Perspektif Kebijakan Perberasan Ke Depan Pada Tingkat Petani

kecamatan Sei Rampah, masih tersisa satu kelompok tani yang memiliki kelembagaan koperasi yaitu Koperasi Sri Murni. Koperasi ini menjalankan fungsi mensuplai saprodi dan simpan pinjam bagi anggotanya. Dengan dukungan pemerintah, koperasi ini dapat bertindak merealisasikan harapan petani. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong petani membentuk koperasi petani baik di tingkat desa atau kelompok tani. Kehadiran koperasi petani yang difasilitasi pemerintah akan meningkatkan kesejahteraan petani, sehingga tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres tercapai. Tabel 39 menunjukkan bahwa sumber informasi utama petani mengetahui kebijakan saprodi adalah PPL oleh karena itu pemerintah perlu mengangkat status PPL harian menjadi tetap Pegawai Negeri. Perubahan status tersebut penting sehingga mendorong kinerja dan kepercayaan diri dalam membimbing petani, sehingga tujuan kebijakan perberasan tercapai. Disamping itu, perbaikan infrastuktur jalan usahatani menjadi penting, karena terkait dengan ketersediaan saprodi pada tingkat lokalitas usahatani, seperti yang dikemukakan oleh Mosher 1966 dalam bukunya Getting Agricultural Moving. Mosher 1966 mengungkapkan pentingnya faktor insentif bagi petani seperti harga pestisida yang terjangkau petani, dukungan subsidi dan memberikan bantuan yang diperlukan oleh petani. Mardianto dan Ariani 2004 mengemukakan bahwa semua negara penghasil beras di Asia memberikan insentif usahatani padi yang cukup lengkap. Sebagai contoh, India, Philippina,Vietnam, Myanmar dan Thailand memberikan insentif berupa subsidi input pupuk, bahan bakar, pengadaan alsintan, dan bunga kredit usahatani. Republik Rakyat China, sebagai negara produsen dan konsumen beras terbesar dunia berusaha membimbing petani melalui penyuluhan dan percontohan yang konkrit. Tabel 39. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan Pendukung di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai No Saran Petani Strata Luas Pengusaan Lahan Sawah Ha Total 0.01- 0.50 0.51- 1.00 1.01- 1.50 1.51- 2.00 2.00 1 Pemerintah meneruskan bantuan subsidi 0.00 9.99 0.00 0.00 3.33 12.32 2 Pemerintah memperbaiki jalan usahatani 0.00 0.00 0.00 3.33 0.00 3.33 3 Pemerintah memperhatikan kesejahteraan PPL 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 3.33 4 Pemerintah meneruskan pemberian bantuan kepada petani 3.33 6.66 3.33 3.33 0.00 16.65 5 Pemerintah mengusahakan sehingga harga Pestisida tidak naik 3.33 0.00 3.33 0.00 0.00 6.66 6 Pemerintah perlu mendorong PPL meningkatkan Kinerja 0.00 3.33 0.00 6.66 0.00 9.99 7 Pemerintah tetap memperhatikan sektor pertanian 0.00 3.33 0.00 0.00 0.00 3.33 8 Pemerintah melakukan subsidi terhadap pestisida 0.00 3.33 0.00 0.00 0.00 3.33 9 Pemerintah tidak menghilangkan Subsidi 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 3.33 10 Pemerintah mengangkat status PPL harian menjadi PNS 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 3.33 11 Pemerintah konsisten melaksanakan kebijakan yang ditawarkan 0.00 0.00 3.33 0.00 0.00 3.33 Sumber : Data Primer 30 Orang Kontak Tani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, tahun 20082009. Konsekuensi bila reorientasiimplementasi diatas tidak dilakukan, akan terjadi hubungan yang disharmoni antara pemerintah dengan petani, dengan sendirinya merugikan kedua belah pihak. Dari sisi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, outcome dari inkonsistensi terhadap implementasi kebijakan perberasan menyebabkan tujuan kebijakan perberasan melalui Inpres tidak tercapai. Dari sisi petani sebagai pelaku kebijakan, kemungkinan keputusannya untuk tetap melanjutkan kegiatan usahatani padi tetapi sebagai pihak dengan ”posisi tawar’ lemah, atau