manusia juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan di Negara Berkembang, khususnya negara-negara di Afrika. Pengeluaran
pembangunan baik untuk infrastruktur, jasa, teknologi dan modal manusia terangkum sebagai pengeluaran investasi publik. Suparno 2010 juga menuliskan
pengeluaran APBD sebagai proksi pengeluaran pemerintah untuk sektor publik berpengaruh terhadap penurunan jumlah penduduk miskin.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk mempunyai pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. Semakin besar jumlah penduduk, maka kemungkinan jumlah penduduk
miskin juga akan semakin besar. Akai N 2005 juga memasukkan variabel populasi dalam penelitiannya dengan asumsi peningkatan jumlah penduduk akan
mempengaruhi ketimpangan pendapatan.
Pendapatan Perkapita
Hipotesis Kuznet tentang kurva U terbalik pada awal-awal pembangunan peningkatan pendapatan per kapita akan meningkatkan ketimpangan dan akan stabil
pada jangka panjang dimana akan menurukan ketimpangan. Penelitian oleh Amos 1988 dalam Akai 2005 menjelaskan bahwa peningkatan pendapatan perkapita pada
jangka panjang yang menurunkan ketimpangan terjadi apabila wilayah tersebut dalam kondisi stabil selamanya, artinya tidak terjadi gejolak ekonomi, perang dan
lainnya. Akan tetapi apabila pembangunan yang telah dicapai dalam jangka panjang terjadi gangguan ekonomi, maka pendapatan per kapita akan menurukan
meningkatkan ketimpangan. Oleh karena itu dalam dalam penelitian ini tanda dari pendapatan per kapita belum jelas bisa negatif atau positif terhadap ketimpangan
wilayah.
2.3 Tinjauan Empiris
Studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor penentu atau faktor yang dampak desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan, telah banyak yang dilakukan
oleh para ahli di berbagai negara maupun di Indonesia. Studi empiris yang pernah dilakukan para ahli di berbagai negara, antara lain:
Pertama, Skira 2006 meneliti tentang Desentralisasi Fiskal terhadap Kemiskinan di 165 Negara dengan interval 5 tahunan data yang digunakan dari
1965-2000. Hasilnya, Ada hubungan yang positif antara desentralisasi fiskal dengan pengurangan jumlah kemiskinan dan perbaikan pendidikan
Kedua, Lessmann 2006 meneliti tentang dampak Desentralisasi fiskal dan disparitas pada negara OECD. Data yang digunakan 1980-2001. Hasilnya,
Desentralisasi fiskal memberikan dampak yang buruk pada negara miskin. Pada negara makmur dentralisasi fiskal mengurangi kesenjangan.
Ketiga, studi yang dilakukan oleh Rodriguez at al 2009 meneliti dampak desentralisasi terhadap ketimpangan regional dengan menggunakan data 26
negara dari tahun 1990 – 2005. Hasilnya menunjukan bahwa pengurangan ketimpangan terlihat pada negara yang kaya akan tetapi pada negara yang miskin
tidak terlihat pengurangan ketimpangan. Keempat, Akai et al 2005, meneliti dampak desentralisasi fiskal terhadap
ketimpangan yang menggunakan data US State dari tahun 1993-2000 memberikan hasil bahwa share pendapatan atau pengeluaran pemerintah daerah
tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap ketimpangan. Hasil ini juga menjelaskan keberhasilan desentralisasi fiskal tergantung dari komitmen
pemerintah. Di Indonesia, penelitian yang pernah dilakukan antara lain:
Pertama, Nuringsih 2006, meneliti tentang dampak penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di NAD.
Hasilnya, 1 adanya perbedaan yang cukup signifikan penerimaan pajak sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. 2 Objek pajak meningkat setelah desentralisasi
fiskal. Kedua, Haryanto 2006, meneliti tentang desentralisasi fiskal dan
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, Studi kasus; kabupatenkota di Indonesia. Hasilnya, 1 variabel pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, 2 variabel pengangguran memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, 3 belanja daerah berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, 4 variabel PAD berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.