Analisis ekonomi terhadap instruksi presiden tentang kebijakan perberasan nasional tahun 2005 2008
ANALISIS EKONOMI TERHADAP INSTRUKSI PRESIDEN
TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN NASIONAL
TAHUN 2005-2008
DISERTASI
SURYA ABADI SEMBIRING
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam Disertasi saya yang berjudul:
ANALISIS EKONOMI TERHADAP INSTRUKSI PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN NASIONAL TAHUN 2005-2008
merupakan gagasan atau hasil penelitian Disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.
Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis
di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2011
SURYA ABADI SEMBIRING H361060041
(3)
ABSTRACT
SURYA ABADI SEMBIRING. An Economic Analysis of the Presidential Instruction for National Rice Policy in 2005-2008 (HARIANTO as Chairman, HERMANTO SIREGAR and BUNGARAN SARAGIH as Members of the Advisory Committee).
The objectives of this research are (1) to describe the implementation of rice policy from the perspective of farmer, (2) to evaluate the implementation of rice policy at the national level, and (3) to analyze the impacts of rice policy on the objectives of the policy and on producer and consumer surplus.
The research used time series and cross section data. Cross section data were collected from respondent of 30 farmer contact persons as determined by purposive sampling of 59 groups of farmers in six villages in the rice production center in the Sub District of Sei Rampah, Serdang Bedagai, District in the Province of North Sumatera. The data was a monthly time series from March 2005-September 2009. Rice policy model specification uses the simultaneous equations consisting of 15 structural equations and 11 identity equations which was estimated using Two Stages Least Squares (2SLS) method.
The results show that: (1) the policy implementation of direct aid for seeds, subsidized fertilizer, and irrigation improvement are not effective at the farmer level to achieve the policy objectives, whereas the policy implementation of government purchase price is effective, (2) the increase of the government purchases price of dried harvest paddy by 15 percent gave a positive impact on farmer returns, farmer terms of trade, and improve food security whereas retail rice price decrease makes producer and consumer surplus increase, (3) the increase of the ceiling retail price of NPK fertilizer by 15 percent gave a negative impact on farmer returns, farmer terms of trade, and food security whereas retail rice price increase makes a negative effect to consumer surplus, (4) the increase of the realization of NPK fertilizer distribution by 10 percent gave a positive impact on farmer returns and improve food security whereas the decrease in price of dried harvest paddy makes negative producer surplus, and (5) the combination of an increase in the government purchase price of dried harvest paddy by 15 percent, along with an increase in the Bulog purchase of price of rice, the ceiling retail price of NPK fertilizer, the realization of NPK fertilizer distribution, and the number of households receiving Raskin increase 10 percent gave a positive impact on farmer returns, farmer terms of trade, and improve food security, whereas retail rice price decrease makes producer and consumer surplus increase.
The objectives of rice policies of Presidential Instruction for National Rice Policy in 2005-2008, would be achieved if the combination of government purchase on dried harvest paddy, the Bulog purchase of price of rice, the ceiling retail price of NPK fertilizer, the realization of NPK fertilizer distribution, and the number of households receiving Raskin are simultaneously implemented accordingly.
Key Words: Presidential Instruction for National Rice Policy, farmer returns, farmer terms of trade, food security, producer and consumer surplus.
(4)
RINGKASAN
SURYA ABADI SEMBIRING. Analisis Ekonomi Terhadap Instruksi Presiden Tentang Kebijakan Perberasan Nasional Tahun 2005-2008 (HARIANTO, sebagai Ketua, HERMANTO SIREGAR dan BUNGARAN SARAGIH, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Instruksi Presiden tentang kebijakan perberasan merupakan tindakan pemerintah mempengaruhi ekonomi perberasan sehingga peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan dan stabilisasi ekonomi tercapai. Tujuan penelitian yaitu: (1) mendeskripsikan implementasi kebijakan perberasan dari perspektif petani, (2) mengevaluasi implementasi kebijakan perberasan pada tingkat nasional, dan (3) menganalisis dampak kebijakan perberasan terhadap tujuan kebijakan perberasan dan kesejahteraan produsen dan konsumen.
Jenis data yang digunakan yaitu data time series dan cross section. Data
cross section diperoleh melalui survey kepada 30 orang Kontak Tani, di kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Data time series adalah data bulanan dari Maret 2005-September 2009. Model kebijakan perberasan menggunakan spesifikasi persamaan simultan. Data cross section berguna untuk menjelaskan implementasi kebijakan perberasan pada tingkat petani, sedangkan data time series untuk menjelaskan implementasi kebijakan perberasan pada tingkat nasional. Hipotesis penelitian yaitu: (1) implementasi kebijakan perberasan efektif pada tingkat petani, (2) kebijakan perberasan efektif meningkatkan pendapatan petani, ketahanan pangan dan stabilisasi ekonomi, dan (3) kebijakan perberasan berdampak terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen.
Temuan penelitian terkait kebijakan bentuan benih, kebijakan pupuk bersubsidi dan kebijakan irigasi pada tingkat petani antara lain: (1) distribusi bantuan benih kurang efektif karena kelompok tani yang memiliki luas hamparan sawah yang sama ternyata menerima jumlah bantuan benih berbeda, disisi lain kelompok tani yang memiliki luas hamparan sawah yang kecil mendapatkan jumlah bantuan benih yang lebih besar, (2) kebijakan pupuk bersubsidi kurang efektif karena harga yang dibayar petani untuk memperoleh pupuk urea, SP, ZA dan NPK lebih besar dari harga eceran tertinggi dan persentase harga beli pupuk oleh petani menunjukkan kecenderungan naik, dan (3) kendala terbesar yang dihadapi petani dalam mengimplementasikan kebijakan perberasan adalah ketersediaan air, disisi lain posisi daerah kecamatan Sei Rampah yang berdekatan dengan ibukota merupakan daya tarik terbesar terjadinya konversi lahan sawah seluas 5 000.3 ha pada kurun waktu 2000-2006.
Petani mengikuti kebijakan harga pembelian pemerintah, mampu membedakan gabah kering panen dengan gabah kering giling tetapi kurang memperhatikan kandungan kadar air gabah dalam transaksi dengan agen/pedagang padi. Fakta menunjukkan harga jual gabah petani lebih tinggi 10-11 persen di atas harga pembelian pemerintah namun petani tetap mengharapkan pemerintah meningkatkan harga gabah kering panen dan membeli langsung gabah petani. Harga Gabah Kualitas B dan B-II baik ditingkat petani dan penggilingan lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah.
(5)
Temuan penelitian terkait kebijakan perberasan di tingkat nasional antara lain: (1) ketersediaan varitas Ciherang tertinggi dibanding dengan varitas padi lainnya, tetapi pada tahun 2008 terendah, yaitu pada Mei 2008, (2) harga pupuk urea, SP-36, ZA dan NPK diatas Harga Eceran Tertinggi. Semakin besar perbedaan antara Harga Eceran Tertinggi dengan harga pupuk, maka biaya dikeluarkan petani semakin naik, (3) kadar air dan kadar kotoran Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling pada tingkat nasional lebih rendah dari persyaratan kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah, (4) harga Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling pada musim panen raya lebih rendah dari musim panen gadu dan musim panceklik, (5) dalam kurun waktu Maret 2005 sampai September 2008, harga beras pengecer lebih tinggi dari harga beras dunia, (6) sumbangan beras terhadap inflasi tertinggi pada musim panceklik, dan (7) jumlah pembelian gabah/beras pada musim panen raya lebih tinggi dibandingkan dengan musim gadu dan musim panceklik, sebaliknya penyaluran beras Bulog dan Raskin terendah pada musim panceklik.
Persamaan simultan kebijakan perberasan terdiri dari 15 persamaan struktural dan 11 persamaan identitas. Berdasarkan hasil pendugaan parameter kebijakan perberasan nasional diperoleh hasil sebagai berikut: (1) jumlah beras impor responsif terhadap harga beras dunia, nilai tukar rupiah dan harga beras pengecer dalam jangka pendek, dengan elastisitas jangka pendek masingmasing -2.552, -3.594 dan 16.318, (2) jumlah pengadaan beras oleh Bulog responsif terhadap harga gabah kering panen, jumlah produksi beras baik jangka pendek dan jangka panjang, dengan elastisitas jangka pendek -1.698 dan 1.028 sedangkan jangka panjang -3.715 dan 2.248, (3) jumlah penyaluran beras pemerintah responsif terhadap harga beras di pengecer baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dengan elastisitas jangka pendek 4.835 sedangkan jangka panjang 8.447. Jumlah penyaluran beras pemerintah responsif terhadap dummy variabel dalam jangka panjang, dengan elastisitas 1.088, (4) penyaluran beras raskin responsif terhadap jumlah penduduk miskin baik dalam jangka pendek dan panjang, dengan elastisitas jangka pendek sebesar -1.804 dan jangka panjangnya – 2.302, sedangkan penyaluran beras raskin responsif terhadap jumlah rumah tangga penerima Raskin dalam jangka pendek, dengan elastisitas 1.045, (5) harga gabah kering panen responsif terhadap harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen dan kadar air gabah kering panen dalam jangka panjang dengan elastisitas 1.175 dan -3.944, (6) indeks dibayar petani padi responsif terhadap harga pupuk NPK dalam jangka pendek dengan elastisitas jangka pendek sebesar 1.198, dan (7) harga beras pengecer responsif terhadap harga beras pembelian pemerintah dari Bulog dalam jangka pendek dengan dengan elastisitas jangka pendek 1.869.
Berdasarkan simulasi terhadap model persamaan simultan diperoleh hasil-hasil sebagai berikut: (1) kebijakan peningkatkan 10 persen harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen berdampak terhadap peningkatan penerimaan petani dan nilai tukar petani padi, masing-masing 7.792 dan 11.612 persen. Kebijakan tersebut berdampak terhadap peningkatan persediaan beras masyarakat, persediaan beras domestik dan surplus beras, masing-masing 11.904, 7.232 dan 13.154 persen, diikuti harga beras pengecer turun 2.693 persen, (2) sebaliknya, dampak kebijakan peningkatkan harga eceran tertinggi pupuk NPK 10 persen menyebabkan penerimaan petani dan nilai tukar petani padi turun,
(6)
masing-masing 0.139 dan 0.054 persen. Kebijakan tersebut mengakibatkan persediaan beras masyarakat, persediaan beras domestik dan surplus beras turun masing-masing 0.526, 0.316 dan 0.589 persen, diikuti dengan, harga beras pengecer naik 0.145 persen, dan (3) dampak skenario kombinasi kebijakan tunggal dan kombinasi kebijakan, kecuali dampak peningkatan 10 dan 15 persen Harga Eceran Tertinggi pupuk NPK, sudah mengarah kepada perbaikan kesejahteraan, karena produsen dan konsumen beras menjadi lebih baik, sebaliknya peningkatan 10 dan 15 persen harga ecerean tertinggi pupuk NPK menghasilkan net surplus yang negatif, dimana konsumen di pihak yang dirugikan.
