25 akan menghasilkan ALB dan rendemen yang rendah. Pemanenan yang dilakukan saat buah
lewat masak akan menghasilkan ALB dan rendemen yang tinggi. Bilangan Iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan suatu lemak atau minyak.
Menurut Ketaren 2005 bilangan Iod menyatakan jumlah gram Iod yang digunakan untuk mengadisi 100 gram lemakminyak. Bilangan Iod ditentukan dengan perbandingan antara
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh penyusun suatu lemak atau minyak. Komposisi minyak sawit kasar terdiri dari 50 asam lemak jenuh dan 50 asam lemak tidak
jenuh Basiron 2005. Oleh karena itu bilangan Iod pada minyak sawit adalah 50-55 g Iod100 g sampel BSN 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima sampel CPO
mempunyai bilangan Iod yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam SNI.
2. Analisis Profil SFC CPO
SFC menunjukkan banyaknya kristal lemak dalam suatu lipid, yang dihitung sebagai fungsi dari suhu Zaliha et al. 2003. Suhu pengukuran yang diterapkan adalah 5-60
o
C untuk mendapatkan nilai SFC hingga 0. Pengukuran SFC CPO menggunakan lima sampel CPO
dari beberapa daerah di Indonesia untuk mendapatkan kisaran nilai SFC CPO pada suhu tertentu. Pengukuran SFC CPO menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance NMR
yang mengukur kandungan lemak padat berdasarkan kecepatan mobilitas elektron yang berbeda pada fase padat dan cair. Resonansi elektron akan menginduksi signal yang akan
dipancarkan oleh alat NMR sehingga akan mewakili jumlah fase cair ataupun padat pada sampel Satiawihardja et al. 2001.
Dalam analisis SFC, dilakukan proses pretreatment terlebih dahulu pada sampel yang akan diujikan. Pada preatreatment atau prosedur stabilisasi, CPO terlebih dahulu
dipanaskan sampai 80 ºC selama 30 menit untuk meyakinkan homogenitasnya serta menghilangkan ingatan mengenai kristal dan disimpan pada suhu 0 ºC selama 60 menit untuk
memastikan terbentuknya kristal lemak. CPO dipertahankan pada suhu pengukuran selama 30 menit. Hal ini dimaksudkan agar kristal yang terbentuk telah stabil.
Hasil pengujian pada Gambar 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai SFC
CPO berbanding terbalik dengan suhu pengukuran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salimon dan Abdullah 2009 bahwa semakin tinggi suhu pengukuran, maka
nilai SFC akan menurun. Data mengenai nilai SFC selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3
. Bentuk kurva profil SFC CPO yang didapatkan pada penelitian ini sesuai
dengan kurva SFC minyak sawit RBDPO oleh Smith 2001 Gambar 2 .
Gambar 10
Profil SFC lima sampel CPO.
26
Gambar 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai SFC kurang dari 10 pada
suhu di atas 40 ºC. Nilai SFC yang rendah menandakan bahwa kristal lemak pada CPO sudah meleleh akibat pengaruh suhu. Titik leleh merupakan faktor penting dalam kristalisasi lemak
karena lemak akan mengkristal apabila suhu berada di bawah titik lelehnya. Titik leleh minyak sawit adalah kisaran dari nilai-nilai yang menunjukkan gliserida penyusunnya yang
terdiri dari asam-asam lemak dengan titik cair yang berbeda Satiawihardja et al. 2001. Menurut Himawan et al. 2006, titik leleh minyak sawit adalah 40 ºC.
Hasil pengujian profil SFC minyak sawit pada penelitian ini menunjukkan nilai yang berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Zaliha et al. 2003. Perbedaan ini
diakibatkan kedua penelitian menggunakan sampel minyak sawit yang berbeda. Pada penelitian Zaliha et al. 2003 digunakan sampel refined bleached deodorized palm oil
RBDPO yang telah mengalami pemurnian, sedangkan pada penelitian ini menggunakan CPO yang masih menggandung kadar kotoran dan komponen minor. Menurut Metin dan
Hartel 2005 adanya komponen minor dan kotoran pada minyak sawit kasar turut berperan dalam proses kristalisasi lemak pada CPO. Adanya kotoran mendukung terjadinya kristalisasi
sehingga nilai SFC semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan nilai SFC pada penelitian yang dilakukan oleh Zaliha et al.2003 pada suhu 40 ºC sudah mencapai 0, sedangkan
pada penelitian ini masih berkisar 4.69-9.63. Nilai SFC minyak sawit yang didapatkan pada penelitian ini cenderung sama dengan nilai SFC pada penelitian yang dilakukan oleh
Himawan et al. 2006 kecuali nilai SFC pada suhu 10 dan 15 ºC.
Tabel 11
Pengaruh perubahan suhu terhadap profil SFC CPO
Pengukuran dilakukan menggunakan lima sampel CPO
Faktor penting yang mempengaruhi nilai SFC salah satunya adalah slip melting point
SMP. SMP merupakan suhu saat lemak pada pipa kapiler mulai meleleh. Menurut Goh dan Ker 1991, SMP lemak dapat ditentukan ketika SFC menunjukan nilai di bawah
5. Data SFC pada Tabel 11 menunjukan penurunan nilai SFC hingga di bawah 5 terjadi antara suhu 35-40 ºC yang menandakan SMP CPO 35-40 ºC. Kisaran SMP CPO yang
didapatkan pada penelitian ini berada dalam kisaran SMP yang diteliti oleh Lin 2002. Lin 2002 menyebutkan SMP minyak sawit berkisar 32-40 ºC.
Suhu ºC Kisaran SFC
Rata-rata 5
48.03-50.44 49.02
10 43.17-46.98
45.15 15
32.45-38.45 35.65
20 23.81-30.08
27.18 25
14.55-20.16 17.41
30 9.13-14.63
11.78 35
6.36-11.43 8.36
40 4.59-9.36
6.76 45
4.53-7.85 5.81
50 4.11-7.18
5.22 55
4.06-7.01 4.88
60 3.58-6.38
4.33
27 Faktor lain yang mempengaruhi kristalisasi lemak adalah komposisi triacylglicerol
TAG pada suatu lemak atau minyak. CPO mengandung banyak TAG dengan asam lemak yang berbeda panjang rantainya, derajat kejenuhannya, dan letak gliserolnya Basiron 2005.
SFC pada suhu di atas 40 ºC sudah tidak mengalami penurunan yang besar karena asam lemak penyusun CPO telah meleleh. Asam lemak dominan pada CPO adalah asam palmitat
dengan panjang rantai C
16
. Asam palmitat memiliki titik leleh yang tinggi yaitu 64 ºC
Ketaren 2005. Hal inilah yang menyebabkan SFC CPO pada suhu 60 ºC berkisar 3.5-6.8 belum mencapai 0.
3. Korelasi Mutu Kimia CPO dengan SFC CPO