mengalihkan kegiatan usahatani ke non padi, yang memberikan kesejahteraan yang lebih baik 5.2 Implementasi Kebijakan Perberasan Tingkat Nasional 5.2.1 Kebijakan Perbenihan Penggunaan benih padi unggul bersertifikat akan meningkatkan produksi padi sehingga ketahanan pangan meningkat. Nugraha et al. 2005 mengemukakan instrumen yang diperlukan untuk proses sertifikasi benih sampai kepada benih yang memiliki sertifikat benih belum semuanya tersedia, sehingga perbaikan mutu untuk memuaskan pelanggan konsumen belum terjamin. Disisi lain, pengawasan mutu untuk benih komersial dilakukan melalui penerapan prinsip truth-in-labeling atau alternatifnya tanpa pengawasan. Tujuan pengawasan mutu terhadap benih yang akan diperdagangkan penting sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen. Gambar 36 menunjukkan bahwa jumlah benih dicek tidak sesuai label menunjukkan kecenderungan positip, artinya terjadi kenaikan trend positip pada kurun waktu Januari 2008- Desember 2009. Pada Februari 2008, jumlah benih dicek tidak sesuai label 27.5 ton mengalami peningkatan tajam menjadi 1 025.11 dan 1 471.74 ton pada Januari dan Desember 2009. Menurut Nugraha et al. 2005, benih dari varitas komersil permintaan tinggi dengan varitas non komersil permintaan rendah, serta petani dan konsumen tradisional belum peduli mutu dengan petani dan konsumen komersial telah peduli mutu diperlakukan sama. Salah satu dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah terjadi pengorbanan mutu. Seperti yang ditunjukkan Gambar 36, apabila konsumen memerlukan jaminan mutu, maka kemungkinan benih bersertifikat tidak tersedia karena jumlah benih yang tidak sesuai label cukup tinggi. Studi Sembiring 2008 menunjukkan bahwa benih bersertifikasi tidak jaminan memuaskan konsumen karena ditemukan juga adanya benih palsu. Sumber: Departemen Pertanian, Juni 2008-Desember 2009 Gambar 36. Jumlah Benih Dicek Tahun 2008-2009 Suprihatno dan Daradjat 2008 mengemukakan 14 alasan petani untuk menanam varitas unggul tertentu, lima alasan utama yang menjadi penentu pilihan petani adalah potensi hasil tinggi, harga jual gabah tinggi, rasa nasi enak sesuai dengan preferensi konsumen, daya tahan terhadap hama dan penyakit dan umur genjah. Pemilihan varitas unggul padi akan mempengaruhi pendapatan petani dan permintaan varitas unggul tersebut. Suprihatno dan Daradjat 2008 mengemukakan keuntungan ekonomi dari penggantian suatu varitas ke varitas unggul padi lainnya. Keuntungan ekonomi penanaman varitas Ciherang yang menggantikan varitas IR-64 di propinsi Jawa Barat mencapai Rp 142 milyar per tahun, diikuti dengan penurunan areal tanam varitas IR-64. Penggantian varitas IR-64 dengan varitas Ciliwung, Memberamo, Ciherang dan Widas di 12 propinsi menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar Rp 1.018 trilyun pada tahun 2002. Namun demikian, luas areal tanam varitas IR-64 pada MT 2002 dan 20022003 pada 23 kabupaten di Jawa Barat mencapai 32.9 persen, sedangkan varitas Ciherang, Way Apo Buru, dan Widas masing-masing 17.9 persen, 9.7 persen dan 8.0 persen. Hidayat et al , 2005 dan Suprihatno dan Daradjat, 2008. Gambar 37 menunjukkan ketersediaan benih bermutu varitas dominan Ciherang lebih besar dibandingkan dengan varitas IR 64 kecuali pada Januari 2008. Fakta ini mengindikasikan bahwa varitas Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 lebih diminati oleh konsumen. Varitas benih lainnya yang ketersediaan tinggi tetapi dibawah varitas Ciherang dan IR-64 yaitu Cigeulis, Cibogo, Ciliwung dan Hibrida, sedangkan varitas IR-42 tidak tersedia sejak Juni 2008. Sumber : Departemen Pertanian, Februari 2006-November 2009 Gambar 37. Ketersediaan Benih Bermutu per Bulan Tahun 2006-2009 Gambar 38 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2006, ketersediaan