14
D. KRISTALISASI MINYAK SAWIT
Menurut Smith 2001, komposisi minyak sawit yang terdiri dari beraneka ragam TAG membuat minyak sawit tidak mengkristal pada suhu tertentu. Parameter untuk melihat terjadinya
kristalisasi lemak pada minyak sawit salah satunya adalah solid fat content SFC. SFC merupakan jumlah kandungan lemak padat pada suatu lipid. Nilai SFC mempunyai hubungan terbalik dengan
suhu yang berarti semakin tinggi suhu akan menghasilkan SFC yang semakin kecil. Kurva hubungan suhu dengan SFC RBDPO ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3
Kurva hubungan suhu dengan SFC pada sampel RBDPO Smith 2001 Tarabukina et al. 2009 telah melakukan pengujian profil kristalisasi lemak RBDPO
dengan menggunakan instrumen Differential Scanning Calorimetry DSC pada beberapa laju pendinginan 10, 5, dan 0.5
o
Cmenit. Laju pendinginan ternyata berpengaruh nyata terhadap
entalpi kristalisasi dan waktu terjadinya kristalisasi tahap pertama. Melalui Gambar 4 dapat diketahui bahwa pada laju pendinginan yang lambat akan terjadi peningkatan suhu peak
kristalisasi.
Gambar 4
Termogram DSC pada pendinginan CPO dari 70
o
C hingga -30
o
C pada beberapa laju pendinginan -10, -5, dan -0.5
o
Cmenit. Berat masing-masing sampel 11.1, 9, dan 11.4 mg Tarabukina et al. 2009.
Pengaruh laju pendinginan terhadap sifat kristalisasi CPO telah dikaji oleh Chong et al. 2007 dengan instrumen coupling time-resolved synchrotron X-ray diffraction dan DSC
15 sensitivitas tinggi. Pengujian dilakukan pada laju pendinginan 0.1 dan 0.4 °Cmenit, dari titik
lelehnya hingga suhu -20 °C, untuk mengetahui bentuk penataan TAG sebagai fungsi dari suhu dan perlakuan panas. Pada laju pendinginan lambat, TAG CPO mengkristal secara bertahap dalam
2 struktur lamellar dengan panjang ikatan rangkap dua 41.9 Å dan panjang ikatan rangkap tiga 6β.8 Å yang menumpuk, yang menunjukkan tipe kristal ‟. Hasil tersebut berkorelasi dengan dua
puncak eksotermik pada suhu 26 a
nd 8 °C. Pada CPO terjadi transisi tak dapat balik kristal ‟ yang ditentukan oleh waktu. Proses ini terjadi pada suhu yang rendah, namun hanya terjadi pada
populasi TAG yang sangat sedikit. Pemanasan bertahap pada laju pemanasan 1 °Cmin menunjukkan tidak adanya penataan ulang struktur kristalin saat belum mencapai suhu pelelehan
akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar sistem berada pada kondisi ekuilibrium.
Chong et al. 2007 juga mengemukakan bahwa kristalisasi CPO pada 0.4
o
Cmenit menunjukkan pembentukan struktur-struktur tambahan. Terdapat temuan yang tidak diduga yaitu
adanya dua garis yang terkait dengan struktur 2L bilayered dan titik isobestic pada 4.42 Å. Dengan analisis yang sangat hati-hati, kedua garis tersebut dapat dipisahkan, dan keberadaan
keduanya terkait dengan fenomena epitaxyeutectic, yang ditunjukkan dengan munculnya susunan 3L trilayered pada waktu yang sama dengan saat rusaknya susunan 2L dan saat terjadinya titik
isobestic
. Munculnya bentuk kristal dan ‟ secara bersamaan pada suhu yang tinggi menunjukkan bahwa seluruh sistem tersebut tidak berada dalam domain tiga fase, tetapi lebih
menyerupai tiga fase kristal + ‟ + cairan dimana tidak seluruh molekul TAG dapat tepat tersusun ke dalam struktur tung
gal ‟. Hal ini sepertinya terkait dengan terjadinya pemisahan fase granular seperti yang terjadi pada margarin.
Vuillequez et al. 2010 telah mempelajari pengaruh laju perubahan suhu q = -0.5 °Cmenit hingga -50 °Cmenit terhadap pembentukan fase RBDPO pada suhu rendah, dengan
menggunakan analisis kalorimetri dan optik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa laju pendinginan merubah polimorfisme TAG. Diperoleh dua fraksi yaitu fraksi cair dan fraksi padat
yang mengandung fraksi cair TAG. Laju sentrifugasi dalam pemisahan fraksi olein dan stearin tidak berpengaruh pada jumlah fraksi yang diperoleh. Fraksi padat RBDPO lebih sensitif terhadap
pengaruh laju pendinginan. Dengan mengubah laju pendinginan q, diketahui bahwa q = -3
o
Cmenit menjadi batas antara laju pendinginan lambat dan laju pendinginan cepat. Pada laju pendinginan lambat, TAG memiliki waktu yang cukup untuk berinteraksi. Sebaliknya pada laju
pendinginan cepat, TAG tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengatur diri dalam konformasi yang lebih stabil. Hasil mikrograf menunjukkan bahwa kristal yang dihasilkan berupa spherulites,
dengan ukuran kristal berbeda pada laju pendingian yang berbeda.