Kesimpulan penelitian yaitu: (1) implementasi kebijakan Bantuan Langsung Benih Unggul, pupuk bersubsidi dan perbaikan jaringan irigasi tidak efektif untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan, sebaliknya kebijakan harga pembelian pemerintah efektif, (2) peningkatan 10 dan 15 persen harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen berdampak terhadap peningkatan penerimaan petani, nilai tukar petani padi petani, ketahanan pangan dan penurunan harga beras, selain itu kebijakan ini meningkatkan surplus produsen dan konsumen, (3) peningkatan 10 dan 15 persen harga eceran tertinggi pupuk NPK berdampak terhadap penurunan penerimaan petani dan nilai tukar petani padi, ketahanan pangan, sedangkan harga beras meningkat, dan kebijakan ini merugikan kepada konsumen karena kehilangan surplus konsumen, (4) peningkatan 10 persen realisasi penyaluran pupuk NPK berdampak terhadap peningkatan penerimaan petani, ketahanan pangan dan penurunan harga beras, tetapi harga gabah kering panen turun sehingga produsen dirugikan karena kehilangan surplus produsen, dan (5) kombinasi peningkatan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen 10 dan 15 persen diikuti dengan peningkatan harga beras pembelian Bulog, harga eceran tertinggi pupuk NPK, realisasi penyaluran pupuk NPK dan jumlah rumah tangga penerima Raskin masing-masing 10 persen berdampak terhadap peningkatan penerimaan petani, nilai tukar petani padi, ketahanan pangan dan penurunan harga beras, selain itu kebijakan ini meningkatkan surplus produsen dan konsumen.
Tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres tahun 2005-2008 tercapai apabila pemerintah mengimplementasikan kombinasi harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen, harga beras pembelian Bulog, harga eceran tertinggi pupuk NPK, jumlah rumah tangga penerima beras Raskin dan realisasi penyaluran pupuk NPK.
Upaya lainnya yang perlu dilakukan pemerintah antara lain melakukan pembangunan irigasi dan perbaikan sistim jaringan irigasi, membeli langsung gabah petani, memfasilitasi pembentukan koperasi petani baik di tingkat desa atau kelompok tani, dan meneruskan kebijakan pengadaan beras oleh Bulog. Model kebijakan perberasan ini perlu disempurnakan dengan memasukkan variabel yang relevan dan menggunakan data tahunan.
(7)
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang- Undang
1. Dilarang mengutip sebagian dan seluruh karya tulis ini, tanpa mencantumkan atau menyebut sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(8)
ANALISIS EKONOMI TERHADAP INSTRUKSI PRESIDEN
TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN NASIONAL
TAHUN 2005-2008
SURYA ABADI SEMBIRING
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(9)
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, M.S
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, M.S
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia
2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
(10)
Judul Disertasi : Analisis Ekonomi Terhadap Instruksi Presiden Tentang Kebijakan Perberasan Nasional Tahun 2005-2008
Nama Mahasiswa : Surya Abadi Sembiring
Nomor Pokok : H361060041
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1.Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, M.S Ketua
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec Anggota Anggota
Mengetahui,
2.Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sondi Raya pada tanggal 19 November 1961 dari
Bapak Suruhen Sembiring (Almarhum) dan Ibu Lesnaria br Saragih (Almarhum).
Penulis merupakan anak pertama dari enam (6) bersaudara. Pada tahun 1974
penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri No 3 Pematang Raya,
kemudian melanjutkan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
No 1 Pematang Raya dan tamat tahun 1976.
Tahun 1980 lulus dari Sekolah Menengah Atas pada SMA Budi Mulia
Pematang Siantar. Tahun 1980 masuk perguruan tinggi pada Fakultas Pertanian
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara dan lulus pada
tahun 1986. Tahun 1993 melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1995.
Selama menempuh studi S2, Penulis menerima Piagam Penghargaan dari Program
Passarjana IPB untuk Prestasi Akedemik Gemilang di Semester III TA 1994/1995.
Kemudian tahun 2006 melanjutkan lagi studi S3 pada Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan
lulus tahun 2010.
Selama menempuh studi S3, Penulis aktif mengikuti kegiatan Seminar
baik Nasional dan Internasional. Penulis menerima Piagam Penghargaan dari
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk Prestasi Akademik Gemilang
di Semester I TA 2006/2007 dan Semester III TA 2007/2008. Penulis bersama
dengan Pembimbing menulis Karya Ilmiah dengan Judul Implementasi Kebijakan
Perberasan di Tingkat Petani: Kinerja dan Perspektif ke Depan yang dimuat pada
(12)
Riwayat pekerjaan dimulai dari mengajar di SD dan SMP Kalam Kudus
Medan pada tahun 1987-1992. Pada tahun 1990 mengajar di SMA Kalam Kudus
Medan. Pada tahun 1992- sekarang, menjadi staf pengajar tetap di Jurusan Sosial
Ekonomi Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
Pada tahun 1992-1993, penulis dipercayakan menjadi Sekretaris Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, tahun 1999-2002 menjadi Pembantu Dekan Bidang
Akademik (PD-I) Fakultas Pertanian selanjutnya tahun 2002-2003, dipercayakan
sebagai Pelaksana Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unika St.
Thomas Medan.
Pada tahun 1991 menikah dengan Kasihani br Sinulingga dan
(13)
KATA PENGANTAR
Studi adalah anugrah Tuhan, karena itu harus tekun, kerja keras, gigih,
tabah dan mengandalkan Tuhan. Terpujilah Allah Bapa di Surga di dalam Kristus
Yesus dan persekutuan dengan Roh Kudus, telah memberi kekuatan, kesehatan,
hikmat, penyertaan dan penjagaan yang terus dialami sampai Disertasi ini selesai
dikerjakan.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing, untuk komunikasi
yang baik, motivasi dan perhatian dalam proses pembimbingan, Prof. Dr. Ir.
Hermanto Siregar, M.Ec sebagai Anggota untuk komunikasi yang baik,
motivasi dan perhatian dalam proses bimbingan, dan Prof. Dr. Ir. Bungaran
Saragih, M.Ec sebagai Anggota, untuk komunikasi, motivasi dan perhatian
dalam proses bimbingan. Ketiga Pembimbing memberi kepercayaan penuh
kepada Penulis dalam proses penyelesaian Disertasi.
2. Prof. Dr. Ir Achmad Suryana, M.S dan Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec sebagai
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka, yang telah memberikan masukan untuk
memperkaya isi Disertasi.
3. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, M.S dan Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S sebagai
Penguji Luar Komisi, Dr. M. Firdaus sebagai Wakil SPs IPB dan Dr. Ir. Anna
Fariyanti, M.S sebagai Wakil Program Studi EPN untuk masukan berharga
pada Ujian Tertutup Tanggal 3 Agustus 2010
4. Dr. Ir. Yusman Syukat, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviana, M.S sebagai
penguji Prelim Kedua (Proposal Penelitian Disertasi) dan Prof. Dr. Ir. Bonar
(14)
5. Pengurus Perkantas Trust, yang diketuai Junjungan Sipahutar S.H, Drs.
Almen Pasaribu, Muliawati Amie, Friska Sitorus, Yuristiawan, Tambos
Siahaan, Jiefri Pattiawira, dan Bambang Harjono untuk dukungan beasiswa.
6. Pastor Paulinus M. Simbolon, OFM Cap sebagai Ketua Yayasan Santo
Thomas dan Pastor Elias Sembiring, M.Litt OFM Cap sebagai Rektor Unika
Santo Thomas yang telah memberikan izin studi S-3. Pastor Hariandja, OFM
Cap sebagai Ketua Yayasan Santo Thomas untuk perpanjangan studi S-3.
7. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A, Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc
dan Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec untuk rekomendasi studi S-3.
8. Prof. Dr. Ir. Kuncoro sebagai Moderator pada Kolokium tanggal 12
Desember 2008, dan Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S sebagai Moderator
pada Seminar tanggal 29 April 2010.
9. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian, untuk kesabaran, keteladanan dan diskusi yang intensif
terkait dengan format penulisan Proposal Disertasi dan Disertasi.
10. Seluruh dosen yang pernah mengajar Penulis selama studi S-3 di Program
Studi EPN SPs IPB Bogor antara lain Prof. Dr. Ir.M. Tambunan, M.Sc, Prof.
Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A, Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec, Prof.
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S, Prof. Dr. Ir. Sri Utami K. M.S, Dr. Ir. Arief
Daryanto, M.Ec, Dr. Ir. Harianto, M.S, Dr. Ir. Dominicus Savio P. M.S, Dr.
Ir. Iman Sugema, M.Ec, Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.Si, Dr. Ir. Joyo Winoto,
M.S, Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, Dr.
(15)
Bramasto Nugroho, M.S, Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S, Prof. Dr. Ir.
Abdul Azis Darwis, M.Sc
11. Menteri Pertanian dan dukungan Staf, secara khusus Ir. J. Lumbangaol,
Menteri Perdagangan dan dukungan Staf, Menteri Keuangan dan dukungan
Staf, Kepala Badan Pusat Statistik dan Staf, secara khusus Lia Ermayati,
MSE, MPP, Ir. Zainal Achmad, M.Si, Yunita Rusanti dan Arih D. Prasetyo,
S.Si yang membantu menyediakan data, Direktur Perum Bulog, khususnya
Epi Sulandri, S.E, M.Ec yang menyediakan data perberasan, Direktur BMKG
dan Staf, dan Kepala BPN Nasional dan Staf.
12. Prof. Dr. Husen Sawit dan Prof. Dr. Pantjar Simatupang untuk diskusi yang
memperkaya isi disertasi, Dr. Ir. Rasidin Karo-Karo, M.S dan Dr. Ir. Adolf
M.S untuk diskusi pengolahan data.
13. Tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan di Kecamatan Sei Rampah yaitu Ibnu
Faisal W, S.P, Purwanto, S.P, Mhd Sofyan, S.P, Aulia Hidayat, S.P, Hery
Effendi S.P, Hasan Basri, S.P, yang ikut membantu pengumpulan data.
Suyamto, Ka KUPD Kecamatan Sei Rampah dan Pujiono sebagai Sekretaris
Gapoktan di desa Pematang Ganjang, Kecamatan Sei Rampah, yang bersedia
memberikan informasi tentang data harga gabah.
14. Ketua Dewan Redaksi Analisis Kebijakan Pertanian, Prof. Dr. Ir. I. Wayan
Rusastra, yang telah mengoreksi dan menerbitkan artikel dalam Analisis
Kebijakan Pertanian.
15. Teman-teman program doktor EPN Angkatan 2006; Ir. Damianus Adar,
M.Sc, Ir. Saptana, M.Si, Ir. Halymathus S, M.Sc, Ir. Urip S, M.S, Ir. Fitria
(16)
Handayani, M.S, Ir. Muslimin, M.S, Ir. Ono Juarno M.Sc, Dr. Ir. Dewi S
M.MA, Ir. Ibrahim Isytar, M.Sc, Ir. Dudi Setiadi, H. M.MA, Ir. Boyke
Situmorang, M.M untuk diskusi dan kerjasama yang baik.
16. Kelompok Tumbuh Bersama Pasutri Medan, keluarga Drs. Jefry Sirait, M.M,
Ir. Eben Ezer Ginting, M.M, Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div, Herbin
Marpaung, S.E, Ir. Simon D Tarigan, M.T dan Jhon Wesly Siahaan, S.E.
Kelompok Tumbuh Bersama di Jakarta, keluarga Drs. Almen Pasaribu,
Junjungan Sipahutar, S.H, Ferry Tampubolon, S.H, Ivan Sihaloho, S.Si, dan
Ganda Silalahi. Tim Doa Perkantas Bogor: Ina, Olly Hutabarat dan Nova.
17. Tim Doa Majelis Jemaat GKPS, W. Sinaga, dr. Juniansen Purba, keluarga J.
Lumbantoruan, Alponi Sijabat, S.H, Ir. Jesry Purba, Ir. Darman Saragih, M.T,
Pdt. Untung Suseno, M.Th, Ir. Alven Saragih, M.Div, R.H Tarihoran, S.Th
dan Eddyman Naibaho, S.H. Tim Doa Perkantas Medan, Dra. Adelina Sitepu,
Susan N, Elfrida Naibaho, Sri Menda, Esni Naibaho dan Yuly Sinaga.
