31 solid-solid
terjadi ketika kristalisasi lemak berlangsung pada waktu yang lama. Model melt mediated transformation
terjadi ketika lemak dilelehkan dan dikristalisasi secara berulang. Perubahan polimorfisme kristal lemak hanya terjadi saat CPO disimpan pada suhu 20 dan
25 ºC. Perubahan polimorfisme ini terjadi melalui model solid-solid. Kristal lemak dibagi menjadi tiga yaitu α, ‟, dan dengan kestabilan yang meningkat. Menurut Metin dan Hartel β005 ketika
lemak yang telah meleleh didinginkan kembali maka kristal α akan terbentuk. Bentuk kristal α ini tidak bertahan lama hanya sekitar satu jam dan segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil
‟. Bentuk ‟ pada minyak sawit bertahan lama dan merupakan bentuk kristal yang paling sering dijumpai Wong 1989. Penyimpanan CPO pada suhu 30-40 ºC tidak menyebabkan perubahan
polimorfisme kristal lemak. Hal ini karena penyimpanan CPO pada suhu 30-40 ºC tidak menyebabkan terjadinya pelelehan dan kristalisasi berulang.
C. PENGARUH LAJU PENDINGINAN TERHADAP SFC, KINETIKA
KRISTALISASI, DAN MIKROSTUKTUR KRISTAL LEMAK.
CPO dialirkan dari truk ke tangki kapal saat bongkar muatan. Pengaliran CPO dari truk ke tangki kapal memerlukan nilai SFC yang rendah agar pengaliran dapat dilakukan dengan mudah.
Berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya, SFC yang rendah didapatkan pada suhu tinggi yaitu di atas titik leleh CPO atau di atas 40 ºC. Saat CPO dialirkan, suhu CPO mengalami
penurunan suhu akibat adanya kontak dengan suhu lingkungan yang lebih rendah. Penurunan suhu terjadi dengan laju pendinginan tertentu yang akan mempengaruhi nilai SFC-nya.
Menurut Wiking et al. 2009 kristalisasi lemak dipengaruhi oleh laju pendinginan
cooling rate. Pengaruh laju pendinginan terhadap perubahan nilai SFC tersaji pada Gambar 13 dengan data lengkap pada Lampiran 7. Suhu tertinggi pada pengujian ini adalah 55 ºC yang
didasarkan pada rekomendasi CAC 2005 untuk suhu pengaliran CPO. Pengujian tidak dilakukan pada suhu di atas 55 ºC untuk menjaga kandungan karoten pada CPO tetap tinggi. Karoten
merupakan pigmen alami pada CPO yang sangat sensitif dan mudah rusak pada suhu tinggi. Suryadarma et al. 2008 menyebutkan karoten belum mengalami kerusakan pada suhu di bawah
60 ºC.
Gambar 13
Pengaruh laju pendinginan terhadap nilai SFC. Lemak yang didinginkan di bawah titik lelehnya akan mengalami kristalisasi, yang
diamati dengan meningkatnya SFC. Laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan proses kristalisasi yang berbeda seperti yang dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 7. Nilai SFC
32 2
4 6
8 10
12 14
10 20
30 40
50
S F
C
Waktu menit
pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit lebih rendah dibanding dengan laju pendinginan lainnya saat suhu di atas 40 ºC. Hal ini karena suhu di atas 40 ºC menyebabkan kristal lemak meleleh. Pada laju
pendinginan 0.2 ºCmenit, waktu untuk kristal lemak meleleh lebih lama sehingga kristal lemak yang meleleh lebih banyak. Kristal lemak yang meleleh menyebabkan penurunan nilai SFC.