Graef et al. 2008 telah mengembangkan metode reologi baru untuk memantau terjadinya kristalisasi RBDPO pada gaya geser tertentu. Metode tersebut dapat dibagi menjadi 2
tahap yaitu tahap 1 berupa pemberian gaya geser pada waktu tertentu dan kristalisasi dimonitor dengan mengukur viskositas terukur sebagai fungsi waktu isotermal. Pada tahap 2, gaya geser
dihentikan dan osilasi diterapkan selama 30 detik dan dicatat sudut modulus dan fasenya. Sudut modulus dan fase tersebut dicatat sebagai karakteristik sampel yang dikristalisasi pada gaya geser
dan waktu tertentu. Prosedur ini dilakukan pada beberapa waktu pemberian gaya geser di tahap pertama, dan sudut modulus kompleks dan fase diplotkan sebagai fungsi waktu isotermal pada
beberapa gaya geser yang berbeda. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan data kristalisasi yang diperoleh dari time resolved X-ray diffraction and polarized light microscopy.
Selain itu Graef et al. 2009 juga telah mempelajari pengaruh gaya geser terhadap sifat
polimorfik dan pengembangan mikrostruktur selama proses kristalisasi RBDPO Gambar 5. Gaya geser pada laju geser yang rendah dan waktu yang singkat dapat memicu terjadinya
16 kristalisasi primer. Selain itu, adanya perlakuan gaya geser yang mengawali tahap kristalisasi statis
juga sangat berpengaruh pada pengembangan mikrostruktur kristal RBDPO.
Gambar 5
Viskositas terukur RBDPO pada kristalisasi selama 30 menit pada beberapa laju geser dan suhu kristalisasi 25
o
C Graef et al. 2008. Pengaruh gaya geser terhadap kristal lemak yang terbentuk pada sampel RBDPO juga
diamati oleh Graef et al. 2009 secara mikroskopi dengan mikroskop polarisasi cahaya polarized light microscope
PLM Gambar 6. Pada laju geser yang semakin meningkat 1, 10 dan 100 s
-1
yang diterapkan selama 30 menit, dan dilanjutkan proses kristalsasinya selama 30 menit berikutnya, akan dihasilkan ukuran kristal yang lebih besar. Agregat kristal pada laju geser yang
lebih besar juga dihubungkan dengan kristal-kristal baru yang berperan dalam membentuk struktur jaringan lemak padat.
Gambar 6
Bentuk kristal lemak RBDPO yang dipotret menggunakan mikroskop polarisasi cahaya yang dikristalisasi pada suhu 25
o
C selama 60 menit pada beberapa laju geser g 1 s
-1
, h 10 s
-1
, dan i 110 s
-1
Graef et al. 2009
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia Jakarta
CPO A, PT. Perkebunan Nusantara PTPN VIII Banten CPO B, PTPN XIII Perkebunan Gunung Meliau Kalimantan Barat CPO C, dan PTPN XIII Perkebunan Ngabang Kalimantan
Barat CPO D, dan PT. Wilmar Internasional Riau CPO E. Bahan lain yang digunakan dalam analisis kimia adalah n-heksana, larutan NaOH 0.1 N, ethanol 95, indikator fenolftalein, kristal
kaliumhidrogenftalat KHP, sikloheksana, larutan Wijs, larutan KI 15, larutan Na
2
S
2
O
7
0.1 N, indikator pati, dan air destilata.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur karakteristik kristalisasi lemak CPO adalah Nuclear Magnetic Resonance
NMR Analyzer Bruker Minispec PC 100 untuk mengukur kadar lemak padat solid fat contentSFC, Haake Viscometer RV20 Karlsruhe, Jerman untuk
menerapkan shear rate, serta mikroskop polarisasi Olympus CX untuk mengamati mikrostruktur kristal lemak. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia adalah oven, penyaring vakum,
spektrofotometer, gelas piala, buret, erlenmeyer, pipet mohr, dan labu takar.
B. METODE PENELITIAN
Sifat kristalisasi lemak CPO dipelajari melalui empat tahap penelitian, yaitu 1 analisis mutu dan profil SFC CPO, 2 kajian perubahan nilai SFC selama penyimpanan, 3 kajian
pengaruh laju pendinginan terhadap SFC kinetika kristalisasi dan mikrostruktur kristal lemak, dan 4 kajian pengaruh laju pendinginan dan shear rate terhadap kinetika kristalisasi lemak.
1. Analisis Mutu dan Profil SFC CPO
Kajian analisis mutu CPO ditujukan untuk mengetahui kualitas lima CPO berdasarkan parameter yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006. Sampel CPO yang digunakan merupakan
sampel yang baru dihasilkan industri pengolah CPO, serta belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diharapkan
komposisi kimia dan kondisi kristal lemak di dalamnya belum mengalami perubahan akibat terjadinya pelelehan dan kristalisasi lemak yang berulang.
Analisis mutu CPO yang digunakan dilakukan berdasarkan atribut mutu yang ditetapkan dalam standar spesifikasi CPO menurut Standar Nasional Indonesia SNI 01-2901-
2006 yang mencakup warna visual jingga kemerah-merahan, kadar air dan kotoran maksimal
0.5, kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat, maksimal 0.5, dan bilangan Iod 50-55 g Iod100 g.
Salah satu parameter sifat fisik yang penting dalam mempelajari kristalisasi lemak adalah nilai solid fat content SFC atau kandungan lemak padat. Profil SFC CPO pada
beberapa suhu diukur berdasarkan metode IUPAC 2.150 ex 2.323 1987 untuk non tempering fat
menggunakan Nuclear Magnetic Resonance NMR Bruker Minispec 100 NMR Analyzer
Gambar 7. Sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu dilakukan pretreatment. Prosedur stabilisasi atau pretreatment sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk
dan memiliki konsekuensinya terhadap nilai SFC yang diukur dengan NMR.