18. Perkantas Nasional, secara khusus Pdt. Drs. Polo Situmorang, M.Div, Ir.
Tadius Gunadi, M.C, Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala, M.Div, M.Th, Ir.
Indrawaty Sitepu, M.A, Pdt. Dr.Yongky Karman. Perkantas Bogor, secara
khusus Ir. Charles Simanjuntak, M.S, Ayub Kurniawan, S.E, Ir Hardy, Ir.
Sapto, M.Div, Jerry, Rosmala S.H, M.H, Ir. Novayanti, Ir. Benny Sinaga,
Fridawaty Sinaga, Barto Sihombing, S.Si, Ir. Daner Sagala, M.Si; Ir Christ,
Ir. Dedi Hutapea, Ir. Liston Siringo-ringo, Ir Hakni Wijaya, M.Si. Pdt. Jhon
Ruck, Diana Frost, Desma S, Nelly, Tience Pakpahan dan Janes Purba, S.Si.
19. Anthony Tarigan, S.H dan Ir. Evalina C Pandia, M.S yang telah menunjukkan
(17)
Merah III No 10 Yasmin 6 Bogor selama studi S-3, Yohana Tarigan; Claudia
Tarigan dan Sinta Ginting. Keluarga Dr. Ir. Togu Manurung, M.S yang telah
menunjukkan kasih yang tulus, yang mengijinkan Penulis menempati rumah
di Cibanteng Raya No 4 Dramaga, mulai Januari 2011 sampai proses
penyelesaian studi.
20. Ruby S Garniwan, S.P, untuk diskusi tentang format Disertasi, Suryani
Falatehan, A.Md, Kokom dan Husen yang membantu urusan administrasi di
Sekretariat Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SPs IPB.
21. Adik-adik ku; keluarga Drs. Rasmalem Raya Sembiring, M.Div, M.Th,
Anthony Siregar, Rasmenang Sembiring, S.Si, Pdt. Beresan Sibagariang,
S.Th dan Elserina Mawar Hati br Sembiring, S.S.
22. Isteriku, Dra. Kasihani Sinulingga untuk dukungan doa, kesabaran, kesetiaan,
dan pengertian. Saya bersyukur kepada Tuhan karena memiliki isteri yang
menjadi penolong dalam suka dan duka, dan takut akan Tuhan. Terpujilah
Tuhan.
23. Anak ku Kharis Samuel Sembiring yang kehilangan perhatian, waktu dan
kasih selama studi S-3. Terimakasih untuk doa, pengertian dan kasihmu.
Terpujilah Tuhan yang telah memanggil mu untuk menjadi hamba-Nya.
Disertasi ini tidak terlepas dari keterbatasan dan keterbatasan tersebut
merupakan tanggung jawab Penulis. Semoga Disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2011
(18)
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xxiii
DAFTAR GAMBAR ... xxvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxxi
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan Penelitian ... 9
1.3 Tujuan Penelitian. ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
1.4.1 Kegunaan dalam Lingkungan Akademis/Keilmuan ... 14
1.4.2 Kegunaan dalam Lingkungan Praktis ... 14
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA 17
2.1 Metode Analisis Studi Terdahulu ... 17
2.2 Luas Panen Padi ... 18
2.3 Konversi Lahan ... 20
2.4 Penggunaan Benih ... 22
2.5 Penggunaan Pupuk... 23
2.6 Produktifitas Padi... 27
2.7 Produksi Padi dan Produksi Beras ... 29
2.8 Pasca Panen ... 30
2.9 Harga Gabah ... 33
2.10 Impor Beras ... 37
2.11 Stok Beras ... 41
2.12 Permintaan Beras ... 42
2.13 Stabilisasi Harga ... 45
2.14 Ketahanan Pangan ... 50
2.15 Simulasi Kebijakan ... 53
(19)
xviii
III.KERANGKA PEMIKIRAN 57
3.1Kerangka Teori ... 57
3.1.1 Analisis Kebijakan Ekonomi ... 57
3.1.1.1 Pengertian Kebijakan ... 57
3.1.1.2 Tujuan Kebijakan Ekonomi ... 59
3.1.1.3 Instrumen dan Kendala Kebijakan ... 60
3.1.1.4 Variabel Target dan Efek Samping ... 65
3.1.1.5 Model Kebijakan Ekonomi ... 65
3.1.2 Proses Kebijakan Pertanian ... 65
3.1.3 Teori Permintaan Beras ... 69
3.1.4 Permintaan Masukan Produksi ... 78
3.1.5 Teori Perdagangan Internasional ... 83
3.1.6 Hubungan Ekonomi Perberasan dengan Makroekonomi ... 88
3.1.7 Pareto Optimum dan Kriteria Pareto ... 95
3.1.7.1 Kondisi Pareto Optimum bagi Konsumen... 95
3.1.7.2 Kondisi Pareto Optimum bagi Produsen ... 98
3.1.7.3 Kondisi Pareto Optimum Kasus Produk Campuran 101
3.1.7.4 Pareto Optimum dan Keseimbangan Kompetitif .... 104
3.1.8 Analisis Ekonomi Kesejahteraan Pada Pasar yang Berorientasi Kebijakan ... 109
3.1.8.1 Kenaikan Harga Output dan Surplus Produsen ... 109
3.1.8.2 Penerapan Teknologi Baru dan Surplus Produsen .. 111
3.1.8.3 Dampak Subsidi Input dan Surplus Produsen ... 112
3.1.8.4 Dampak Stabilitas Harga terhadap Kesejahteraan .. 113
3.1.8.5 Dampak Penerapan Teknologi terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 117
3.1.8.6 Dampak Harga Maksimum, Harga Dasar dan Dukungan Harga terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 119
3.1.8.7 Dampak Pajak Ad Valorem dan Subsidi terhadap Kesejahteraan ... 123
(20)
xix
Ekonomi Kesejahteraan ... 125
3.2Kerangka Berpikir Penelitian ... 127
3.3Hipotesis ... 132
IV. METODOLOGI PENELITIAN 133
4.1 Jenis dan Sumber Data ... 133
4.2 Lokasi Penelitian ... 133
4.3 Spesifikasi Model ... 137
4.3.1 Luas Areal Panen ... 139
4.3.2 Produktifitas ... 140
4.3.3 Produksi Padi ... 140
4.3.4 Produksi Beras ... 141
4.3.5 Beras untuk Benih dan Susut ... 141
4.3.6 Persediaan Beras Masyarakat ... 142
4.3.7 Jumlah Beras Impor ... 143
4.3.8 Jumlah Pengadaan Beras Bulog ... 144
4.3.9 Persediaan Beras Bulog ... 145
4.3.10 Persediaan Beras Domestik ... 145
4.3.11 Jumlah Permintaan Beras ... 146
4.3.12 Surplus Beras ... 146
4.3.13 Penyaluran Beras Bulog ... 146
4.3.14 Persediaan Akhir Beras Bulog ... 147
4.3.15 Penyaluran Beras Pemerintah ... 148
4.3.16 Persediaan Akhir Beras Pemerintah ... 148
4.3.17 Penyaluran Beras Raskin ... 148
4.3.18 Harga Gabah Kering Panen ... 150
4.3.19 Penerimaan Petani ... 151
4.3.20 Kadar Air Gabah Kering Panen ... 151
4.3.21 Harga Pupuk NPK ... 152
4.3.22 Nilai Tukar Petani Padi ... 154
4.3.23 Harga Beras Pengecer ... 155
(21)
xx
4.4 Identifikasi Model ... 156
4.5 Metode Pendugaan Model ... 158
4.5.1 Uji F ... 159
4.5.2 Koefisien Determinan ... 160
4.5.3 Uji Parsial ... 160
4.5.4 Uji Multikolineriti ... 161
4.5.5 Autokorelasi ... 162
4.6 Validasi Model ... 164
4.7 Simulasi Model ... 166
4.8 Simulasi Kebijakan ... 166
4.9 Surplus Konsumen dan Produsen ... 169
V. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERBERASAN PADA TINGKAT PETANI 171
5.1 Implementasi Kebijakan Perberasan di Petani : Kinerja dan Perspektif ke Depan ... 171
5.1.1 Kareteristik Petani Padi Kecamatan Sei Rampah ... 171
5.1.2 Kebijakan Bantuan Benih ... 172
5.1.3 Kebijakan Pupuk Bersubsidi ... 177
5.1.4 Kebijakan Rehabilitasi Lahan Irigasi ... 187
5.1.5 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah di Petani ... 190
5.1.6 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah di Pedagang Padi 194 5.1.7 Kebijakan Konversi Lahan ... 209
5.1.8 Perspektif Kebijakan Perberasan ke Depan pada Tingkat Petani ... 212
5.2 Implementasi Kebijakan Perberasan Nasional ... 219
5.2.1 Kebijakan Perbenihan ... 219
5.2.2 Kebijakan Pupuk Bersubsidi ... 223
5.2.3 Kebijakan Kualitas Gabah ... 228
5.2.4 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah ... 231
5.2.5 Kebijakan Impor Beras ... 235
(22)
xxi
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMETRIKA 243
6.1 Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model Ekonometrika ... 243 6.2 Luas Areal Panen ... 244 6.3 Produktifitas Padi... 250 6.4 Produksi Padi ... 252 6.5 Produksi Beras ... 252 6.6 Beras untuk Benih dan Susut ... 253 6.7 Persediaan Beras Masyarakat ... 253 6.8 Jumlah Beras Impor ... 253 6.9 Jumlah Pengadaan Beras Bulog ... 256 6.10 Persediaan Beras Bulog ... 258 6.11 Persediaan Beras Domestik ... 258 6.12 Jumlah Permintaan Beras ... 258 6.13 Surplus Beras ... 261 6.14 Penyaluran Beras Bulog ... 261 6.15 Persediaan Akhir Beras Bulog ... 263 6.16 Penyaluran Beras Pemerintah ... 263 6.17 Persediaan Akhir Beras Pemerintah ... 265 6.18 Penyaluran Beras Raskin ... 265 6.19 Harga Gabah Kering Panen ... 268 6.20 Penerimaan Petani ... 271 6.21 Kadar Air Gabah Kering Panen ... 272 6.22 Harga Pupuk NPK ... 273 6.23 Nilai Tukar Petani Padi... 275 6.24 Harga Beras Pengecer ... 277 6.25 Harga Beras Pembelian Pemerintah dari Bulog ... 280
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN TERHADAP TUJUAN
KEBIJAKAN DAN KESEJAHTERAAN 283
7.1 Validasi Model ... 283
(23)
xxii
Gabah Kering Panen 10 Persen ... 287
7.3 Kebijakan Menaikkan Harga Eceran Tertinggi Pupuk NPK
10 Persen ... 291
7.4 Kebijakan Menaikkan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK
10 Persen ... 293
7.5 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk NPK
Masing-masing 10 Persen ... 296
7.6 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen dan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK
Masing-masing 10 Persen ... 299
7.7 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen, Harga Eceran Tertinggi Pupuk NPK
dan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK Masing-masing 10 Persen 302
7.8 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen, Harga Pembelian Beras oleh Bulog, Harga Eceran Tertinggi Pupuk NPK, Jumlah Rumah Tangga Penerima Raskin dan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK
Masing-masing 10 Persen ... 306
7.9 Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap Tujuan Kebijakan Perberasan Nasional Melalui
Inpres 2005-2008 ... 309
7.10 Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap Kesejahteraan ... 315
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 319
8.1 Kesimpulan ... 319 8.2 Implikasi Kebijakan ... 320 8.3 Saran untuk Studi Lanjutan ... 321 DAFTAR PUSTAKA ... ... 322
LAMPIRAN ... ... 339
(24)
xxiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Kota dan Desa Untuk
Makanan di Indonesia Tahun 2006-2008 (Rupiah /Bulan). ... 3
2. Biaya Distribusi Pupuk Urea Bersubsidi dari Lini III ke Lini IV di
Beberapa Propinsi di Indonesia Tahun 2006 ... 6
3. Analisis Kontribusi Pengadaan Alsin Pasca Panen terhadap
Peningkatan Produksi Beras ... 8
4. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Harga Gabah
dan Beras Tahun 2001-2009 ... 10
5. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Luas Areal Padi pada
Persamaan Simultan ... 19
6. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Jumlah Penggunaan Pupuk pada Persamaan Simultan ... 26
7. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Produktifitas Padi pada
Persamaan Simultan ... 28
8. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Harga Gabah pada Persamaan Simultan ... 37
9. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Impor Beras pada Impor Beras pada Persamaan Simultan ... 40
10. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Stok Beras pada
Persamaan Simultan ... 42
11. Variabel Penjelas yang Mempengaruhi Permintaan Beras pada
Persamaan Simultan ... 43
12. Angka Proteksi Nominal untuk Beras di Sembilan Negara
Asia, 1960-1988 ... ... 47
13. Kontribusi Stabilisasi harga oleh Bulog terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia ... 49