Namun, ketika suhu diturunkan menjadi 25 ºC dengan ketiga laju tersebut, nilai SFC pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan kedua laju pendinginan
lainnya. Waktu pembentukan kristal yang lebih lama menyebabkan kristal yang terbentuk juga lebih banyak yang menyebabkan kenaikan nilai SFC. Pengukuran SFC pada tahap ini dilakukan
dalam kondisi transisi saat suhu kristalisasi belum setimbang. Pengujian kristalisasi lemak ini merupakan pengujian secara non isotermal. Menurut Talbot et al. 2005, pada kristalisasi non
isotermal, sampel lemak diturunkan suhunya dengan laju pendinginan tertentu hingga mencapai suhu di bawah titik lelehnya tanpa dipertahankan suhunya secara isotermal.
Metin dan Hartel 2005 menyatakan bahwa molekul lipid mempunyai waktu untuk mengatur, membentuk lapisan tipis, dan ikatan pada pendinginan lambat. Sebagian besar
kristalisasi telah terjadi saat suhu kristalisasi diatur tercapai pada laju pendinginan lambat. Sebaliknya pada pendinginan cepat, kristalisasi dimulai setelah sampel mencapai suhu kristalisasi
Martini et al. 2002. Hal inilah yang menyebabkan nilai SFC akhir saat suhu 25 ºC pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit lebih besar dibandingkan dengan laju pendinginan lainnya.
CPO yang dialirkan dari truk ke tangki penampungan dengan laju pendinginan tertentu, suhunya akan stabil pada titik tertentu isotermal. Pada keadaan isotermal, kristalisasi tetap terjadi
yang diamati dengan meningkatnya SFC. Menurut Marangoni 1998, kurva kristalisasi lemak yang dipantau dengan meningkatnya SFC terhadap waktu berbentuk sigmoid. Kurva tersebut
terdiri dari tiga fase yaitu fase lag, fase logaritmik, dan fase stasioner. Kenaikan nilai SFC tidak berlangsung secara cepat, tetapi melewati fase lag terlebih dahulu dengan kenaikan nilai SFC yang
lambat. Selanjutnya diikuti oleh fase log dengan kenaikan nilai SFC yang berlangsung secara cepat dan kemudian mencapai nilai SFC yang stabil. Kenaikan SFC CPO saat suhu isotermal 25 ºC
setelah mengalami laju pendinginan tertentu ditunjukkan pada Gambar 14, 15, dan 16 dengan data selengkapnya yang dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 14
Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isotermal 25 ºC pada laju pendinginan 1 ºCmenit.
33 2
4 6
8 10
12 14
10 20
30 40
50
S F
C
Waktu menit Gambar 15
Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isotermal 25 ºC pada laju pendinginan 0.5 ºCmenit
Gambar 16
Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isotermal 25 ºC pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit
Laju pendinginan mempengaruhi kinetika kristalisasi lemak. Analisis kinetika kristalisasi lemak pada tahap ini menggunakan model persamaan Avrami. Menurut Metin dan Hartel 2005,
model persamaan Avrami paling banyak digunakan untuk mengamati kinetika kristalisasi lemak dibanding model Fisher-Turbbull dan model Gormetz.
Model persamaan Avrami menggunakan parameter eksponen Avrami n dan konstanta Avrami k untuk melihat kinetika kristalisasi lemak. Nilai n dan k didapatkan dengan memplotkan
ln t sebagai sumbu x dan ln[-ln1-F] sebagai sumbu y. Nilai F merupakan ratio antara hasil pengurangan SFC pada waktu tertentu dengan SFC awal dan hasil pengurangan SFC maksimal
dengan SFC awal. Perhitungan nilai ln[-ln1-F] selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil plot antara lnt sebagai sumbu x dengan ln[-ln1-F] sebagai sumbu y Lampiran 10 akan
menghasilkan persamaan regresi linier berupa y = a+bx. Nilai a merupakan ln dari konstanta Avrami k, sedangkan b merupakan eksponen Avrami n. Contoh hubungan ln t dengan
ln[-ln1-F] pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit dapat dilihat pada Gambar 17.
2 4
6 8
10 12
14
10 20
30 40
50
S F
C
Waktu menit
34
y = 1.562x - 4.182 R² = 0.970
-2.5 -2
-1.5 -1
-0.5 0.5
1 1.5
2
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
ln -
ln 1
-F
lnt
Gambar 17
Hubungan ln t dengan ln[-ln1-F] pada CPO A yang telah mengalami laju pendinginan 0.2 ºCmenit menuju suhu kristalsasi 25 ºC dan ditahan selama 40
menit.