varitas Ciherang tertinggi dibanding dengan varitas padi lainnya, tetapi pada tahun 2008 ketersediaan varitas Ciherang mengalami titik terendah, yaitu pada Mei 2008. Persentase ketersedian varitas Ciherang pada Mei sekitar 10.39 persen, disisi lain ketersediaan varitas Cigeulis tertinggi yaitu 20.29 persen, diikuti dengan varitas Hibrida 11.46 persen. Dalam kurun waktu Februari 2006-Desember 2009, ketersediaan varitas IR-64 tertinggi pada Januari 2008, sekitar 50.92 persen dari total ketersediaan benih. Sedangkan varitas Cigeulis, Cibogo, Hibrida dan Ciliwung memberikan kontribusi ketersediaan benih tertinggi, masing-masing pada Mei 2008, Maret 2006, Desember 2009 dan Oktober 2006, dengan persentase secara berurutan yaitu 20.29, 11.74, 19.63 dan 14.78 persen. Sumber: Departemen Pertanian, Februari 2006-September 2009 Gambar 38. Ketersediaan Benih Bermutu per Bulan Tahun 2006-2009 Informasi pada Gambar 38 menunjukkan bahwa minat konsumen terhadap varitas padi Hibrida dan Ciliwung semakin naik, disisi lain terjadi penurunan ketersediaan benih varitas Ciherang. Namun demikian, ketersediaan benih varitas Ciherang masih tertinggi dibandingkan dengan varitas padi lainnya. Ketersediaan varitas Ciherang mengalami penurunan yang tajam, dimana sejak Mei 2009 ketersediaan varitas Ciherang menurun tajam menjadi 37.85 persen pada Desember 2009, disisi lain varitas Hibrida dan Ciliwung melonjak naik tajam, yaitu dari 6.06 dan 1.63 pada Mei 2009, menjadi 19.63 dan 12.15 persen pada Desember 2009. Sumber: Departemen Pertanian, Februari 2006-September 2009 Gambar 39 Perkembangan Kebutuhan Pasar dan Ketersediaan Benih Bermutu

5.2.2 Kebijakan Pupuk Bersubsidi

Salah satu diktum dalam Inpres tentang Kebijakan Perberasan yaitu menetapkan kebijakan pendukung yang diperlukan bagi efektifnya pelaksanaan kebijakan perberasan. Kementerian Pertanian secara berkala mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang kebutuhan pupuk bersubsidi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Dalam kurun waktu 2005-2009, Kementerian Pertanian mengeluarkan lima peraturan tentang kebijakan pupuk bersubsidi. Tabel 40 menunjukkan perkembangan Harga Eceran Tertinggi pupuk bersubsidi, dalam kurun waktu 2005-2009. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi kenaikan pupuk satu kali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri No 66PermentanOT.140122007 yang menetapkan harga pupuk per kg yaitu urea, ZA, SP-36 dan NPK, masing-masing menjadi Rp 1 200 per kg, Rp 950 per kg, Rp 1 550 per kg dan Rp 1 750 per kg. Persentase kenaikan harga pupuk bersubsidi pada tahun 2007 baik urea, SP-36, ZA dan NPK, masing-masing 14.28, 10.71, 10.52 dan 9.37 persen, dimana kenaikan harga pupuk terbesar pada pupuk urea. Tabel 40 Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Tahun 2005-2009 No Tahun Urea RpKg ZA RpKg SP-36 RpKg NPK RpKg Organik RpKg Peraturan Menteri 1 2005 1 050 950 1 400 1 600 - No 64KptsSR.1303 2005 2 2006 1 050 950 1 400 1 600 - No 505KptsSR.130 122005 3 2007 1 200 1 050 1 550 1 750 - No 66Permentan OT.140122006 4 2008 1 200 1 050 1 550 1 750 1 000 No76Permentan OT.140122007 5 2009 1 200 1 050 1 550 1 750 500 No 42Permentan OT.140122008 Keterangan: NPK Phonska 15:15:15; NPK Pelangi 20:10:10 Rp 1 830kg, NPK Kujang 30:6:8 Rp 1 586kg Pengertian notasi pada Gambar 40, yaitu: 1 Harga Eceran tertinggi pupuk Urea HETU, 2 Harga Eceran tertinggi pupuk SP-36 HESP, 3 Harga Eceran tertinggi pupuk ZA HEZA, dan 4 Harga Eceran tertinggi pupuk NPK HENP. Pada umumnya, harga jual pupuk bersubsidi pada tingkat kios pengecer pupuk lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi, seperti ditunjukkan pada Gambar 40. Slope kurva HPUT, HPZA, HPSP dan HPNP menunjukkan trend positip artinya