14. Skenario Simulasi Kebijakan pada Persamaan Simultan ... 55
15. Daerah Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2008 ... 134
(25)
xxiv
17. Sentra Produksi Kecamatan di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008 .. 135
18. Metode Penentuan Sampel Penelitian di Kecamatan Sei Rampah 2009 136
19. Karateristik Kontak Tani di Kecamatan Sei Rampah Tahun 2009 ... 171
20. Besarnya Bantuan Langsung Benih Unggul Padi Varitas Cibogo
Bulan Juli Tahun 2008 ... 173
21. Besarnya Bantuan Langsung Benih Unggul Varitas Ciherang
Bulan September dan Oktober 2008 ... 174
22. Besarnya Bantuan Langsung Benih Unggul Padi Non Hibrida
Bulan Desember 2008 ... 175
23. Jenis Varitas Padi Ditanam Petani di Kecamatan Sei Rampah
Kabupaten Serdang Bedagai, MT 2008-2009 ... 176
24. Kendala Petani terhadap Kebijakan Pupuk Bersubsidi di
Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 .... 178
25. Harga Pupuk Bersubsidi Urea dan SP-36 di Kecamatan Sei Rampah,
Kabupaten Serdang Bedagai, MT 2008-2009 ... 180
26. Harga Pupuk Bersubsidi ZA dan NPK di Kecamatan Sei Rampah,
Kabupaten Serdang Bedagai, MT 2008-2009 ... 182
27. Persepsi Petani terhadap Distribusi Pupuk Bersubsidi Tidak Tepat
di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 183
28. Harga Pupuk Bersubsidi dan Non Subsidi di Tingkat Petani
di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 184
29. Sumber Informasi Petani terhadap Kebijakan Pupuk Bersubsidi
di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 185
30. Respon Petani tentang Kebijakan Pupuk Bersubsidi
di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 186
31. Kendala Petani di Bidang Infrastruktur Irigasi dalam Mengimplementasikan Kebijakan Perberasan di Kecamatan
Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 ... 188
32. Respon Petani terhadap Kebijakan Perberasan di Kecamatan
Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2009 ... 190
(26)
xxv
Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai ... 191
34. Perbedaan Harga Gabah Kering Panen dengan HPP GKP di
Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, MT 2008 ... 193
35. Konversi Lahan Sawah Menjadi Non Sawah di Kabupaten Serdang
Bedagai dari Tahun 2000-2006 ... 212
36. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan
Irigasi di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai ... 213
37. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan
Pupuk di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai ... 214
38. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah di Kecamatan Sei Rampah,
Kabupaten Serdang Bedagai ... 216
39. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan
Pendukung di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai .. 218
40. Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi ... 224
41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Areal Panen ... 247
42. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktifitas ... 250
43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Persamaan Jumlah Beras Impor 254
44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Jumlah Pengadaan Beras Bulog 257
45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Jumlah Permintaan Beras ... 260
46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyaluran Beras Bulog ... 262
47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyaluran Beras Pemerintah 264
48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyaluran Beras Raskin ... 267
49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Gabah Kering Panen .... 270
50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kadar Air Gabah Kering Panen 273
51. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Pupuk NPK ... 274
52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Indeks Diterima Petani Padi ... 276
(27)
xxvi
54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Beras Pengecer ... 279
55. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Beras Pembelian
Pemerintah dari Bulog ... 282
56. Hasil Pengujian Daya Prediksi Model Analisis Kebijakan Perberasan Periode Bulan Maret 2005-September 2009 ... 285
57. Dampak Beberapa Alternatif Kebijakan Tunggal pada periode Bulan Maret 2005-September 2009 ... 288
58. Dampak Beberapa Alternatif Kebijakan Tunggal dan Kombinasi
Kebijakan pada periode Bulan Maret 2005-September 2009 ... 300
59. Dampak Beberapa Alternatif Kombinasi Kebijakan pada Periode
(28)
xxvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1.Anggaran Pemerintah untuk Subsidi ... 11
2.Kerangka Analisis Kebijakan Tinbergen ... 58
3.Teori Kuantitaf Kebijakan Ekonomi ... 61
4.Model Kebijakan Linier Tinbergen ... 66
5.Kurva Permintaan Beras Ordinari dan Kompensate ... 75
6. Ekspor dan Impor ... 85
7.Keterkaitan Kebijakan Perberasan dengan Ekonomimakro ... 94
8. Diagram Kotak Edgeworth dan Pareto Konsumen ... 96
9.Pareto Optimum pada Produsen ... 99
10. Kurva Kemungkinan Produksi ... 100
11. Kondisi Pareto Optimum Kasus Mix Produk ... 102
12. Memaksimumkan Utilitas dengan Kendala Anggaran ... 106
13. Biaya Minimum dalam Berproduksi ... 107
14. Kenaikan Harga dan Surplus Produsen... 110
15. Dampak Teknolog Baru dan Surplus Produsen ... 112
16. Dampak Perubahan Surplus dan Subsidi Input ... 113
17. Dampak Stabilisasi Harga terhadap Kesejahteraan ... 114
18. Kesediaan Membayar Produsen dan Konsumen ... 117
19. Dampak Harga Maksimum, Harga Dasar dan Dukungan Harga
Harga terhadap Kesejahteraan ... 121
20. Dampak Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah Terhadap
Surplus Konsumen dan Produsen ... 124
21. Dampak Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Surplus
(29)
xxviii
22. Kerangka Berpikir Konseptual Kebijakan Perberasan Nasional
Melalui Instruksi Presiden ... ... 128
23. Kerangka Konseptual Kebijakan Perberasan ... ... 130
24. Diagram Model Kebijakan Ekonomi dalam Inspres ... ... 138
25. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim
Tanam Hujan 2006 ... 196
26. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Kering 2006 ... 197
27. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Kering 2007 ... 198
28. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Kering 2007 ... 199
29. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Hujan 2007 ... 200
30. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Hujan 2007 ... 201
31. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Kering 2008 ... ... 202
32. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Kering 2008 ... ... 204
33. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Hujan 2008 ... ... 206
34. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
(30)
xxix
35. Perbedaan Harga Gabah Kualitas KR dengan HPP GKG Di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai,
Musim Tanam Hujan 2008 ... .... 209
36. Jumlah Benih Dicek 2008-2009 ... .... 220
37. Ketersediaan Benih Bermutu per Bulan Tahun 2006-2009 ... 221
38. Ketersediaan Benih Bermutu per Bulan Tahun 2006-2009 ... 222
39. Perkembangan Kebutuhan Pasar dan Ketersediaan Benih Bermutu 223
40. Perkembangan Harga Eceran tertinggi Pupuk Bersubsidi ... .... 225
41. Perkembangan rasio Harga HPGP dan HET Pupuk ... ... 226
42. Perkembangan Perbedaan Harga Pembelian Pupuk dan Harga
Eceran Tertinggi ... ... 227
43. Perkembangan Kadar Air Gabah Kering Panen dan Gabah Kering
Giling ... ... 229
44. Perkembangan Rata-rata Curah Hujan Bulanan ... 229
45. Perkembangan Kadar Kotoran Gabah Kering Panen dan
Gabah Kering Giling ... 230
46. Perkembangan HPP Gabah Kering Panen dan Gabah Kering
Giling ... ... 232
47.Perkembangan Harga Gabah/Beras dengan Harga Pembelian
Pemerintah ... .... 233
48.Persentase Harga Gabah dibawah Harga Pembelian Pemerintah.... 234
49.Perkembangan Nilai Tukar Petani Padi ... 235
50.Perkembangan Harga Beras Pengecer dan Harga Impor Beras .. ... 236
51.Perkembangan Disparitas Harga Beras per Bulan dari Bulan
Maret 2005 - Oktober 2009 ... 238
52.Perkembangan Pengadaan dan Penyaluran Beras ... 240
53.Perkembangan Sumbangan Inflasi Beras ... .... 241
(31)
xxx
55.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
Pendapatan Petani ... 312
56.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap Harga Gabah Kering Panen, Harga Pupuk NPK, Indeks Diterima
Dan Dibayar Petani Padi ... 312
57.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
Ketahanan Pangan ... 313
58.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
Ketahanan Pangan dan Stabilisasi Harga ... 314
59.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
Stabilisasi Harga ... 314
60.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
(32)
xxxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Dinamika Perkembangan Kebijakan Perberasan dalam Inpres ... 339
2. Dinamika Perkembangan HPP terhadap Gabah dan Beras ... 344
3. Persyaratan kualitas HPP dalam Inpres ... 349
4. Pelaksana Instruksi Kebijakan Perberasan ... 350
5. Dinamika Matriks Dasar pertimbangan, Diktum dengan Instrumen ... 351
6. Harga Gabah Kualitas B di Petani dan Penggilingan ... 358
7. Data dan Sumber Data Kebijakan Perberasan ... 364
8. Data Kontak Tani Kecamatan Sei Rampah Kabupaten
Serdang Bedagai ... 376
9. Program Pendugaan Parameter Model Kebijakan Perberasan Nasional Dengan Metode 2SLS ... 385
10. Hasil Pendugaan Parameter Model Kebijakan Perberasan Nasional
Dengan Metode 2SLS ... 389
11. Program Simulasi Dasar Model Kebijakan Perberasan Nasional
Dengan Metode 2SLS ... 404
12. Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan terhadap
(33)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Istilah kebijakan perberasan pertama kali muncul dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 9 Tahun 2001 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2002, sedangkan Inpres sebelumnya dikenal dengan Kebijakan Harga Dasar Gabah. Kebijakan tersebut telah dimulai sejak tahun 1968/69 dengan ditentukannya harga dasar pembelian gabah (Darwanto, 2001). Kebijakan perberasan pada dasarnya berbicara terhadap tindakan yang dipilih pemerintah mempengaruhi aspek perberasan dalam perekonomian termasuk di dalamnya tujuan dan cara mencapai tujuan kebijakan perberasan.
Merujuk Sawit (2009), dasar pertimbangan pemerintah mengeluarkan Inpres Kebijakan Perberasan dimasukkan sebagai tujuan kebijakan perberasan. Tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres Kebijakan Perberasan yang dikeluarkan pemerintah dalam kurun waktu 2005-2008 antara lain meningkatkan pendapatan petani, pengembangan ekonomi pedesaan, peningkatan ketahanan pangan dan stabilisasi ekonomi nasional, seperti yang terlihat pada Lampiran 1.
