikan PPL terkait dengan kebijakan harga antara lain 1 dampak panen serentak, musim pendaftaran sekolah, hari raya lebaran terhadap harga gabah, 2 harga gabah dari daerah lain, dan 3 pekerja panen lintas kabupaten. Informasi tersebut penting diketahui karena terkait dengan tingkat upah panen, dimana panen dilakukan dengan ”sistem borongan. Survey pendahuluan menunjukkan harga gabah petani di propinsi Sumatera Utara lebih tinggi dari HPP, khususnya di daerah sentra produksi padi. Kualitas gabah pada MTH lebih seragam dan kering dibandingkan dengan MTK, sehingga secara umum harga Gabah Kering Panen pada MTH lebih tinggi dari MTK, seperti ditunjukkan Tabel 34, masing-masing 11.06 dan 10.91 persen. Studi Pranadji dan Hutabarat 1998 mengemukakan bahwa gabah yang dijual pada musim gadu September-Januari, harga di pasaran lebih tinggi dibandingkan dengan DologBulog. Berdasarkan indikator yang digunakan Simatupang, Murdianto, Kariyasa dan Maulana 2005, disimpulkan bahwa HPP GKP yang ditetapkan melalui Inpres No 3 Tahun 2007, No 1 Tahun 2008 dan No 8 Tahun 2008 dapat terlaksana secara efektif dan berjalan relatif stabil. Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa fakta berikut ini. Pertama, rata-rata harga GKP dan yang diterima petani lebih tinggi dari HPP GKP. Kedua, harga GKP di tingkat petani stabil pada tingkat harga yang cukup tinggi di atas HPP dan yang lebih penting kenaikan harga GKP lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga GKG. Dengan kata lain, Inpres No 3 Tahun 2007, No 1 Tahun 2008 dan No 8 Tahun 2008 Tahun 2005 mampu meningkatkan pendapatan petani padi, karena dalam kenyataannya sebagian besar petani menjual gabahnya dalam bentuk GKP. Tabel 34. Perbedaan Harga Gabah Kering Panen dengan HPP GKP di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, MT 2008 Strata Lahan Sawah Ha Harga GKP MTK 2008 Harga GKP MTH 2008 Harga Jual RPKg HPP GKP RpKg Perbedaan Harga Jual RpKg HPP GKP RPKg Perbedaan 0.01-0.50 2 400.00 2 200 9.09 2 575.00 2 400 7.29 0.51-1.00 2 495.83 2 200 13.44 2 662.50 2 400 10.93 1.01-1.50 2 441.67 2 200 10.98 2 683.33 2 400 11.80 1.51-2.00 2 580.00 2 200 17.27 2 740.00 2 400 14.16 2.00 2 300.00 2 200 4.54 2 650.00 2 400 10.41 Rata-rata 2 443.50 2 200 11.06 2 662.16 2 400 10.91 Sumber : Data Primer 30 Orang Kontak Tani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, tahun 20082009. Dari sisi pendekatan harga, instrumen HPP dalam Inpres efektif, bukan berarti implementasi Inpres pada tingkat petani di kecamatan Sei Rampah lepas dari kendala. Beberapa kendala yang dihadapi: 1 pembelian gabah petani tidak dilakukan oleh Perum Bulogbadan pemerintahbadan usaha di bidang pangan tetapi oleh agenpedagang, 2 pada umumnya proses penjualan gabah diantara petani dengan pedagang berdasarkan pengalaman agen, tidak mengikuti persyaratan kualitas kadar air maksimum dan kadar hampakotoran sesuai dengan diktum keenam dalam Instruksi Presiden, 3 petani tetap dalam posisi tawar yang lemah, dalam penentuan harga gabah, karena adanya informasi yang tidak simetris diantara petani dengan agenpedagang, sehingga petani bersikap pasrah terhadap informasi yang diterima, 4 kendala infrastruktur seperti ketidakadaan alat pengukur kadar air gabah, kerusakan jalan, jembatan yang rusak, merupakan ”alat pembenaran harga” oleh pedagang, dan petani menerima saja harga yang ditentukan oleh pedagang, dan 5 pada kasus tertentu, petani berusaha meningkatkan ”posisi tawar” nya dengan menyebutkan harga gabah pembelian pemerintah, justru melemahkan posisi petani, karena reaksi si agenpedagang menyuruh petani menjual gabahnya ke pemerintah atau PPL yang pada faktanya tidak mungkin dilakukan.

5.1.6 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah di Pedagang Padi

Pedagang padi mengelompokkan kualitas Gabah Kering Panen yang terdiri dari: 1 kualitas gabah B yaitu kondisi gabah baik kering, bersih dan persentase beras diatas 53 persen, artinya dalam 100 kg gabah dihasilkan beras lebih besar dari 53 kg, 2 kualitas gabah B-II yaitu kondisi gabah lembab, bersih dan agak hijau dimana persentase beras mencapai 50-53 kg beras, artinya dalam 100 kg gabah dihasilkan beras antara 50 kg-53 kg, 3 kualitas gabah B- III yaitu kondisi gabah kotor, basah, agak hijau dan persentase beras dihasilkan per 100 kg gabah yaitu lebih kecil 50 persen atau kurang dari 50 kg beras, 4 kualitas gabah BX yaitu kondisi gabah kotor, hijau dan basah, dan 5 kualitas gabah BXX yaitu kondisi gabah sangat kotor, sangat hijau dan sangat basah hitam karena padi yang kena banjir. Produksi padi pada Musim Tanam Hujan 2006 di desa Pematang Ganjang dijual pada bulan Februari - Mei 2007. Menurut Inpres No 13 Tahun 2005 tentang Kebijakan Perberasan pada diktum keempat disebutkan Harga Pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri Rp 1 730 per kilogram di penggilingan, dan memenuhi persyaratan kualitas dengan kadar air maksimum 25 persen. Inpres No 13 Tahun 2005 mulai berlaku pada tanggal 10 Oktober 2005 sampai 31 Maret 2007. Oleh karena diktum pada Inpres No 13 Tahun 2005 tidak menyebutkan secara eksplisit Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen di tingkat petani, maka harga gabah menurut spesifikasi pedagang dibandingkan dengan HPGP di penggilingan. Inpres No 2 Tahun 2005 juga tidak secara eksplisit menyebutkan Harga Pembelian Pemerintah pada tingkat petani, sehingga untuk keperluan analisis, maka Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen sebesar Rp 1 700 di tingkat petani. Dalam kurun waktu Februari-Mei 2007 terjadi 25 kali transaksi diantara pedagang padi dengan petani, pedagang padi dengan penggilingan padi. Sedangkan pada Maret 2007, terjadi 16 kali transaksi antara pedagang padi dengan petani, dimana harga beli pedagang untuk kualitas B, B-II dan B-III berfluktuasi, masing-masing dari Rp 2 400 - Rp 2 675 per kg, Rp 2 325 – Rp 2 625 per kg, dan Rp 2 325- Rp 2 525 per kg, seperti terlihat pada Lampiran 6 . Grafik pada Gambar 25 diperoleh dengan cara selisih harga kualitas B, B- II dan B-III dengan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen pada tingkat petani, kemudian dibagi dengan Harga Pembelian Pemerintah dan dikali seratus. Transaksi pada tanggal 15-16 Maret 2007 diantara petani dengan pedagang padi menunjukkan sekitar 57.4 persen harga gabah kualitas B lebih tinggi dari HPP Gabah Kering Petani. Perubahan Inpres No 13 Tahun 2005 menjadi Inpres No 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan menyebabkan HPP Gabah Kering Panen naik menjadi Rp 2 000 per kg di petani.