Parameter kinetika kristalisasi lemak yang dikaji pada tahap ini adalah waktu induksi, SFC maksimum, waktu setengah kristalisasi t
12
, konstanta Avrami k, dan eksponen Avrami n.
Pengaruh laju pendinginan terhadap parameter kinetika kristalisasi tersaji pada Tabel 13 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 13
Parameter kinetika kristalisasi lemak pada CPO dengan beberapa laju pendinginan yang dipelajari melalui pengukuran SFC isotermal di suhu 25 ºC
Parameter Laju pendinginan ºCmenit
0.2 0.5
1 Eksponen Avrami n
1.614 2.032
2.170 Konstanta Avrami k
0.013 0.003
0.002 Waktu Induksi menit
2 5
7 SFC maksimum
12.815 11.245
10.725 t
½
menit 11.953
15.750 14.884
Waktu induksi merupakan interval waktu pada fase lag. Waktu induksi pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit adalah 2 menit. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan waktu
induksi pada laju pendinginan 0.5 dan 1
o
Cmenit yang masing-masing bernilai 5 dan 7 menit. Menurut Metin dan Hartel 2005 pembentukan inti kristal nucleation terjadi selama waktu
induksi. Hal ini menandakan pembentukan inti kristal lemak lebih cepat terjadi pada laju pendinginan lambat yang dibuktikan dengan waktu induksi yang lebih cepat.
Nukleasi terjadi apabila lemak berada dalam kondisi lewat dingin supercooling saat berada di bawah titik lelehnya. Perbedaan antara suhu aktual dengan titik leleh merupakan driving
force terjadinya kristalisasi. Apabila driving force terus berlangsung maka akan terjadi
pertumbuhan kristal lemak crystal growth Metin Hartel 2005. Pertumbuhan kristal lemak ditandai dengan kenaikan nilai SFC yang berlangsung cepat fase log hingga mencapai SFC
maksimum. SFC maksimum merupakan SFC saat fase stasioner atau saat tidak ada pembentukan
35 kristal lagi. Pada laju pendinginan lambat, SFC maksimum lebih tinggi daripada laju pendinginan
cepat. Eksponen Avrami n dan konstanta Avrami k dihitung dengan menggunakan model
persamaan Avrami. Eksponen Avrami n menggambarkan dimensi pertumbuhan kristal dan mekanisme nukleasi Metin Hartel 2005; Campos et al. 2002. Nilai n dari persamaan Avrami
yang didapat adalah 2.170, 2.032, dan 1.614 untuk laju pendinginan 1, 0.5, dan 0.2
o
Cmenit. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai n pada laju pendinginan cepat. Menurut
Campos et al. 2002 nilai n yang tinggi menunjukkan kristalisasi terjadi secara spontan. Hal ini terjadi karena pada laju pendinginan cepat, driving force kristalisasi lebih besar dibanding laju
pendinginan lambat sehingga memicu terjadinya kristalisasi secara spontan.
Nilai n yang diperoleh dari ketiga laju pendinginan tersebut dapat dibulatkan menjadi n=
2. Menurut Toro et al. 2002, mekanisme pertumbuhan kristal dengan nilai n=2 adalah silindris. Nilai eksponen Avrami n yang didapatkan pada penelitian ini berbeda dengan eksponen
Avrami yang didapatkan pada penelitian Kawamura 1979. Kawamura 1979 dalam Metin dan Hartel 1998 menyebutkan bahwa nilai n pada minyak sawit adalah 4. Perbedaan ini terjadi
karena sampel yang digunakan pada kedua penelitian berbeda. Pada penelitian Kawamura 1979 digunakan minyak sawit yang telah dimurnikan, sedangkan pada penelitian ini menggunakan
minyak sawit kasar yang belum mengalami pemurnian. Minyak sawit kasar masih mengandung kotoran yang mempengaruhi kinetika kristalisasinya. Metin dan Hartel 2005 menyebutkan
adanya kotoran mendukung terjadinya kristalisasi lemak. Eksponen Avrami dengan n=2 menunjukkan bahwa laju nukleasi terjadi secara cepat Metin Hartel 1998.