Pemerintah menetapkan instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan kebijakan diatas. Instrumen kebijakan dalam kurun waktu 2005-2008 secara eksplisit lebih spesifik dibandingkan dengan Inpres sebelumnya, antara lain kebijakan saprodi, kebijakan teknologi, kebijakan perbaikan sistem jaringan irigasi, kebijakan harga, kebijakan Raskin dan bantuan untuk rawan pangan, dan kebijakan impor/ekspor beras, seperti yang terlihat pada Lampiran 3.
Kehadiran Inpres Kebijakan Perberasan tahun 2005-2008 merupakan bentuk campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan. Kondisi tersebut
(34)
2
mendukung pernyataan Hakcroe et al (1994) yang mengemukakan bahwa pemerintah memiliki keterikatan dengan sektor pertanian dalam mencapai kesejahteraan pelakunya. Pada kenyataannya, pasar gagal mencapai ”food price
dilemma” yang dikemukakan oleh Barrett (1999), dimana konsumen menginginkan harga pangan yang rendah sedangkan produsen menginginkan harga pangan yang tinggi.
Kegagalan pasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya barang publik, faktor eksternalitas, kekuatan pasar yang memiliki karateristik monopoli, biaya transaksi dan informasi tidak sempurna, menyebabkan pemerintah campur tangan dalam perekonomian (Pogue dan Sgontz, 1978; Stiglizt dalam Sadaoulet dan Janvry, 1995). Campur tangan pemerintah menimbulkan sikap pro dan kontra, diungkapkan Pal et al (1993), karena menciptakan inefisiensi dalam sumberdaya, disisi lain campur tangan pemerintah menyebabkan harga pangan menjadi stabil (Sawit, 2001).
Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan karena beras merupakan komoditi strategis di Indonesia antara lain, Pertama, komoditi beras merupakan kebutuhan pokok, dimana besarnya pengeluaran rata-rata per kapita sebulan di desa dan kota pada kurun waktu 2006-2008 mencapai 19.07- 21.04 persen dari total anggaran untuk makanan, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Kedua, komoditi beras penting dalam perdagangan Indonesia, khususnya
perdagangan impor. Efek samping (side effects) impor beras akan merugikan
produsen meskipun kebijakan tarif impor diberlakukan sebesar Rp 430 per kg, aktivitas perdagangan beras antar daerah dan antar waktu menurun, beras setiap
(35)
3
overhang secara berkelanjutan, dan konsumen dianggap mampu untuk menghadapi fluktuasi harga beras. Disisi lain, fungsi Bulog yang sudah berubah, antara lain tidak lagi memperoleh fasilitas kredit murah dan tidak memiliki lagi
captive market yang memadai untuk penyaluran stok beras yang dibelinya (Surono, 2001; Pranolo, 2001; Simatupang, 2001; dan Kariyasa 2003).
Tabel 1. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Kota dan Desa Untuk Makanan di Indonesia Tahun 2006-2008
No Kelompok Barang 2006 2007 2008
Rp/Bln % Rp/Bln % Rp/Bln %
1 Padi-padian 33 314 21.44 35 874 20.61 36 970 19.07 2 Umbi-umbian 1 739 1.11 2 322 1.33 2 040 1.05 3 Ikan 13 832 8.90 13 822 7.94 15 315 7.90 4 Daging 5 420 3.48 6 898 3.96 7 104 3.66 5 Telur dan susu 8 677 5.58 10 497 6.03 12 048 6.21 6 Sayur-sayuran 12 939 8.32 13 690 7.86 15 539 8.01 7 Kacang-kacangan 4 780 3.07 5 207 2.99 5 978 3.08 8 Buah-buahan 6 161 3.96 9 055 5.20 8 779 4.52 9 Minyak dan lemak 5 762 3.70 5 959 3.42 8 336 4.30 10 Bahan minuman 7 327 4.71 7 799 4.48 8 221 4.24 11 Bumbu-bumbuan 4 015 2.58 3 900 2.24 4 312 2.22 12 Konsumsi lain 3 719 2.39 4 736 2.72 5 356 2.76 13 Makanan dan
minuman jadi
30 169 19.41 37 030 21.27 44 193 22.80 14 Tembakau dan sirih 17 508 11.26 17 570 10.09 19 636 10.13
Jumlah 155 362 100.00 174 028 100.00 193 828 100.00
Sumber: BPS, 2006; 2007; 2008 (diolah)
Efek samping lain karena impor beras, diungkapkan Harianto (2001) dimana penurunan harga beras akan menguntungkan konsumen yang berada di pedesaan. Elastisitas harga di pedesaan lebih besar daripada elastisitas harga di kota. Elastisitas harga di pedesaan dan di kota masing-masing adalah - 0.707 dan - 0.504. Konsumen di pedesaan juga adalah petani padi akan menghadapi dilemma. Turunnya harga akan menguntungkan jika konsumen adalah petani subsisten yang
menjadi net buyer, sebaliknya, turunnya harga beras akan merugikan petani
(36)
4
Dasar pertimbangan pemerintah mengeluarkan Inpres Kebijakan Perberasan Tahun 2005-2008 sebagai akibat perkembangan perekonomian nasional, perkembangan nasional dan global di bidang pangan, khususnya perberasan. Kondisi diatas dikemukakan antara lain oleh Suryana dan Murdianto, 2001; Simatupang, 2001; Pranolo, 2001; Cramer dan Jensen, 1991; Sawit, 2001, 2007; Saragih, 2001 yaitu : (1) pasar beras dunia hanya sekitar 4-5 persen dari total produksi dunia sehingga tidak dapat diandalkan sebagai pengadaan beras domestik (2) beras sebagai bahan makanan pokok, (3) produk musiman, (4)
kondisi excess supply pada musim panen raya yang merugikan produsen dan
musim panceklik yang merugikan konsumen, (5) perubahan lingkungan strategis domestik, dengan berlangsungnya proses desentralisasi dan otonomi daerah, dan (6) pergerakan harga gabah antar musim.
Perkembangan nasional dan global di bidang perberasan diatas akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional, disisi lain produksi padi dalam negeri akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Petani sebagai pelaku utama dalam mendukung keberhasilan ketahanan pangan, menghadapi kendala untuk meningkatkan produksi padi. Disisi lain, untuk meningkatkan produktifitas sektor padi, tidak dapat dipisahkan dari sektor perekonomian lainnnya.
Sektor padi mempunyai keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) dengan dua belas sektor perekonomian lainnya, yang menyediakan input terhadap sektor padi. Lima sektor yang menyediakan input terbesar bagi sektor padi untuk kegiatan proses produksinya yaitu sektor kimia dasar dan pupuk, padi, perdagangan, perbankan dan barang-barang dari logam, masing-masing 49.34; 24.72; 9.45; 9.45, dan 1.64 persen (Sembiring (2002 b).
(37)
5
Data tersebut mengindikasikan, Pertama, kontribusi sektor kimia dasar/ pupuk dan sektor padi terhadap sektor padi sebesar 74.06 persen artinya ketersediaan sarana produksi (benih dan pupuk) merupakan syarat mutlak bagi sektor padi. Kedua, sektor padi berkembang apabila tersedia dukungan sektor perdagangan, lembaga perbankan dan mekanisasi pertanian. Kaitan antara pupuk dengan perdagangan akan menentukan harga pupuk di tingkat usahatani padi. Dukungan lembaga perbankan yang menyediakan kredit merupakan syarat pelancar bagi sektor padi sehingga petani padi memiliki akses terhadap teknologi. Sektor logam mewakili pentingnya kehadiran mekanisasi penting bagi sektor padi, akan meningkatkan produktifitas padi.
Hasil penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa insentif berupa fee atau margin
keuntungan bagi distributor maupun pengecer pupuk urea bersubsidi adalah relatif kecil. Hal ini perlu diperhatikan, karena dengan kondisi tersebut ada dua kemungkinan yang dapat ditimbulkan yaitu: (1) distributor atau pengecer melakukan penjualan di luar ketetapan harga yang ditentukan atau menjual dengan cara curah, dan (2) distributor maupun pengecer tidak tertarik untuk menjadi mitra PT. Pusri dalam mendistribusikan pupuk urea bersubsidi. Kedua hal ini akan berdampak kepada keberlangsungan distribusi pupuk yang dapat menimbulkan permasalahan kelangkaan atau kenaikan harga pupuk.
Tabel 2 menunjukkan biaya distribusi pupuk urea bersubsidi per kg dari Lini III ke Lini IV ditentukan oleh jarak, dimana biaya produksi terbesar terdapat di propinsi Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Riau, masing-masing 596.472 + 25.333 S, 375.106 + 19.207 S dan 375.513 + 14.845 S, terendah dijumpai di
(38)
6
propinsi Sumatera Selatan. Sarana dan prasarana pengangkutan berpengaruh dengan biaya distribusi per kg, dimana dukungan sarana dan prasarana pengangkutan menyebabkan biaya distribusi semakin rendah sebaliknya keadaan transportasi yang kurang memadai menyebabkan biaya distribusi pupuk menjadi besar, seperti di propinsi Kalimantan Barat, dimana biaya distribusi per kg sebesar 85.21 + 3.62 S, dengan kata lain semakin jauh jarak angkut pupuk urea bersubsidi maka biaya yang dikeluarkan semakin besar.
Tabel 2. Biaya Distribusi Pupuk Urea Bersubsidi dari Lini III ke Lini IV di Beberapa Provinsi Indonesia Tahun 2006
No Propinsi Biaya Distribusi
D= TFC + b* S
Biaya Distribusi per Kg
1 Jawa Barat 375.106 + 19.207 S 55.02 + 2.74 S
2 Jawa Tengah 256.161 + 24.555 S 36.59 + 3.49 S
3 Regional Jawa 293.641 + 23.100 S 41.95 + 3.30 S
4 Kalimantan Barat 596.472 + 25.333 S 85.21 + 3.62 S
5 Sumatera Selatan 299.749 + 8.688 S 42.82 + 1.24 S
6 Lampung 315.075 + 11.018 S 45.01 + 1.57 S
7 Riau 375.513 + 14.845 S 53.64 + 2.12 S
8 Regional Sumatera 321.171 + 10.959 S 45.88 + 1.57 S
Sumber : LPPM IPB, 2006.
Keterangan : TFC : Total Fix Cost (Rp) b: biaya angkut per km; S: Jarak angkut (km) Produktifitas potensial tercapai apabila petani mampu melakukan teknik budidaya yang relatif sama dengan yang dilakukan pada penelitian lapangan (Irawan, 2004). Di sisi lain, kendala petani sehingga terjadi gap antara produksi potensial dengan produksi aktual menurut Herdt dan Wickham ( 1978): (1) ada tidaknya irigasi, (2) musim, (3) faktor-faktor ekonomi, (4) kerusakan karena serangan hama dan penyakit, dan (5) tidak adanya adopsi teknologi baru oleh petani. Secara berturut-turut besarnya perbedaan produksi potensial dengan aktual dari lima kendala tersebut yaitu: (1) pengaturan air 23 persen, (2) tidak mengadopsi teknologi baru 22 persen, (3) serangan hama penyakit 19 persen, dan
(39)
7
(4) faktor ekonomi sebesar 17 persen. Dari kelima kendala diatas maka ada tidaknya irigasi dan kendala teknologi merupakan kendala terbesar sehingga terjadi gap antara produksi potensial dan aktual. Kendala faktor ekonomi menyebabkan petani kesulitan mengadopsi teknologi baru.
