Hubungan Pola Asuh Belajar, IMTU, dan Karakteristik Siswa terhadap

Namun, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa walaupun fasilitas sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Ciputat termasuk lengkap akan tetapi pemanfaatan beberapa fasilitas sekolah ada yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti fasilitas laboratorium komputer yang jarang digunakan dan perpustakaan yang beralih fungsi sebagai pengganti ruang belajar mengajar. Hal tersebut yang menyebabkan meskipun sebagian persepsi siswa terhadap fasilitas sekolah baiklebih banyak yang prestasi belajarnya tidak baik. Selain itu, kuesioner juga menjadi keterbatasan penelitian.Berikut kutipan dari hasil wawancara tentang pemanfaatan fasilitas sekolah : “Jarang ke lab komputer kak, terus kalau ada pelajaran komputer guru komputernya suruh masing-masing kelompok harus bawa laptop. Kalau perpusnya suka dijadiin kelas..” Fasilitas belajar di sekolah merupakan aspek penting dalam kegiatan belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Slameto 2013 bahwa alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Fasilitas belajar yang lengkap dan memadai akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Mengusahakan fasilitas belajar yang baik dan lengkap perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula. Namun, selain fasilitas belajar yang baik ada faktor lain yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sebagaimana yang dikatakan Wanhari 2010 bahwa sarana atau fasilitas belajar yang baik saja tidak cukup untuk meningkatkan prestasi belajar siswa karena siswa umumnya tertarik untuk belajar hanya pada saat itu saja, tapi setelah pembelajaran di kelas dengan sarana yang baik dan menarik usai, siswa akan kembali kurang termotivasi. Oleh karena itu, guru juga perlu mengembangkan metode mengajar yang membuat siswa aktif. Metode yang dikembangkan juga harus mempertimbangkan keadaan siswa. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyono 2014 bahwa ada pengaruh antara persepsi fasilitas belajar terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik sampel, penelitian Wiyono 2014 dilakukan pada siswa SMP. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki persepsi baik terhadap fasilitas sekolah maupun persepsi tidak baik terhadap fasilitas sekolah. Persepsi bisa bersifat subjektif tergantung pengalaman dari masing-masing siswa sehingga apabila siswa mempunyai pandangan negatif terhadap sesuatu akan berdampak pada persepsi yang dihasilkan, dan sebaliknya. Oleh karena itu, diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor eksternal lain yang berhubungan dengan prestasi belajar. 6.3.3 Hubungan IMTU dengan Prestasi Belajar Status gizi langsung dapat diukur dengan melihat berat badan dan tinggi badan siswa Creasoft, 2010.Pada penelitian ini, status gizi ditentukan dengan menggunakan indeks antropometri IMTU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai IMTU normal sebanyak 46 siswa atau 57,5. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ristiana 2009 yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berstatus status gizi normal 94,4 dan sisanya berstatus gizi lebih 2,25, kurang 2,25, dan buruk 1,1. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara IMTU dengan prestasi belajar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadharatunna’im dan Afrida 2014 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara IMTU dengan prestasi belajar. Hal yang sama juga dikemukakan pada hasil penelitian Udu 2014 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara IMTU dengan prestasi siswa. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Annas 2011 dan penelitian Agustini dkk 2013 bahwa tidak terbukti secara signifikan adanya hubungan antara IMTU dengan prestasi belajar siswa. Hal ini karena subyek penelitian Annas 2011 dilakukan pada siswa MTs, sedangkan pada penelitian Agustini dkk 2013 dilakukan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri sehingga terdapat perbedaan karakteristik sampel penelitian. Status gizi merupakan faktor penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa yang kekurangan gizi akan mengurangi kemampuan dan konsentrasi belajar siswa. Kekurangan zat gizi pada siswa akan berdampak pada aktifitas siswa di sekolah antara lain sluggishness lesu, mudah letihlelah, hambatan pertumbuhan, kurang gizi pada masa dewasa, dan penurunan prestasi di sekolah Masdewi dkk, 2011. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu sehingga badan lebih kecil dibandingkan dengan siswa yang normal. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak. Anak yang menderita kurang gizi mempunyai Intelligence Quotient IQ 11 point lebih rendah dibandingkan rata-rata anak yang tidak kurang gizi. Selain itu, pada penelitian ini siswa dengan IMTU normal memiliki prestasi belajar baik lebih banyak dibandingkan siswa dengan IMTUmalnutrisi. Status gizi anak sekolah yang baik akan menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasan yang baik pula. Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang buruk, mudah terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang sehingga prestasi anak di sekolah juga kurang Devi, 2012. Selain itu menurut Khomsan 2004, status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang dan kemampuan seseorang dalam menangkap pelajaran di sekolah, sehingga seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi yang baik pula di sekolahnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki status gizi yang kurang akan berdampak pada kecerdasan sehingga kurang optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah sehingga prestasi belajar kurang baik. Sedangkan untuk siswa yang memiliki status gizi lebih juga dapat menurunkan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan siswa dengan gizi lebih akan mengalami masalah sosial dan psikologis. Siswa dengan gizi lebih bahkan obesitas berat lebih banyak absen di sekolah karena merasa malu atau jelek. Selain itu, anak dengan gizi lebih juga memiliki masalah konkret seperti keseimbangan tubuh yang kurang, tidak lincah, mudah terjatuh, mudah mengantuk, sulit berkonsentrasi sehingga prestasi belajar kurang baik Adriana, 2006. Hasil penelitian menunjukkan siswa dengan IMTU normal prestasi belajarnya baik, dan sebaliknya siswa dengan IMTU malnutrisi prestasi belajarnya tidak baik.Oleh karena itu, sebaiknya pihak sekolah melakukan upaya untuk memperhatikan status gizi siswanya dengan mengadakan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan secara rutin agar status gizi siswa dapat dipantau. 6.3.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prestasi Belajar Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu siswa memiliki pendidikan menengah yakni sebanyak 42 siswa atau 52,5. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar siswa. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari 2014 diperoleh hasil ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik sampel yaitu penelitian Wulandari 2014 dilakukan pada Sekolah Dasar Negeri dan subjek penelitian tersebut hanya pada siswa kelas V. Ibu memiliki peran yang lebih besar dalam prestasi belajar siswa di bandingkan dengan ayah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Indriani 2008, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dalam keluarga maka ibu mempunyai peranan yang lebih dari pada ayah. Dapat dipahami bahwa dari kecil seorang siswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkomunikasi dengan ibu dalam kehidupan sehari-hari. Kesempatan ini adalah peluang terbesar bagi seorang ibu untuk membimbing siswa dengan pola asuh yang sesuai untuk diterapkan dalam keluarganya serta upaya ibu untuk mencerdaskan siswa sehingga berdampak positif bagi perkembangan siswa yang pada akhirnya dapat berprestasi di sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan prestasi belajar siswa. Menurut Zahara 1995 dalam Reskia dkk 2014, keberhasilan pendidikan seorang siswa terutama yang menyangkut pencapaian prestasi belajar yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah bagaimana cara ibu mengarahkan cara belajar siswa. Cara ibu membimbing dan mengarahkan siswa dalam belajar sangat penting sebab ibu merupakan pusat pendidikan pertama dan utama bagi seorang siswa. Ibu merupakan proses penentu dalam keberhasilan belajar. Pendidikan yang diberikan ibu merupakan dasar dan sangat menentukan perkembangan siswa selanjutnya Reskia dkk, 2014. Oleh karena itu, keterkaitan ibu dalam mendidik siswa sangatlah penting dan ibu pun seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat mendidik siswa secara optimal. Namun, belum tentu ibu dengan pendidikan tinggi memberikan bimbingan belajar kepada siswa. Widjdati 2013 mengatakan bahwa walaupun kedudukan sosial ibu pendidikan ibu tinggi, tetapi apabila mereka itu tidak memperhatikan pendidikan anaknya hal itu juga akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial siswa. Pernyataan tersebut dapat dipahami karena kedudukan sosial ibu yang tinggi adapula yang kurang memperhatikan pendidikan siswa karena kesibukan sehingga menomorduakan siswa tersebut. Sementara ada ibu yang pendidikannya rendah tetapi sangat mementingkan pendidikan yang baik dan memadai bagi siswa agar mereka dapat memperbaiki kedudukan sosialnya. Pendidikan ibu yang tinggi belum tentu membimbing siswa belajar sehingga prestasi belajar pada siswa dengan ibu pendidikan tinggi maupun dasar atau menengah sama. Hal ini karena keberhasilan prestasi belajar anak belum pada tingkat pendidikan ibu namun pada kesadaran dalam mementingkan pendidikan anaknya. Oleh karena itu, diharapkan ibu lebih memprioritaskan pendidikan siswa di rumah. 6.3.5 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini, pekerjaan ibu menggunakan instrumen kuesioner yang diisi oleh masing-masing ibu responden. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki ibu yang tidak bekerja yakni sebanyak 59 siswa atau 73,8. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan prestasi belajar antara siswa yang memiliki ibu dengan tidak bekerja sebanyak 23 siswa 39 maupun siswa dengan ibu yang bekerja baik itu sebagai buruh 0, wiraswastaswasta sebanyak 6 siswa 42,9 atau PNSTNIPOLRI sebanyak 3 siswa 60. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan prestasi belajar siswa. Diketahui pula perbandingan rasio antara siswa yang prestasi belajar tidak baik ataupun baik jumlahnya sama, baik itu pada ibu yang tidak bekerja maupun yang bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Saniarto 2013 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan prestasi belajar. Alasan ditelitinya pekerjaan ibu karena berkaitan dengan cara ibu membimbing siswa dalam belajar. Sementara pada penelitian Purwindarini dkk 2014 menemukan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memiliki pengaruh sangat kecil untuk menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan tidak selalu menjadikan siswa mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Sedangkan cara ibu mengasuh dengan kehangatan dan emosi positif dapat berdampak baik dalam perkembangan intelektual anak. Ibu yang bekerja tetap bisa meningkatkan prestasi belajar anak. Hal ini dikarenakan seorang ibu yang bekerja bukan penghalang untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada anaknya untuk belajar. Sebagaimana yang dikatakan Rezky 2010, ibu yang bekerja dan ingin meniti karier tetap bisa memberi perhatiannya kepada siswa dan tetap bisa melaksanakan fungsinya sebagai ibu dengan baik dengan cara menekankan kualitas untuk memberikan perhatian dan kasih sayang, bukan pada kuantitasnya. Begitu pula sebaliknya, ibu yang tidak bekerja belum tentu memberikan waktu bimbingan untuk belajar kepada anaknya. Prestasi belajar pada siswa yang ibunya bekerja maupun tidak bekerja tidak jauh berbeda. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena ibu yang bekerja maupun tidak bekerja sama-sama berpeluang untuk tidak memberikan bimbingan belajar kepada siswa. Oleh karena itu, diharapkan kepada ibu untuk memberikan jadwal rutin dalam memberikan bimbingan agar meningkatkan prestasi belajar siswa. 6.3.6 Hubungan Pendapatan Orangtua dengan Prestasi Belajar Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar siswa memiliki orangtua dengan pendapatan tinggi yaitu sebanyak 43 siswa atau 53,8. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara prestasi belajar dengan pendapatan orangtua siswa. Sejalan dengan penelitian Widjdati 2013 yang menunjukkan bahwa pendapatan orangtua memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar dengan P value 0,000. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardi 2013 di Sekolah Dasar Negeri 23 Pontianak yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan orangtua terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan sampel pada penelitian Ardi 2013 terdiri dari kelas 4, 5, dan 6. Selain itu, terdapat perbedaan karakteristik responden penelitian, yang mana penelitian tersebut dilakukan pada Sekolah Dasar Negeri. Abdulsyani 2007 mengatakan status sosial ekonomi adalah salah satunya berhubungan dengan pendapatan. Gerungan 1991 dalam Widjdati 2013 mengemukakan bahwa status sosial ekonomi orangtua tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan siswa, bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi siswa di dalam keluarganya lebih luas, akan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan berbagai macam kecakapan yang tidak dapat berkembang apabila tidak ada alat-alatnya. Sama halnya pendapat yang dikatakan Florence 2008 dalam Saniarto 2013 bahwa orangtua dengan pendapatan yang tinggi berhubungan dengan prestasi siswa yang tinggi pula. Sedangkan pendapatan orangtua yang rendah berkaitan dengan kurangnyapenyediaan fasilitas belajar di rumah, pengetahuan tentang gizi, daya beli makanan sehat dan bergizi seimbang yang berakibat pada rendahnya kualitas makanan yang dimakan siswa dan prestasi belajar siswa. Status ekonomi orangtua merupakan faktor pendukung keberhasilan proses belajar, sebab menurut Widjdati 2013 dengan keadaan ekonomi orangtua yang cukup, siswa akan dengan mudah mengikuti proses belajar pada saat di sekolah, karena semua sarana dan prasarana pendukung dari proses pembelajaran dapat terpenuhi oleh orangtuanya. Sebaliknya, ketika status sosial ekonomi orangtua rendah maka anak akan mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dalam di sekolah, karena sarana dan prasarana pendukung dari proses pembelajaran tidak terpenuhi oleh orangtuanya. Selain itu, Fitriani 2010 menyatakan bahwa kelompok yang mempunyai status sosial ekonomi rendah, kurang menekankan pentingnya pencapaian pendidikan yang lebih tinggi. Kurangnya penekanan mengenai pendidikan yang lebih tinggi, mempengaruhi motivasi belajar anak. Anak akan cenderung memiliki motivasi belajar rendah karena semua kebutuhan untuk kepentingan belajar baik di sekolah maupun di rumah tidak terpenuhi oleh orangtuanya, sehingga anak menjadi tidak memiliki semangat dalam belajar. Dari hasil penelitian,pendapatan orangtua yang tinggi maka prestasi belajar siswa baik, dan sebaliknya pendapatan orangtua yang rendah maka prestasi belajar siswa tidak baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan pendapatan keluarga dalam mengoptimalkan prestasi belajar anak. 6.3.7 Hubungan Jenis kelamin dengan Prestasi Belajar Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa siswa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan siswa perempuan yaitu sebanyak 42 siswa atau 52,5. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan prestasi belajar siswa. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiana dkk 2013 yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gender terhadap prestasi belajar. Berbeda dengan pendapat Friedman 2008 dalam Muthoharoh dkk 2014, siswa laki-laki mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam prestasi akademik sedangkan siswa perempuan lebih mahir dalam mengerjakan tugas-tugas membaca dan menulis. Perempuan dideskripsikan sebagai makhluk yang emosional, berwatak pengasuh, mudah menyerah, komunikatif, mudah bergaul, dan lemah dalam ilmu matematika, subjektif, pasif, dan mudah dipengaruhi. Sedangkan laki-laki dideskripsikan sebagai makhluk yang rasional, mandiri, agresif, dominan, berorientasi pada prestasi, dan aktif. Menurut Gallagher dalam Muthoharoh dkk 2014 menyatakan bahwa meskipun laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam perkembangan fisik, emosional, dan intelektual, namun sebenarnya tidak ada bukti yang berhubungan antara perbedaan fisik dengan kemampuan intelektual. Prestasi akademik tidak dapat dijelaskan melalui perbedaan biologis. Faktor sosial dan kultural merupakan alasan utama yang menyebabkan terdapat perbedaan gender dalam prestasi akademik. Faktor-faktor tersebut meliputi familiaritas terhadap mata pelajaran, persepsi terhadap mata pelajaran khusus, gaya penampilan laki- laki dan perempuan serta perlakuan guru. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Siswa perempuan bisa memiliki prestasi belajar baik tergantung pada kebiasaan belajar siswa tersebut. 6.3.8 Hubungan Uang Saku dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini, variabel uang saku menggunakan instrumen berupa kuesioner yang diisi pada masing-masing responden. Uang saku pada penelitian ini adalah uang yang dihabiskan siswa untuk membeli makanan dalam sehari, dengan kata lain uang saku tersebut berkaitan dengan asupan jajan siswa. Uang saku dikatakan tinggi jika ≥ Rp 10.000 dan rendah jika Rp 10.000. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki uang saku yang tinggi yaitu sebanyak 59 siswa atau 73,80. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara uang saku dengan prestasi belajar siswa yang memiliki P value sebesar 1,000.Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Napsiah 2012, hasil penelitian diperoleh ada pengaruh positif yang signifikan antara uang saku terhadap prestasi belajar. Hal ini dikarenakan karakteristik subjek penelitian Napsiah 2012 terdiri dari siswa SMPIT. Selain itu, uang saku yang dimaksud dalam penelitian ini bukan hanya uang saku yang dihabiskan untuk membeli makanan dalam sehari namun uang saku yang dimaksud adalah uang yang digunakan untuk mendukung proses belajar siswa seperti transportasi ke sekolah. Pemberian uang saku pada siswa dapat mempengaruhi kebiasaan jajan siswa di sekolah. Siswa yang memiliki uang saku tinggi akan meningkatkan frekuensi siswa untuk jajan dibandingkan pada siswa dengan uang saku rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Anzarkusuma dkk 2014 bahwa uang saku yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi frekuensi jajan siswa. Frekuensi jajan siwa yang tinggi menyebabkan anak lebih suka jajan daripada belajar di rumah. Uang saku yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi makanan apa yang dimakan dan frekuensinya Anzarkusuma dkk, 2014. Penelitian Sulistyanto 2005 dalam Febriani 2013 yang dilakukan di dua sekolah dasar pun menemukan bahwa asupan jajan siswa berkontribusi terhadap asupan makanan siswa sehari-hari. Makanan jajanan siswa banyak mengandung bahan yang berbahaya yang dapat menganggu kesehatan. Seperti halnya yang dikatakan olehSutomo dkk 2010, makanan jajanan mengandung bahan kimia berbahaya seperti pewarna makanan untuk membuat warna makanan mencolok sehingga disukai siswa dan bahan pengawet. Selain itu menurut Utomo 2005, siswa yang senang jajan akan terancam kekurangan gizi karena komposisi zat gizi dalam makanan jajanan biasanya tak seimbang, atau malah tak bergizi sama sekali. Namun walaupun hasil penelitian uang saku siswa sebagian besar tinggi, siswa juga banyak yang membawa bekal makanan dari rumah. Membawa bekal dari rumah lebih baik karena lebih aman dan mempunyai nilai gizi dibandingkan dengan jajan. Menurut Nuraini 2007 membawa bekal yang dimasak sendiri