perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikutsertakan hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang
ada di dalam kurve normal yang dipakai untuk membandingkan atau menfsirkan angka yang diperoleh masing-masing siswa ialah angka rata-
rata mean dan angkasimpangan baku standard deviation, patokan ini
bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau ke bawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh di dalam kurve itu. Dengan kata lain, patokan
itu dapat berubah-ubah dari kurve normal yang satu ke kurve normal yang lain.
Jika nilai siswa dalam satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan menjadi
bergeser ke atas dinaikkan. Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser ke bawah diturunkan. Dengan
denikian, angka yang sama pada kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua
kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan
mempunyai arti umum yang berbeda pula. Rumus yang digunakan pada Penilaian Acuan Norma PAN yakni
sebagai berikut Livingstone and Zeiky 1982:
Membuat rata-rata mean:
Membuat simpangan baku:
Hasil penilaian berupa kurva normal:
Nilai Skor
A Lebih besar sama dengan dari skor rata-rata + 1,5 simpangan baku
B Skor rata-rata + 0,5 simpangan baku sampai skor rata-rata + 1,5
simpangan baku C
Skor rata-rata - 0,5 simpangan baku sampai skor rata-rata + 0,5 simpangan baku
D Skor rata-rata - 1,5 simpangan baku sampai skor rata-rata - 0,5
simpangan baku E
Lebih kecil sama dengan skor rata-rata – 1,5 simpangan baku
2. PAP Penilaian Acuan Patokan
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum penilaian dilakukan terlebih dahulu harus dipakai patokan yang akan dipakai untuk membandingkan
angka-angka hasil pengukuran sehingga hasil penilaian mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari di dalam sekelompok
hasil penilaian sebagaimana yang dilakukan pada PAN. Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut Tingkat Penguasaan
Minimum. Siswa yang dapat mencapai atau bahkan melampaui batas ini dinilai lulus dan bagi yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan
belajarnya sehingga mencapai batas lulus itu. Kekurangan dalam penggunaan PAP adalah sulitnya menetapkan patoka yang benar-benar
tuntas.
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara
lain motivasi, kesiapan, karakteristik siswa usia, jenis kelamin, dan uang saku, IMTU, dan intelegensi. Sedangkan faktor eksternal yaitu
karakteristik orangtua pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan orangtua, pola asuh belajar, persepsi siswa terhadap fasilitas sekolah, dan konsumsi
makanan sumber karbohidrat, hewani, nabati, sayur, dan buah.
2.2.1 Faktor Internal
2.2.1.1 Motivasi
Motivasi berasal dari kata move yang artinya
“bergerak”. Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan atau mendorong seseorang atau
kelompok orang, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu Irianto, 2005. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau apa motif yang dimiliki siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan
melaksanakan kegiatan yang berhubunganmenunjang belajar. Motif dapat ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-
latihankebiasaan-kebiasaan yang kadang-kadang juga dipngaruhi oleh keadaan lingkungan. Dari uraian di atas jelaslah bahwa motif yang kuat
sangat perlu di dalam belajar dan di dalam membentuk motif yang kuat tersebut dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihankebiasaan-
kebiasaan serta pengaruh lingkungan yang kuat Slameto, 2013.
Motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu eksternal dan internal. Motivasi ekternal adalah motivasi yang berasal dari luar diri.
Sedangkan, motivasi internal adalah motivasi dari dalam diri sendiri Irianto, 2005. Menurut Habsari 2005, motivasi dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu : 1.
Motivasi intrinsik, yaitu bentuk dorongan belajar yang datangnya dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Motivasi
intrinsik umumnya terkait dengan adanya bakat dan faktor intelegensi dalam diri siswa. Anak yang berbakat dibidang matematika akan
mempunyai dorongan yang tinggi untuk mempelajari ilmu ini tanpa perlu dimotivasi orang lain.meski dorongan ini berasal dari dalam diri
anak tetapi setiap anak memiliki kualitas dorongan yang berbeda. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan intelegensi yang berbeda.
2. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar
diri seseorang. Misal, anak belajar dengan tekun karena hadiah yang dijanjikan orang tua. Motivasi ekstrinsik adalah bentuk dorongan
belajar untuk prestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat, pujian dan nasehat guru, orang tua, saudara dan orang yang dicintai.
Siswa membutuhkan motivasi belajar yang tinggi dalam menghadapi setiap tugas sebagai pelajar. Motivasi belajar berpengaruh pada tingkat
keberhasilan Habsari, 2005. Berdasarkan penelitian Hamdu dan Lisa 2011 yang dilakukan di empat Sekolah Dasar dari SD Tarumanagara
Kecamatan Tawang Tasikmalaya menunjukkan bahwa terdapat hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar. Uji hipotesis diperoleh besarnya
koefisien korelasi r yaitu sebesar 0,693 lebih besar dari 0,491 dengan taraf signifikan 1. Besarnya korelasi ini berada pada rentang 0,600-0,800
dengan tingkat hubungan yang tinggi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa adalah motivasi.
Dengan adanya motivasi, siswa akan belajar lebih keras, ulet, tekun, dan memiliki konsentrasi penuh dalam proses pembelajaran. Dorongan motivasi
dalam belajar merupakan salah satu hal yang perlu dibangkitkan dalam upaya pembelajaran di sekolah.
2.2.1.2 Kesiapan
Kesiapan fisik dan mental penting untuk belajar. Kesiapan fisik dihubungkan dengan tingkat perkembangan dan status kesehatan fisik,
sedangkan kesiapan mental mengacu pada kemampuan kognitif untuk memahami, mengasimilasi, dan menerapkan Yuningsih dan Yasmin, 2009.
Persiapan mental berkaitan dengan sikap psikis dan emosi. Mental siswa yang terganggu seperti pertentangan yang dialami dalam diri, situasi
kekecewaan, frustasi, kesedihan yang dirasakan akan berdampak buruk terhadap hasil belajar siswa Krishnawati dan Yeni, 2010.Menurut Slameto
2013, kesiapan fisik dan mental perlu diperhatikan dalam proses belajar karena jika siswa sudah memiliki kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih
baik. Kesiapan mental yakni bagaimana pandangan siswa terhadap mata
pelajaran juga mempengaruhi dirinya dalam menerima materi pelajaran tersebut. Pandangan tersebut dapat diperoleh siswa melalui orang tua, guru,
ataupun lingkungannya. Bila orang tua sangat menekankan siswa untuk memperhatikan pelajaran matematika saja, maka akan membuat anak pada
akhirnya mengabaikan dan menyepelekan menganggap enteng pelajaran lainnya Sumiatin dkk, 2010. Menurut penelitian Darso 2010, dapat
diketahui bahwa ada pengaruh antara kesiapan mental belajar siswa terhadap prestasi belajar. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu koefisien
untuk variabel kesiapan belajar siswa memiliki hubungan yang erat pada
taraf signifikansi α = 0,05.
2.2.1.3 Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain yaitu usia anak, jenis kelamin, dan uang saku. Berikut penjelasan dari
masing-masing karakteristik tersebut.
a. Usia Anak
Ada dua pengertian mengenai usia yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis adalah usia menurut kalender, sedangkan usia
biologis ditentukan oleh kondisi otak IKAPI, 2008. Sesuai ketentuan badan kesehatan dunia WHO, batasan usia anak sekolah adalah 6 sampai
12 tahun. Pada usia tersebut, anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup penting. Effendy 1997, membagi anak usia
sekolah menjadi tiga kelompok, yakni : 1.
Pra remaja usia 7-12 tahun 2.
Remaja 13-21 tahun 3.
Dewasa muda 19-21 tahun
Berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan tersebut, pada usia tersebut anak sangat memerlukan kecukupan gizi Muaris, 2010. Hal ini
disebabkan di usia ini aktivitas anak semakin meningkat sehingga seringkali anak mengalami kurang gizi.
Salah satu
penyebab kekurangan
gizi pada
anak adalah
ketidakcukupan konsumsi makanan dan hal tersebut biasanya disebabkan oleh dua hal. Pertama, anak melupakan waktu makan selama di sekolah
maupun setelah berada di rumah. Kedua, biasanya anak sekolah seringkali mengonsumsi makanan berupa jajanan yang secara gizi umumnya
berkualitas rendah. Jika kondisi ini tidak segera ditanggulangi akan berdampak pada penurunan prestasi belajar anak Nadesul, 2007.
Dalam hal belajar, anak usia sekolah adalah orang-orang yang tekun. Mereka berusaha keras untuk mengembangkan keterampilan mereka, baik
di dalam maupun di luar kelas. Orang tua dapat membantu anak usia sekolah dengan memberi dukungan dan dorongan dalam tugas sekolah
mereka. Lewat prestasi mereka, anak-anak usia sekolah mengembangkan rasa percaya diri yang sehat Lighter, 1999.
Usia anak dapat mempengaruhi prestasi anak, dimana usia anak terutama usia 6-8 tahun masih dalam tahap pengenalan tentang proses
belajar dan ia masih menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Anak usia 6-8 tahun masih suka bermain, namun ia menghendaki prestasi
yang baik. Pada usia ini anak biasanya lebih mengandalkan intelegensinya, dimana intelegensi juga mempengaruhi prestasi belajar. Usia anak sangat
berperan dalam kematangan dan pembentukan intelegensi. Semakin
bertambahnya usia anak intelegensinya akan semakin matang Maghfuroh, 2014.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah istilah yang mengacu pada status biologis seseorang, terdiri dari tampilan fisik yang membedakan antara pria dan
wanita, misalnya struktur genetik, kromosom seks, hormon seks, organ kelamin interna dan genitalia eksterna Henderson dan Kathleen, 2001.
Secara fisik, laki-laki dan perempuan berbeda ini dapat dilihat dari identitas jenis kelamin, bentuk dan anatomi tubuh serta komposisi kimia dalam
tubuh. Perbedaan anatomis biologis dan komposisi kimia dalam tubuh oleh sejumlah ilmuan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan
kapasitas intelektual masing-masing Ekawati dan Shinta, 2011. Menurut Bastable 2002, mengemukakan bahwa anak perempuan
memperoleh nilai rata-rata yang lebih tinggi dari anak laki-laki, terutama di tingkat sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena kinerja skolastik anak
perempuan lebih stabil, kurang berfluktuasi dibandingkan dengan kinerja anak laki-laki.
c. Uang saku
Orang tua yang memberikan uang saku pada anak biasanya bertujuan agar anak belajar bagaimana mengelola uang misalnya dengan menabung.
Namun, seringkali anak menghabiskan uang sakunya dengan membeli jajanan makanan yang tinggi glukosa tetapi rendah nilai gizinya. Graha
2007 mengatakan bahwa kebiasaan mengonsumsi jajanan makanan seperti