Sembiring (2002 a; 2002 c) melakukan studi dengan menggunakan model Hayami dan Herdt, diperoleh bahwa perkembangan teknologi menghasilkan penurunan harga beras sebesar 13.51 sampai 25.00 persen dan diikuti dengan meningkatnya permintaan beras dari 2.94 sampai 6.75 persen. Penurunan harga beras di pasar menyebabkan surplus konsumen meningkat sebesar 5.40 sampai 11.76 persen. Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi antara 1.30 sampai 5.12 persen sehingga menghasilkan peningkatan surplus produsen dari 0.01 sampai 2.65 persen. Hasil studi tersebut mendukung teori Mosher, 1966; Ruttan, 1978; Doll dan Orazem, 1984. Dengan kata lain, teknologi mempunyai peranan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik produsen dan konsumen.
Penggunaan teknologi pasca panen berguna untuk mengurangi kehilangan pasca panen padi. Bachruddin (2008) menyebutkan ada tiga permasalahan dalam pengembangan penanganan pasca panen, yaitu masalah teknis dan manajemen, sosial dan ekonomi. Permasalahan dari sisi petani antara lain tingkat pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran petani terhadap penerapan mekanisasi pasca panen masih terbatas, introduksi mekanisasi pasca panen belum sesuai dengan kebutuhan petani/kelompok tani, dan daya beli petani/kelompok tani untuk menyewa atau menerapkan alat mesin pasca panen masih relatif rendah. Selanjutnya, rendemen penggilingan tahun 2007 sebesar 62.60 persen, menurun
(40)
8
0.60 persen dibandingkan tahun 1995/1996 sebesar 63.20 persen. Penurunan ini diduga karena banyaknya mesin penggilingan yang sudah relatif tua dan adanya tuntutan kebutuhan konsumen akan kualitas beras yang lebih baik.
Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pengadaan satu unit jenis alat mesin akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi beras. Semakin besar kapasitas dari jenis alat mesin, semakin besar kontribusi beras yang diberikan. Sabit bergerigi dengan kapasitas dua hektar per tahun hanya memberikan kontribusi peningkatan produksi beras sebesar 63 kg per tahun, sebaliknya pengadaan alat pasca panen dengan kapasitas yang lebih besar memberikan
kontribusi peningkatan beras yang lebih besar yaitu Vertical Dryer dan RMU 2
phase, masing-masing 136 080 dan 181 440 kg per tahun.
Tabel 3. Analisis Kontribusi Pengadaan Alsin Pasca Panen terhadap Peningkatan Produksi Beras
No Jenis alat mesin
Kap (Ha/th)
Produksi (Ton/Ha)
Susut (GKG) Rendemen (%) Kontribusi Beras (Kg/thn) % Ton 1 Sabit Bergerigi
2 10 1.0 0.1 63 63
2 Terpal Power 12 60 3.0 1.8 63 1 134
3 Thresher 60 300 2.5 7.5 63 4 725
4 Box Dryer 192 960 2.0 19.2 63 12 096
5 Vertical Dryer
1 440 7 200 3.0 216.0 63 136 080
6 RMU 1 phase 576 2 880 4.0 115.2 63 72 576
7 RMU 2 phase 1 152 5 760 5.0 288.0 63 181 440
Sumber: Bachrudin, (2008)
Keterangan: Produktifitas 5 ton/ha .
Menurut Sumodiningrat (2004) subsidi pupuk bertujuan menurunkan beban salah satu komponen biaya produksi tetapi dalam kenyataannya menimbulkan kelangkaan dan mendorong kenaikan harga pupuk. Pemerintah mengucurkan bantuan subsidi pupuk melalui pabrik pupuk urea, yang besarnya tahun 2004 mencapai Rp 1.3 triliun, tetapi petani sulit memperoleh pupuk.
(41)
9
1.2 Permasalahan Penelitian
Pada kenyataannya, tidak mudah menerapkan kebijakan perberasan karena adanya kendala, baik dari sisi petani dan pemerintah. Kendala yang dihadapi petani: (1) rata-rata skala penguasaan lahan usahatani padi hanya 0.3 hektar, (2) sekitar 70 persen petani padi (khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan masyarakat miskin atau berpendapatan rendah, (3) sekitar 60 persen petani padi adalah net consumer beras, dan (4) rata-rata pendapatan rumah tangga petani padi dari usahatani padi hanya sekitar 30 persen dari total pendapatan keluarga.
Kendala lain yang dihadapi petani yaitu: (1) petani umumnya menghadapi keterbatasan akses pembiayaan usahatani atau kredit, (2) keluarga petani hampir selalu membutuhkan dana tunai segera setelah panen, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga maupun mengganti pinjaman biaya produksi, dan (3) petani padi sulit keluar dari usahatani padi untuk mengusahakan kegiatan pertanian lain karena berbagai faktor, termasuk kondisi infrastruktur (pengairan).
Pemerintah menetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan harga beras di Bulog. Tabel 4 menunjukkan bahwa instrumen kebijakan harga HPP GKP, HPP
GKG dan harga beras di Bulog menunjukkan kecenderungan naik (flex up),
masing-masing 12.30, 12.60, 15.10, dan 11.20 persen. . Hasil kajian Kariyasa dan Andyana, dalam Kariyasa (2003) di tiga provinsi (Sumatera Barat, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa harga gabah yang diterima petani mendekati harga dasar gabah (HDG), artinya, realisasi HDG tersebut di tingkat petani, masih jauh dari yang diharapkan
(42)
10
Tabel 4. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah Terhadap Harga Gabah dan Beras Tahun 2001-2009
N o
Intruksi Presiden
Harga GKP Harga Gabah Kering Giling Harga Beras di Bulog Penggilingan Penyimpanan
Rp/Kg ∆ (%) Rp/Kg ∆ (%) Rp/Kg ∆ (%) Rp/Kg ∆ (%)
1 No 9/2001 - - 1 500 - 1 519 - 2 470 -
2 No 9/2002 1 230 1 725 15.00 - 2 700 9.31
3 No 2/2005 1 330 8.16 1 740 0.90 1 765 2 790 3.30 4 No 13/2005 1 730 30.10 2 250 29.30 2 280 29.20 3 550 27.30 5 No 3/2007 2 000 15.60 2 575 14.40 2 600 14.00 4 000 12.70 6 No 1/2008 2 200 10.00 2 800 8.70 2 840 9.20 4 300 7.50 7 No 8/2008 2 400 9.90 3 000 7.10 3 070 8.10 4 600 7.00
Rerata 12.30 12.60 15.10 11.20
Sumber: Inpres tentang Kebijakan Perberasan Tahun 2001-2008
Keterangan : Inpres No 2/2005 menyebutkan harga beras di penggilingan Rp 2.790.
∆ (%) diperoleh dari Harga T1 – T0 /T0 x 100 % . (Data diolah )
Pembelian gabah oleh pemerintah di daerah, selain dilakukan oleh perum Bulog, juga dapat dilakukan oleh badan pemerintah atau badan usaha di bidang pangan. Gabah yang dibeli Bulog harus memenuhi kualitas yang ditetapkan dalam Inpres. Efektifitas kebijakan harga berjalan apabila harga gabah yang diterima petani sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah, disisi lain gabah petani harus memenuhi persyaratan kualitas gabah seperti yang tertera pada Lampiran 3
Kendala yang dihadapi pemerintah dalam mencapai tujuan kebijakan antara lain keterbatasan anggaran. Anggaran pemerintah untuk subsidi dialokasikan untuk pupuk, benih, kredit program dan pangan. Alokasi subsidi terbesar diperuntukkan untuk subsidi pupuk, sedangkan alokasi subsidi terendah dialoaksikan terhadap kredit program, dimana besarnya anggaran pemerintah terhadap subsidi pupuk tahun 2007 sebesar Rp 6 260.5 milyar, meningkat tajam menjadi Rp 15 181.5 milyar dan Rp 17 537.0 milyar pada tahun 2008 dan 2009. (Gambar 1). Meskipun pemerintah meningkatkan anggaran untuk subsidi pupuk,
(43)
11
tetap ditemukan kelangkaan pupuk, sehingga harga pupuk bersubsidi lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi.
Sumber : Departemen Keuangan, 2010
Gambar 1. Anggaran Pemerintah Untuk Subsidi
Dari sisi konsumsi pangan, terdapat perbedaan diantara negara berkembang dengan negara maju. Di negara maju, konsumsi pangan relatif lebih datar dibandingkan dengan negara berkembang. Konsumsi pangan/beras di negara maju yang terjadi pada perubahan kualitas bukan kuantitas. Hukum Engel menyebutkan bahwa semakin naik pendapatan rumah tangga, maka persentase pendapatan yang dialokasikan untuk pangan/beras semakin menurun. Sedangkan di negara berkembang, elastisitas pendapatan positip, sehingga dengan kenaikan pendapatan diikuti dengan naiknya permintaan padi/beras. Disisi lain, pemerintah mengalami kesulitan untuk menurunkan konsumsi beras. Bagi keluarga miskin di Indonesia, sumber protein berasal dari beras, apabila beras dikurangi maka subtitusi beras sebagai sumber protein tidak ada.
(44)
12
Di negara maju, perubahan pangan (food) ke pakan (feed) akan
mempengaruhi perberasan nasional. Perubahan tersebut menyebabkan permintaan pakan naik. Peningkatan permintaan pakan dunia mendorong produsen di Indonesia meningkatan luas areal tanaman subtitusi padi (jagung), sehingga luas areal tanaman padi berkurang selanjutnya produksi padi/beras nasional turun, stok beras menurun, sehingga mendorong pemerintah mengimpor beras dari pasar dunia. Disisi lain, harga beras di pasar internasional naik karena excess demand. Perubahan dampak global excess demand menjadi global excess supply secara siginifikan mempengaruhi kebijakan perberasan nasional. Apabila pemerintah tidak campur tangan, maka harga beras domestik naik sehingga merugikan konsumen, sedangkan produsen padi/beras diuntungkan.
Efek samping yang timbul karena implementasi kebijakan perberasan nasional: (1) instrumen kebijakan dengan naiknya Harga Pembelian Pemerintah (HPP), akan mendorong inflasi sehingga upah buruh, harga saprodi dan barang yang dikonsumsi petani juga naik, (2) instrumen kebijakan impor dan Raskin cenderung menyebabkan harga beras turun dan diikuti dengan penurunan harga gabah petani, (3) kegiatan operasi pasar Bulog menurunkan harga beras, (4) keputusan Bulog menghentikan pembelian gabah di tingkat petani karena gudang Bulog untuk pengadaan cadangan pangan nasional sudah terpenuhi menyebabkan harga gabah turun, dan (5) kebijakan pemerintah meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menyebabkan kenaikan biaya pasca panen.
Disisi lain, pemerintah memiliki keterbatasan menjalankan dan mengawasi kebijakan perberasan pada tingkat implementasi. Hilman (2003) menyebut
(45)
13
pemerintah untuk mengontrol dan mengawasi pelaku birokrat, pangawasan yang terbatas dan hambatan dalam proses politik antara lembaga legistatif dan eksekutif (pemerintah).
Dengan kata lain, implementasi kebijakan perberasan tidak selalu akan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah memiliki keterbatasan menjalankan dan mengawasi kebijakan perberasan pada tingkat inplementasi1. Keterbatasan tersebut adalah: (1) harga jual gabah petani lebih rendah dibandingkan harga yang ditentukan oleh pemerintah, dimana 52 persen panen petani tidak mendapat harga yang sesuai dengan ketentuan Inpres, (2) harga beli pupuk subsidi oleh petani diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) (3) terjadi kelangkaan pupuk disisi lain ada petani yang menggunakan pupuk secara berlebihan, (4) dampak kenaikan harga BBM mengakibatkan kenaikan jumlah warga miskin sekitar 10 persen, sehingga jatah beras raskin untuk setiap keluarga menurun dari 20 kg menjadi 10 kg, (5) operasi pasar menyebabkan harga gabah anjlok, (6) ketidak-mampuan Bulog menyerap 10 persen gabah petani, dan (7) lambatnya inovasi hasil pertanian
Permasalahan utama penelitian apakah instrumen kebijakan perberasan mampu mencapai tujuan kebijakan perberasan: (1) meningkatkan pendapatan petani, (2) meningkatkan ketahanan pangan dan (3) stabilisasi ekonomi ? Perumusan masalah kebijakan perberasan nasional yaitu: (1) bagaimana implementasi kebijakan bantuan benih, pupuk bersubsidi, rehabilitasi jaringan irigasi dan harga pembelian pemerintah terhadap petani dan perspektif ke depan ?, (2) bagaimana implementasi kebijakan perberasan tingkat nasional ?, (3)
1
Kompas, 11 Agustus 2004; 1 Maret 2005; 16 Desember 2004; 3 Agustus 2004; 13 Mei 2004; 19 Agustus 2004; Media Indonesia, 4 April 2004
(1)
Lampiran 11. Program Simulasi Dasar Analisis Kebijakan Perberasan dengan Metode 2 SLS
1 options nodate nonumber;
2 data rice1;
3 set tes;
4
5 /*create data*/
6 qpit=(lapt*ypit);
7 qbit=(fk*qpit);
8 qbld=(fp*qbit);
9 qcbd=(qbit-qbld);
10 qdbt=(popt*kbbt);
11 qcbg=(pbpt+stgw);
12 stgf=(qcbg-dcbp);
13 qcbb=(stbw+qbbt+qmbt);
14 qcbn=(qcbd+qcbb-qbbt);
15 sdbi=(qcbn-qdbt-qmbt);
16 stbf=(qcbb-stob);
17 stgf=(qcbg-dcbp);
18 ntpp=(It/Ib);
19 hgkpr=(hgkp / ihk)*100;
20 hjrtr=(hjrt / ihk)*100;
21 hbrtr=(hbrt / ihk)*100;
22 hpgpr=(hpgp / ihk)*100;
23 henpr=(henp / ihk)*100;
24 hpnpr=(hpnp / ihk) *100;
25 hibtr=(hibt / ihk)*100;
26 tmbtr= (tmbt / ihk)*100;
27 hpbbr=(hpbb / ihk)*100;
28 hpgbr=(hpgb / ihk)*100;
29 hpbbr =( hpbb / ihk)*100;
30 hibtrr= (hibtr*exrt);
31 incr =( inc/ihk)*100;
32 rgpn =(hgkpr/hpnpr);
33 trft =(ypit*hgkpr);
34 grtb =(qmbt*tmbtr);
35 ebbt =(qbbt*hpbbr);
36 rghn =(hpgpr/hpnpr);
37 incrr = (incr/popt);
38
39 /*persamaan struktural*/
40 label lapt ='Luas Areal Panen'
41 ypit ='Produktifitas'
42 it ='Id Terima Petani '
43 ib ='Id Bayar Petani '
44 ntpp ='Nilai Tukar Petani '
45 hpnpr ='Hg Pupuk NPK '
46 hgkpr ='Harga GKP '
47 kagp ='Kadar Air GKP'
48 hbrtr ='Hg Beras Pengecer '
49 stbf ='Pers Akh Brs Bulog'
50 stob ='Peny Brs Bulog'
51 rast ='Peny Brs Raskin'
52 qmbt ='Jlh Impor Beras'
53 inft ='Tingkat Inflasi'
(2)
54 qpit ='Produksi Padi'
55 qbit ='Produksi Beras'
56 qbld ='Beras Benih/Susut'
57 qcbd ='Pers Brs Domestik'
58 qcbn ='Pers Brs Nasional'
59 qdbt ='Jlh Permintaan Brs'
60 qcbb ='Pers Beras Bulog'
61 stgf ='Pers Akh Brs Pem'
62 dcbp ='Peny Brs Pem'
63 ebbt ='Nl Pengadaan Brs'
64 hpgpr ='Harga HPP GKP '
65 hpgbr ='Hg Pem dr Bulog'
66 trft ='Penerimaan Petani'
67 sdbi ='Surplus Beras'
68 rpnp ='Reali Peny NPK';
69
70 run;
71 proc simnlin data=rice1 dynamic simulate stat outpredict theil;
72 endogenous lapt ypit qpit qbit qbld qcbd qmbt qbbt qcbb qcbn qdbt sdbi stob stbf dcbp
72 ! stgf rast hgkpr trft kagp hpnpr ntpp it ib hbrtr hpgbr ;
74 instruments jpmt rgpn hjrtr hpgpr inft sbit incr popt dbat hpbbr exrt stbw rtra chit
74 ! qpnp henp rppu rrhh d t ;
76
77 llapt=lag(lapt);
78 lypit=lag(ypit);
79 lntpt=lag(ntpt);
80 lhpnpr=lag(hpnpr);
81 lhgkpr=lag(hgkpr);
82 lkagp=lag(kagp);
83 lhbrtr=lag(hbrtr);
84 lstbf=lag(stbf);
85 lstgw=lag(stgw);
86 ldcbp=lag(dcbp);
87 lstob=lag(stob);
88 lrast=lag(rast);
89 lqbbt=lag(qbbt);
90 lqmbt=lag(qmbt);
91 linft=lag(inft);
92 lqdbt=lag(qdbt);
93 ldcbp=lag(dcbp);
94 lhpgpr=lag(hpgpr);
95 lhpgbr=lag(hpgbr);
96 ldopm=lag(dopm);
97 lit = lag(It);
98 lib = Lag (ib);
99 lrpnp=lag(rpnp);
100
101 parm a0 -372.157 a1 78.65979 a2 0.079811 a3 0.859797 a4 457.7856 a5 0.569903
102 b0 1.424102 b1 -0.00003 b2 0.001611 b3 0.718507
103 c0 -26.7951 c1 0.033222 c2 0.478979
104 d0 1583.416 d1 -282.643 d2 -3.61588 d3 0.717703
105 e0 1894.321 e1 0.294664 e2 -99.0402 e3 -0.01572 e4 0.790797
106 f0 8.506362 f1 0.000225 f2 0.001318 f3 -0.00118 f4 0.515048
(3)
107 g0 -475.107 g1 -0.40657 g2 -0.03299 g3 0.345754 g4 0.265230 g5 0.867237
108 h0 -68.3515 h1 0.927915 h2 0.023564 h3 -0.01027
109 i0 414.7339 i1 0.011146 i2 -9.61143 i3 5.774570 i4 0.049108 i5 -0.00790 i6 0.216435
110 j0 -401.730 j1 -0.03656 j2 -0.01831 j3 0.160700 j4 -0.01643
111 k0 0.780067 k1 0.000073 k2 0.997692
112 m0 1872.813 m1 -0.15422 m2 -0.82516 m3 0.197749
113 n0 -48.6021 n1 0.009737 n2 15.92033 n3 0.427531
114 o0 183.8304 o1 -0.15078 o2 0.065055 o3 1.607883 o4 0.542909
115 p0 1413.436 p1 0.008415 p2 0.036736 p3 0.265539 p4 0.374234;
116
117 lapt = a0 + a1*(hgkpr / hpnpr) + a2*hjrtr + a3*chit + a4*ntpp + a5*llapt;
118 ypit = b0 + b1*hpnpr + b2*t + b3*lypit;
119 it = c0 + c1*hgkpr + c2*lit;
120 hpnpr = d0 + d1*(hpnpr/henpr) + d2*rpnp + d3*lhpnpr;
121 hgkpr = e0 + e1*hpgpr + e2*kagp + e3*qpit + e4*lhgkpr;
122 kagp = f0 + f1*hgkpr + f2*chit + f3*t + f4*lkagp;
123 hbrtr = g0 + g1*rast + g2*qcbn + g3*stgf + g4*hpgbr + g5*lhbrtr;
124 stob = h0 + h1*rast + h2*hbrtr + h3*stbf;
125 rast = i0 + i1*rtra + i2*jpmt + i3*inft + i4*qbbt + i5*trft + i6*lrast;
126 qmbt = j0 + j1*(hibtr*exrt) + j2*exrt + j3*hbrtr + j4*sdbi;
127 ib = k0 + k1*hpnpr + k2*lib;
128 qdbt = m0 + m1*hbrtr + m2*rast + m3*(incr/popt) ;
129 dcbp = n0 + n1*hbrtr + n2*d + n3*ldcbp;
130 qbbt = o0 + o1*hgkpr + o2*qbit + o3*t + o4*lqbbt;
131 hpgbr = p0 + p1*(hibtr*exrt) + p2*hpbbr + p3*hbrtr + p4*lhpgbr;
132
133 qpit =(lapt*ypit);
134 qbit =(fk*qpit);
135 qbld =(fp*qbit);
136 qcbd = qbit-qbld;
137 qcbb = stbw+qbbt+qmbt;
138 qcbn = qcbd+qcbb-qbbt;
139 sdbi = qcbn-qdbt-qmbt;
140 stbf = qcbb-stob;
141 stgf = qcbg-dcbp;
142 trft =(ypit*hgkpr);
143 rgpn =(hgkpr/hpnpr);
144 ntpp = (it/ib);
145
146
147 run;
(4)
Lampiran
12.