lebih terjamin keamanannya dibanding anak jajan langsung di sekolah. Jadi, tidak terlihat adanya perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan uang saku tinggi maupun siswa dengan uang saku rendah. Uang saku yang tinggi dapat menyebabkan anak lebih menyukai jajan dibandingkan dengan belajar sehingga siswa dengan uang saku rendah juga dapat memiliki prestasi belajar yang baik. Untuk mencegah anak kekurangan gizi akibat konsumsi makanan jajanan yang tidak mengandung zat gizi, diharapkan kepada orangtua untuk membawa bekal sehat untuk siswa dan tidak lupa melengkapinya dengan sayur dan buah. 6.3.9 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini, konsumsi makanan yang diteliti meliputi konsumsi makanan sumber karbohidrat, konsumsi makanan hewani, konsumsi makanan nabati, konsumsi sayur, dan konsumsi buah. Instrumen yang digunakan pada pengambilan data konsumsi makanan adalah lembar FFQ kualitatif. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Effendi 2008, pola makan yang seharusnya kita konsumsi dikenal dengan istilah B3 bergizi, beragam, dan berimbang. Istilah B3 yang dimaksud adalah konsumsi makanan yang berasal dari makanan sumber karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Menurut Masdewi dkk 2011 mengatakan konsumsi makanan atau perilaku makan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak dan secara tidak langsung perilaku makan yang baik akan meningkatkan produktivitas dan konsentrasi belajar menjadi lebih baik. Selain itu, Kasdu 2004 mengemukakan bahwa perkembangan anak berkaitan dengan pertumbuhan otak, sedangkan faktor utama yang mempengaruhinya adalah gizi atau nutrisi yang didapatnya. Jika ini berlangsung dalam waktu yang lama, anak yang kekurangan gizi menyebabkan tingkat intelektual mereka menurun 10-15 IQ point dengan risiko tidak mampu mengadopsi ilmu pengetahuan. Anak yang kekurangan gizi dalam waktu yang lama menyebabkan penurunan jumlah sel otak sebesar 15-20. 6.3.9.1 Konsumsi Makanan Sumber Karbohidrat Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan sumber karbohidrat yang tidak baik yaitu sebanyak 63 siswa 78,8. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi makanan sumber karbohidrat dengan prestasi belajar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wardoyo dkk 2013 yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara asupan karbohidrat dengan daya konsentrasi belajar dan secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Hasil penelitian diketahui dari konsumsi makanan sumber karbohidrat yang tidak baik, sebanyak 57 siswa 71,3 memiliki konsumsi berlebih dan sebanyak 6 siswa 7,5 memiliki konsumsi kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa lebih banyak yang memiliki konsumsi makanan sumber karbohidrat berlebih dibandingkan dengan konsumsi kurang karena berdasarkan hasil penelitian mengenai pendapatan orangtua, siswa dengan orangtua yang memilki pendapatan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pendapatan yang rendah sehingga cenderung tidak kesulitan dalam hal ketersediaan makanan. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Depkes RI 2008, faktor ekonomi keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik dari segi kualitas maupun jumlah makanan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan daya beli makanan yang berperan untuk memperbaiki status gizi. Terpenuhinya keanekaragaman bahan makanan dan kecukupan jumlahnya dapat berperan dalam mencapai status gizi yang baik. Pada penelitian ini, siswa yang memiliki konsumsi makanan sumber karbohidrat yang tidak baik cenderung memiliki prestasi belajar yang tidak baik. Makanan sumber karbohidrat dibutuhkan sebagai energi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Siswa yang kurang memenuhi kecukupan zat gizi secara tidak langsung berdampak pada aktivitas mereka dalam belajar. Kebutuhan zat gizi siswa penting untuk diperhatikan sebab defisiensi gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan anak menjadi lemah dan cepat lelah dan berakibat meningkatnya angka absensi serta mengalami kesulitan dalam konsentrasi belajar sehingga menurunkan prestasi belajar Masdewi dkk, 2011. 6.3.9.2 Konsumsi Makanan Hewani Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan hewani tidak baik yaitu sebanyak 64 siswa 80. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan hewani dengan prestasi belajar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Nasution 2003 yang menemukan bahwa ada hubungan antara konsumsi makanan hewani dengan status gizi yang secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Dari hasil penelitian, sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan hewani tidak baik terdiri dari 60 siswa 75 memilki konsumsi berlebih dan 4 siswa 5 memiliki konsumsi kurang. Banyaknya siswa yang mengonsumsi makanan hewani secara berlebih dikarenakan keadaan ekonomi keluarga siswa yang tergolong baik sehingga walaupun makanan hewani merupakan jenis makanan yang mahal tidak menjadikan faktor penghambat dalam pemenuhan konsumsi makanan hewani. Santi dkk 2012 juga mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan orangtua maka semakin baik status gizi siswa, uang mempunyai efek terhadap makanan. Makin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperolehnya sehingga dapat dikatakan ada hubungan yang kuat antara kemakmuran keluarga dengan ketersediaan makanan dan keadaan gizi. Makanan hewani mengandung zat gizi protein yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan khususnya pada siswa. Selain itu, protein juga berfungsi sebagai nutrisi otak sehingga berdampak pada prestasi belajar. Dalam keadaan normal, sistem saraf pusat hanya dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Dalam proses absorbsi, glukosa diabsorbsi secara aktif menggunakan alat angkut protein dan energi sehingga jika kecukupan protein kurang maka proses pengangkutan glukosa sebagai nutrisi otak akan terganggu yang menyebabkan otak mengalami kekurangan glukosa dan mempengaruhi daya konsentrasi serta prestasi belajar. 6.3.9.3 Konsumsi Makanan Nabati Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan nabati tidak baik yaitu sebanyak 60 siswa 75. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan nabati dengan prestasi belajar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wardoyo dkk 2013 yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara asupan protein nabati dengan daya konsentrasi belajar dan secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Walaupun kandungan gizi pada makanan nabati lebih rendah dibandingkan dengan makanan hewani, namun pemenuhan kecukupan makanan nabati tetap harus terpenuhi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Matayane dkk 2014, sebaiknya setiap orang perlu mengonsumsi makanan sumber protein dalam jumlah yang cukup baik itu hewani maupun nabati sebab kekurangan protein akan berdampak terhadap pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, lebih rentan terhadap penyakit, serta daya kreativitas dan daya kerja menurun serta secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Diketahui pula siswa yang memiliki konsumsi makanan nabati tidak baik mempunyai prestasi belajar tidak baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsumsi makanan nabati baik. Dengan demikian, pemenuhan zat gizi yang berasal dari makanan nabati merupakan faktor yang berdampak pada prestasi belajar. Kasdu 2004 mengatakan bahwa makanan nabati mengandung zat gizi protein dan protein mengandung asam amino yang berfungsi dalam tumbuh kembang otak. Asam amino dibutuhkan untuk pembentukan sarung mielin dan untuk pembentukan neurotransmitter, yaitu senyawa kimia penghantar impuls saraf asam amino glisin, glutamat, dan tritopan. Biosintesis protein dalam otak tergantung pada supan asam amino dalam makanan baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Sumber protein nabati yang memiliki nilai biologi tinggi adalah kedelai, termasuk bahan makanan dari olahan kedelai. 6.3.9.4 Konsumsi Sayur Pada penelitian ini, sebagian besar siswa memiliki konsumsi sayur yang tidak baik yaitu sebanyak 59 siswa 73,8. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur dengan prestasi belajar. Berbeda dengan penelitian Saniarto dkk 2013 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pola makan sayur dengan prestasi belajar anak. Hal ini disebabkan karena penelitian Saniarto dkk 2013 dilakukan pada anak stunting sehingga terdapat perbedaan karakteristik sampel penelitian. Jenis sayuran yang kurang dikonsumsi oleh banyak siswa adalah sayuran yang berwarna hijau seperti bayam, kacang panjang, kangkung, selada, dan lainnya. Jenis sayuran yang kurang dikonsumsi siswa tersebut selain mengandung serat yang berlimpah juga banyak mengandung vitamin yang dibutuhkan tubuh. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ayu 2015 bahwa sayuran hijau mempunyai nutrisi yang paling lengkap dibandingkan dengan kelompok sayuran hijau lainnya. Ellis 2010 mengatakan bahwa sayuran terutama yang berwarna hijau mempunyai kandungan gizi yang luar biasa, seperti bayam yang mengandung zat besi dan asam folat dalam jumlah besar. Asam folat berfungsi sebagai makanan otak dan diperlukan untuk pengeluaran tenaga dan pembentukan sel darah merah. Fe juga sangat berperan penting di dalam meningkatkan kerja otak. Jika kebutuhan zat besi dan senyawa folat kurang, maka metabolisme otak bisa terganggu. Akibatnya, enzim-enzim yang dipakai untuk memperlancar kerja otak juga berkurang. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki konsumsi sayur tidak baik mempunyai prestasi belajar tidak baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsumsi sayur baik.Sitompul 2014 mengemukakan bahwa anak harus banyak mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin agar terhindar dari kekurangan gizi yang akan mengganggu kecerdasan serta gangguan perilaku sosial. Sebagai contoh, anak yang kurang mengonsumsi sayur akan mengalami defisiensi zat besi dan mengakibatkan anemia serta berpengaruh terhadap prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Arisman 2006 bahwa faktor yang menyebabkan asupan zat besi tidak adekuat dimana makanan yang berasal dari buah dan sayuran hijau tidak dikonsumsi secara cukup. Almatsier 2002 mengemukakan bahwa defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja. 6.3.9.5 Konsumsi Buah Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki konsumsi buah yang tidak baik yaitu sebanyak 58 siswa 72,5. Berdasarkan analisis bivariat, terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dengan prestasi belajar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Aritonang dkk 2004 yang menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan yaitu termasuk konsumsi buah dengan prestasi belajar. Kecukupan konsumsi buah siswa sehari-hari tidak kalah pentingnya dengan sayur, konsumsi buah yang cukup juga perlu untuk melengkapi kebutuhan gizi, buah-buahan merupakan sumber vitamin terutama vitamin C dan karoten atau provitamin A dan mineral seperti zat kalsium, fosfor, dan mineral lain dalam jumlah kecil. Selain itu, pada penelitian ini diketahui pula siswa yang memiliki konsumsi buah tidak baik mempunyai prestasi belajar tidak baik lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsumsi buah baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Sifusdottir et.al 2006 dalam Saniarto 2013 menemukan bahwa mengonsumsi sayur dan buah cukup berkaitan dengan prestasi belajar yang baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsumsi makanan siswa baik maka prestasi belajarnya juga akan baik, dan sebaliknya. Untuk melengkapi kebutuhan gizi, maka siswa perlu mengonsumsi makanan nabati, sayur, dan buah yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Pada penelitian ini konsumsi makanan nabati, sayur, dan buah siswa masih kurang, oleh karena itu diharapkan pihak sekolah untuk mengadakan program mengonsumsi makanan nabati, sayur, dan buah setiap pekannya agar siswa terbiasa serta gizi siswa semakin terpenuhi. Orangtua siswa bisa mendukung program sekolah dengan menyediakan bekal makanan sehat yang menarik sehingga di sukai siswa dan tampilan bekal makanan tidak membosankan. 110

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Sebagian besar siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Ciputat memiliki prestasi belajar yang kurang yaitu sebanyak 42 siswa atau 52,5. 2. Sebagian besar siswa memiliki pola asuh belajar yang baik, yaitu sebanyak 61 siswa atau 76,2. 3. Sebagian besar siswa memiliki persepsi baik terhadap fasilitas belajar di sekolah, yaitu sebanyak 51 siswa atau 63,8. 4. Sebagian besar siswa memiliki IMTU normal, yaitu sebanyak 46 siswa atau 57,5. 5. Distribusi karakteristik orangtua siswa a. Sebagian besar ibu siswa memiliki pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 65 siswa atau 81,2. b. Sebagian besar siswa memiliki ibu yang tidak bekerja yakni sebanyak 59 siswa atau 73,8. c. Sebagian besar siswa memiliki orangtua dengan pendapatan tinggi, yaitu sebanyak 43 siswa atau 53,8. 6. Distribusi karakteristik siswa a. Sebagian besar siswa berjenis kelamin laki-laki, yakni sebanyak 42 siswa atau 52,5. b. Sebagian besar siswa memiliki uang saku yang tinggi, yaitu sebanyak 59 siswa atau 73,8. 7. Distribusi konsumsi makanan a. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan sumber karbohidrat tidak baik, yaitu sebanyak 63 siswa atau 78,8. b. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan hewani tidak baik, yaitu sebanyak 64 siswa atau 80,0. c. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi makanan nabati tidak baik, yaitu sebanyak 60 siswa atau 75,0. d. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi sayur tidak baik, yaitu sebanyak 59 siswa atau 73,8. e. Sebagian besar siswa memiliki konsumsi buah tidak baik, yaitu sebanyak 58 siswa atau 72,5. 8. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh belajar siswa dengan prestasi belajar. 9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap fasilitas sekolah dengan prestasi belajar. 10. Ada hubungan yang signifikan antara IMTU dengan prestasi belajar. 11. Hubungan karakteristik orangtua siswa dengan prestasi belajar a. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan yang signifikan antara pendapatan orangtua siswa dengan prestasi belajar. 12. Hubungan karakteristik siswa dengan prestasi belajar a. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara uang saku dengan prestasi belajar. 13. Hubungan konsumsi makanan dengan prestasi belajar a. Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan sumber karbohidrat dengan prestasi belajar. b. Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan hewani dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan nabati dengan prestasi belajar. d. Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur dengan prestasi belajar. e. Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dengan prestasi belajar.