Konstanta Avrami k menggambarkan laju pertumbuhan kristal sebagai fungsi dari suhu Metin Hartel 1998. Selain itu, konstanta Avrami k juga menggambarkan laju kristalisasi dan
berhubungan dengan waktu setengah kristalisasi t
12
. Nilai k pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit sebesar 0.013 dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai k pada laju pendinginan 0.5 dan
1 ºCmenit yang masing-masing bernilai 0.003 dan 0.002. Nilai k yang tinggi pada laju pendinginan lambat menandakan kristalisasi lebih mudah terjadi, yang ditunjukkan dengan waktu
induksi dan waktu setengah kristalisasi yang lebih rendah. Waktu setengah kristalisasi pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit adalah 11.953 menit dan lebih rendah dibanding dengan kedua laju
pendinginan lainnya. Waktu setengah kristalisasi t
12
menunjukkan jumah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk membentuk 50 fraksi kristal Martini et al. 2002.
Laju pendinginan juga mempengaruhi mikrostruktur kristal lemak yang terbentuk. Pada tahap ini dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengetahui bentuk
kristal. Hasil mikrostruktur kristal dengan menggunakan perbesaran 40x10 pada ketiga laju pendinginan terlihat pada Gambar 18, 19, dan 20.
Gambar 18 , 19, dan 20 menunjukkan pertambahan dan perubahan ukuran kristal lemak
selama proses isotermal di suhu 25 ºC. Martinez et al. 2006, menyebutkan bahwa terjadi perubahan ukuran dan jumlah kristal lemak saat lemak ditahan pada suhu isotermal. Kristal yang
terbentuk selama proses isotermal semakin banyak dan semakin besar pada waktu kristalisasi yang lebih lama. Ukuran kristal lemak saat ditahan isotermal selama 35 menit lebih besar daripada
ukuran kristal lemak saat ditahan isotermal selama 25 menit. Pertambahan jumlah kristal dapat terlihat dengan semakin meningkatnya nilai SFC dengan semakin lamanya waktu kristalisasi.
36
Gambar 18
Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 1 ºCmenit setelah ditahan isotermal pada suhu 25 ºC selama a 25 menit b 35 menit
Gambar 19
Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 0.5 ºCmenit setelah ditahan isotermal pada suhu 25 ºC selama a 25 menit b 35 menit
Gambar 20
Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 0.2 ºCmenit setelah ditahan isotermal pada suhu 25 ºC selama a 25 menit b 35 menit
Pada laju pendinginan 1 ºCmenit kristal lemak yang terbentuk berukuran lebih kecil dibandingkan dengan laju pendinginan lainnya. Menurut Metin dan Hartel 2005 laju pendinginan
berpengaruh pada laju nukleasi, yang mempengaruhi ukuran kristal. Pendinginan cepat sampai suhu rendah mengakibatkan pembentukan kristal lebih kecil. Kristal terbentuk dengan ukuran
besar ketika lemak didinginkan dengan lambat. Menurut Wiking et al. 2009 kristal lemak yang terbentuk pada laju pendinginan cepat lebih seragam dibandingkan dengan laju pendinginan
lambat. Pada laju pendinginan lambat, nukleasi terjadi pada suhu yang lebih tinggi dan mengakibatkan pembentukan inti lebih sedikit sehingga kristal berkembang menjadi lebih besar.
b a
b a
b a
37 0.02
0.04 0.06
0.08 0.1
0.12 0.14
0.16 0.18
20 40
60 80
V is
k o
si tas
te r
u k
u r
P a.
S
Waktu menit
D. PENGARUH LAJU PENDINGINAN DAN SHEAR RATE TERHADAP