Dampak
Kebijakan
Tunggal
dan
Kombinasi
Kebijakan
terhadap
Tujuan
Kebijakan
Perberasan
Variabel Nilai Dasar S-1 Perubahan
Persentase Perubahan
(%)
S-2 Perubaha
n
Persentas e Perubaha
n (%)
S-3 Perubah
an
Persentase Perubahan
(%)
S-4 Peruba
han
Persentase Perubahan
(%)
LAPT 1 063.2 1 186.7 123.5 11.616 1 248.8 185.6 17,457 1 059.7 -3.5 -0.329 1 058.3 -4.9 -0.461
YPIT 4.7909 4.8016 0.0107 0.223 4.8069 0.016 0,334 4.7813 -0.0096 -0.200 4.7771 -0.0138 -0.288
QPIT 5 095.1 5 701.5 606.4 11.902 6 007.5 912.4 17,907 5 068.3 -26.8 -0.526 5 056.9 -38.2 -0.750
QBIT 3 209.9 3 592 382.1 11.904 3 784.7 574.8 17,907 3193 -16.9 -0.526 3 185.8 -24.1 -0.751
QBLD 321 359.2 38.2 11.900 378.5 57.5 17,913 319.3 -1.7 -0.530 318.6 -2.4 -0.748
QCBD 2 888.9 3 232.8 343.9 11.904 3 406.3 517.4 17,910 2 873.7 -15.2 -0.526 2 867.2 -21.7 -0.751
QMBT 99.6733 74.2244 -25.4489 -25.532 61.359 -38.3141 -38,440 101 1.3267 1.331 101.6 1.9267 1.933
QBBT 203.9 201.6 -2.3 -1.128 200.7 -3.2 -1,569 201.2 -2.7 -1.324 200 -3.9 -1.913
QCBB 1 717.7 1 689.9 -27.8 -1.618 1 676.2 -41.5 -2,416 1 716.3 -1.4 -0.082 1 715.7 -2 -0.116
QCBN 4 402.7 4 721.1 318.4 7.232 4 881.7 479 10,880 4 388.8 -13.9 -0.316 4 382.9 -19.8 -0.450
QDBT 1 891.6 1 918.2 26.6 1.406 1 931.6 40 2,115 1 890.6 -1 -0.053 1 890.1 -1.5 -0.079
SDBI 2 411.4 2 728.6 317.2 13.154 2 888.7 477.3 19,793 2 397.2 -14.2 -0.589 2 391.2 -20.2 -0.838
STOB 205.6 194.7 -10.9 -5.302 189.3 -16.3 -7,928 205.8 0.2 0.097 205.9 0.3 0.146
STBF 1 512.1 1 495.2 -16.9 -1.118 1 486.9 -25.2 -1,667 1 510.5 -1.6 -0.106 1 509.8 -2.3 -0.152
DCBP 5.5931 3.5011 -2.092 -37.403 2.4432 -3.1499 -56,318 5.7054 0.1123 2.008 5.7533 0.1602 2.864
STGF 407.9 410 2.1 0.515 411.1 3.2 0,785 407.8 -0.1 -0.025 407.8 -0.1 -0.025
RAST 193.2 184.5 -8.7 -4.503 180.1 -13.1 -6,781 193.2 0 0.000 193.2 0 0.000
HGKPR 2 285.7 2 457.9 172.2 7.534 2 543.9 258.2 11,296 2 287.2 1.5 0.066 2 287.8 2.1 0.092
TRFT 10 974.6
11
829.7 855.1 7.792 12 258 1283.3 11,693 10 959.3 -15.3 -0.139 10 953 -22.1 -0.201
KAGP 19.0516 19.1297 0.0781 0.410 19.169 0.1171 0,615 19.0522 0.0006 0.003 19.053 0.0009 0.005
HPNPR 3 809 3703 -106 -2.783 3 649.9 -159.1 -4,177 3 905.5 96.5 2.533 3947.4 138.4 3.633
NTPP 0.9249 1.0323 0.1074 11.612 1.0861 0.1612 17,429 0.9244 -0.0005 -0.054 0.9242 -0.0007 -0.076
IT 93.6093 104.4 10.7907 11.527 109.7 16.0907 17,189 93.7015 0.0922 0.098 93.741 0.1315 0.140
IB 101.3 101.1 -0.2 -0.197 101 -0.3 -0,296 101.5 0.2 0.197 101.5 0.2 0.197
HBRTR 4 679.1 4 553.1 -126 -2.693 4 489.4 -189.7 -4,054 4 685.,9 6.8 0.145 4 688.8 9.7 0.207
HPGBR 4 478.1 4 425.7 -52.4 -1.170 4 399.2 -78.9 -1,762 4 481 2.9 0.065 4 482.2 4.1 0.092
Keterangan:
S
‐
1
:
HPGPR
naik
10%;
S
‐
2:
HPGPR
naik
15
%;
S
‐
3:
HENPR
naik
10%
dan
S
‐
4:
HENPR
naik
15%.
∆
(%):
Persentase
Perubahan
Lampiran
12.
Lanjutan
(5)
Variabel Nilai Dasar S-5 Perubahan
Persentase Perubahan
(%)
S-6 Perubah
an
Persentase Perubahan
(%)
S-7 Perubah
an
Persentase Perubahan
(%)
S-8 Perubahan Persentase Perubahan
(%)
LAPT 1 063.2 1 065.7 2.5 0.235 1 182.4 119.2 11.211 1 244 180.8 17.005 1 189.6 126.4 11.889
YPIT 4.7909 4.7976 0.0067 0.140 4.7909 0 0.000 4.7958 0.0049 0.102 4.8082 0.0173 0.361
QPIT 5 095.1 5 114.7 19.6 0.385 5668 572.9 11.244 5 970.3 875.2 17.177 5724 628.9 12.343
QBIT 3 209.9 3 222.2 12.3 0.383 3 570.9 361 11.246 3 761.3 551.4 17.178 3 606.1 396.2 12.343
QBLD 321 322.2 1.2 0.374 357.1 36.1 11.246 376.1 55.1 17.165 360.6 39.6 12.336
QCBD 2 888.9 2900 11.1 0.384 3 213.8 324.9 11.246 3 385.1 496.2 17.176 3 245.5 356.6 12.344
QMBT 99.6733 98.8272 -0.8461 -0.849 75.893 -23.78 -23.858 63.2163 -36.457 -36.576 73.253 -26.42 -26.507
QBBT 203.9 205.9 2 0.981 198.1 -5.8 -2.845 196.8 -7.1 -3.482 203.8 -0.1 -0.049
QCBB 1 717.7 1 718.9 1.2 0.070 1 688.1 -29.6 -1.723 1 674.2 -43.5 -2.532 1 691.2 -26.5 -1.543
QCBN 4 402.7 4413 10.3 0.234 4 703.8 301.1 6.839 4 862.5 459.8 10.444 4 732.9 330.2 7.500
QDBT 1 891.6 1 892.3 0.7 0.037 1 916.9 25.3 1.337 1 930.2 38.6 2.041 1919 27.4 1.449
SDBI 2 411.4 2 421.9 10.5 0.435 2 710.9 299.5 12.420 2869 457.6 18.977 2 740.7 329.3 13.656
STOB 205.6 205.5 -0.1 -0.049 194.9 -10.7 -5.204 189.5 -16.1 -7.831 194.6 -11 -5.350
STBF 1 512.1 1 513.3 1.2 0.079 1 493.2 -18.9 -1.250 1 484.7 -27.4 -1.812 1 496.6 -15.5 -1.025
DCBP 5.5931 5.5249 -0.0682 -1.219 3.6421 -1.951 -34.882 2.6001 -2.993 -53.512 3.4228 -2.1703 -38.803
STGF 407.9 408 0.1 0.025 409.9 2 0.490 410.9 3 0.735 410.1 2.2 0.539
RAST 193.2 193.2 0 0.000 184.4 -8.8 -4.555 180.1 -13.1 -6.781 184.5 -8.7 -4.503
HGKPR 2 285.7 2 284.7 -1 -0.044 2 459.8 174.1 7.617 2 545.9 260.2 11.384 2 456.7 171 7.481
TRFT 10 974.6 10 985.2 10.6 0.097 11 812 837.4 7.630 12 239 1264.4 11.521 11841 866.1 7.892
KAGP 19.0516 19.0511 -0.0005 -0.003 19.131 0.0789 0.414 19.1696 0.118 0.619 19.129 0.0776 0.407
HPNPR 3809 3741 -68 -1.785 3809 0 0.000 3 760.8 -48.2 -1.265 3635 -174 -4.568
NTPP 0.9249 0.9251 0.0002 0.022 1.0317 0.1068 11.547 1.0854 0.1605 17.353 1.0325 0.1076 11.634
IT 93.6093 93.5456 -0.0637 -0.068 104.5 10.8907 11.634 109.9 16.2907 17.403 104.3 10.6907 11.421
IB 101.3 101.2 -0.1 -0.099 101.3 0 0.000 101.2 -0.1 -0.099 101 -0.3 -0.296
HBRTR 4 679.1 4 674.9 -4.2 -0.090 4 561.7 -117.4 -2.509 4 499 -180.1 -3.849 4 548.3 -130.8 -2.795
HPGBR 4 478.1 4 476.4 -1.7 -0.038 4 429.2 -48.9 -1.092 4 403.1 -75 -1.675 4 423.7 -54.4 -1.215
Keterangan:
S
‐
5
:
RPNP
naik
10%;
S
‐
6:
HPGPR
dan
HENPR
naik
10
%;
S
‐
7:
HPGPR
naik
15%
dan
HENPR
naik
10%
dan
S
‐
8:
HPGPR
dan
RPNP
naik
10%
∆
(%):
Persentase
Perubahan
(6)
Lampiran
12.
Lanjutan
Variabel Nilai Dasar S-9 Perubahan
Persentase Perubahan
(%)
S-10 Perubahan Persentase Perubahan
(%)
S-11 Perubahan Persentase Perubahan
(%)
S-12 Perubahan Persentase Perubahan
(%)
LAPT 1 063.2 1 185.1 121.9 11.465 1 247 183.8 17.287 1 185.1 121.9 11.465 1 247 183.8 17.287
YPIT 4.7909 4.7976 0.0067 0.140 4.8024 0.0115 0.240 4.7976 0.0067 0.140 4.8024 0.0115 0.240
QPIT 5 095.1 5 689.5 594.4 11.666 5 993.2 898.1 17.627 5 689.5 594.4 11.666
5
993.2 898.1 17.627
QBIT 3 209.9 3 584.4 374.5 11.667 3 775.7 565.8 17.627 3 584.4 374.5 11.667
3
775.7 565.8 17.627
QBLD 321 358.4 37.4 11.651 377.6 56.6 17.632 358.4 37.4 11.651 377.6 56.6 17.632
QCBD 2 888.9 3226 337.1 11.669 3 398.1 509.2 17.626 3226 337.1 11.669
3
398.1 509.2 17.626
QMBT 99.6733 74.9613 -24.712 -24.793 62.223 -37.45 -37.573 70.1561 -29.5172 -29.614 57.418 -42.255 -42.394
QBBT 203.9 200.3 -3.6 -1.766 199.1 -4.8 -2.354 200.3 -3.6 -1.766 199.1 -4.8 -2.354
QCBB 1 717.7 1 689.4 -28.3 -1.648 1 675.5 -42.2 -2.457 1 684.6 -33.1 -1.927
1
670.7 -47 -2.736
QCBN 4 402.7 4715 312.3 7.093 4 874.5 471.8 10.716 4 710.2 307.5 6.984
4
869.7 467 10.607
QDBT 1 891.6 1 917.6 26 1.374 1931 39.4 2.083 1 905.4 13.8 0.730
1
918.8 27.2 1.438
SDBI 2 411.4 2 722.4 311 12.897 2 881.3 469.9 19.487 2 734.6 323.2 13.403
2
893.5 482.1 19.993
STOB 205.6 194.8 -10.8 -5.253 189.4 -16.2 -7.879 213.1 7.5 3.648 207.6 2 0.973
STBF 1 512.1 1 494.5 -17.6 -1.164 1 486.1 -26 -1.719 1 471.5 -40.6 -2.685 1463 -49.1 -3.247
DCBP 5.5931 3.5669 -2.0262 -36.227 2.5199 -3.0732 -54.946 3.099 -2.4941 -44.592 2.0521 -3.541 -63.310
STGF 407.9 409.9 2 0.490 411 3.1 0.760 410.4 2.5 0.613 411.5 3.6 0.883
RAST 193.2 184.4 -8.8 -4.555 180.1 -13.1 -6.781 204.6 11.4 5.901 200.2 7 3.623
HGKPR 2 285.7 2 458.6 172.9 7.564 2 544.7 259 11.331 2 458.6 172.9 7.564
2
544.7 259 11.331
TRFT 10 974.6
11
823.3 848.7 7.733 12251 1275.9 11.626
11
823.3 848.7 7.733 12 251 1275.9 11.626
KAGP 19.0516 19.13 0.0784 0.412 19.169 0.1174 0.616 19.13 0.0784 0.412 19.169 0.1174 0.616
HPNPR 3809 3741 -68 -1.785 3 692.8 -116.2 -3.051 3741 -68 -1.785
3
692.8 -116.2 -3.051
NTPP 0.9249 1.0319 0.107 11.569 1.0856 0.1607 17.375 1.0319 0.107 11.569 1.0856 0.1607 17.375
IT 93.6093 104.4 10.7907 11.527 109.8 16.1907 17.296 104.4 10.7907 11.527 109.8 16.1907 17.296
IB 101.3 101.2 -0.1 -0.099 101.1 -0.2 -0.197 101.2 -0.1 -0.099 101.1 -0.2 -0.197
HBRTR 4679.1 4 557.1 -122 -2.607 4 494.1 -185 -3.954 4 528.4 -150.7 -3.221
4
465.4 -213.7 -4.567
HPGBR 4478.1 4 427.3 -50.8 -1.134 4 401.1 -77 -1.719 4 437.6 -40.5 -0.904
4
411.3 -66.8 -1.492