7.2 Saran

1. Bagi Orangtua Siswa Mempertahankan pola asuh belajar yang sudah baik dengan terus memberikan bimbingan, arahan, motivasi pada saat anak belajar di rumah, serta melengkapi fasilitas belajar anak. Selain itu, orangtua dapat mendukung program sekolah yakni pekan konsumsi makanan nabati, sayur, dan buah dengan cara menyiapkan bekal makanan sehat yang menarik sehingga disukai siswa dan tampilan bekal makanan tidak membosankan. 2. Bagi Sekolah Sebaiknya pihak sekolah melakukan upaya untuk memperhatikan status gizi siswanya dengan mengadakan kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan secara rutin agar status gizi siswa dapat dipantau. Selain itu, perlu juga diadakan program mengonsumsi makanan nabati, sayur,dan buah setiap pekannya agar siswa terbiasa dalam mengonsumsi makanan nabati, sayur dan buah serta gizi siswa semakin terpenuhi. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebaiknya menambahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar sebagai variabel penelitian selain faktor-faktor yang telah diteliti pada penelitian ini. Prestasi belajar pada penelitian ini menggunakan prestasi akademik, maka diharapkan peneliti selanjutnya untuk meneliti mengenai prestasi non akademik. Daftar Pustaka Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara Abdurrahim. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa pada Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi TIK Di Madrasah Aliyah Kota Bima. Tesis. Depok: Universitas Pendidikan Indonesia Adika et al. 2014. Edisi VIII, Tahun I - Majalah Kesehatan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Muslim Agustini, Creisye Cynthia et al. 2013. Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Anak Kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Jurnal Poltekkes Kemenkes Manado Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Grasindo Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ambarini, Yekti Hartati Effendi. 2008. Menu Sehari-Hari untuk Sebulan Golongan Darah B. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Andriana, Elga. 2010. Tanya Jawab Problema Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI. 2008. Gaya Hidup Penghambat Alzheimer. Jakarta: Gramedia _____________. 2010. Health Secret of Pepino. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Annas, Mohamad. 2011. Hubungan Kesegaran Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi, dan Makan Pagi terhadap Prestasi Belajar. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, Volume 1. Edisi 2 Anzarkusuma, et al. 2014. Status Gizi Berdasarkan Pola Makan Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Rajeg Tangerang. Indonesian Journal of Human Nutrition, Vol. 1 No. 2 :135-148 Ardi, Sadam. 2013. Pengaruh Sosial Ekonomi Orangtua Siswa terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Negeri 23 Pontianak Timur Kota Pontianak. Skripsi. Universitas Tanjungpura Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan. Jurnal Gizi Indon, 331: 20- 28 Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arisandi, Riza et al. 2007. Analisis Persepsi Anak Terhadap Gaya Pengasuhan Orang tua, Kecerdasan Emosional, Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi Di Sma Negeri 3 Sukabumi Arisandi, Yohana et al. 2011. Pengaruh Makanan terhadap Kesehatan. Jakarta: Eska Medika Arisman, M. B. 2006. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC Aritonang, Evawany et al. 2004. Pola Konsumsi Pangan, Hubungannya dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar pada Pelajar SD di Daerah Endemik Gaki Desa Kuta Dame Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara Aryani, Dian et al. 2014 . Perbedaan Konsumsi Cairan, Besaran Energi Minuman, dan Berat Jenis Urine pada Murid Kelas 4-5 Sekolah Dasar Negeri Sudimara 8 dan Sekolah Dasar Swasta Yadika 3 Ciledug. Artikel Universitas Esa Unggul Astuti, Dewi et al. 2013. Analisis Peran Orangtua dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah Pontianak. Skripsi. Pontianak: Universitas Pontianak Atosokhi, Antonius et al. 2003. Relasi Dengan Sesama Character Building II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Ayu, Nectaria. 2015. Green Smoothies: Super Healthy Healing Drink. Jakarta: Fmedia Bastable, Susan B. 2002. Nurse as Education Principles of Teaching and Learning. Jakarta: EGC Budiarta, I Wayan et al. 2014. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Inteektual dengan Prestasi Belajar IPA Kelas V Desa Pengeragoan. E-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2 No. 1 Chan, Levi Aditya. 2008. Panduan Wirausaha Roti Modern. Jakarta: AgroMedia Pustaka Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia. Bandung: Penerbit Kaifa Darmadi, Hamid. 2006. Korelasi antara Status Sosial Ekonomi Orangtua dengan Kualitas Pembelajaran di Sekolah. Jurnal STKIP Pontianak, Vol 25 No. 1 Darso. 2010. Kesiapan Belajar Siswa dan Interaksi Belajar Mengajar terhadap Prestasi Belajar. Artikel Invotec, Volume VII No. 2 Depdiknas. 2008. Rancangan Penelitian Hasil Belajar. Jakarta: Depdiknas Devi, Nirmala. 2010. Nutrition and Food: Gizi untuk Keluarga. Jakarta: Buku Kompas Disnakertrans Banten. SK Gubernur Penetapan Upah Minimum Banten Tahun 2015 Djaali, H et al. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo