28 semakin tinggi kadar kotoran maka nilai SFC akan semakin besar. Keberadaan kotoran dapat
mempercepat  terjadinya  kristalisasi.  Metin  dan  Hartel  2005  menyatakan  adanya  kotoran dapat mengurangi energi bebas untuk pembentukkan inti nukleasi sehingga nukleasi lebih
mudah  terjadi.  Kotoran  akan  menghubungkan  fase  padat  dan  fluida  lewat  jenuh supersaturated sehingga terjadi interaksi yang menyebabkan terbentuknya inti kristal.
Berdasarkan  hasil  analisis  korelasi  yang  telah  dilakukan  dapat  ditarik  kesimpulan bahwa tidak terlihat adanya korelasi antara nilai SFC CPO dengan bilangan Iod, kadar asam
lemak bebas, dan kadar air. Korelasi antara SFC CPO dengan mutu kimia hanya terlihat pada kadar kotoran. Kadar kotoran CPO mempunyai hubungan searah dengan nilai SFC CPO yang
berarti semakin tinggi kadar kotoran akan menghasilkan nilai SFC yang semakin tinggi pula.
B. PERUBAHAN SFC CPO SELAMA PENYIMPANAN
Penyimpanan CPO menyebabkan terjadinya perubahan pada karakteristik CPO. Menurut List  et  al.  2005  minyak  yang  disimpan  pada  suhu  tinggi  dalam  waktu  lama  akan  mengalami
penurunan  mutu.  Hal  ini  dikarenakan  penyimpanan  pada  suhu  tinggi  dapat  mempercepat terjadinya kerusakan. Menurut Brulenno et al. 2003 nilai SFC pada produk berlemak juga akan
berubah  selama  penyimpanan.  Pada  tahap  ini  dikaji  perubahan  SFC  CPO  selama  penyimpanan pada berbagai  suhu.
Sampel  yang  digunakan  pada  tahap  ini  adalah  sampel  CPO  A.  Pemilihan  CPO  A didasarkan pada bilangan Iod CPO A yang paling rendah yaitu 50.38 g Iod100 g sampel. Bilangan
Iod  yang  rendah  menandakan  potensi  pembentukan  kristal  lemak  yang  lebih  banyak  karena memiliki kandungan asam lemak jenuh yang lebih banyak. Hal ini dapat mensimulasikan kondisi
penyimpanan dan transportasi saat sampel CPO yang ditangani memiliki potensi kristalisasi yang tinggi.
Penyimpanan  CPO  dilakukan  selama  empat minggu pada  suhu  penyimpanan  20-40  ºC. CAC 2005 menetapkan suhu maksimal pada penyimpanan minyak nabati adalah 40 ºC. Sebelum
disimpan pada masing-masing suhu penyimpanan, CPO terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu 55  ºC  dengan  kenaikan  suhu  5  ºChari.  Pemanasan  hingga  suhu  55  ºC  sebelum  penyimpanan
dimaksudkan  untuk  mensimulasikan  proses  transportasi  selama  bongkar  muatan  CPO.  CAC 2005 dan Naibaho 1998 menyatakan kenaikan suhu 5 ºChari untuk meminimalkan terjadinya
kerusakan pada CPO.
Pemanasan  sampai  suhu  55  ºC  menyebabkan  CPO  meleleh  sehingga  ketika  CPO disimpan  pada  suhu  penyimpanan  20-40  ºC  terjadi  pemisahan  fase  padat  dengan  fase  cair  pada
CPO.  Menurut  Metin  dan  Hartel  2005,  bila  lemak  didinginkan  di  bawah  titik  leleh  dari komponen TAG dengan titik leleh tertinggi, akan terdapat rasio antara lemak padat terhadap lemak
cair  yang tergantung pada kondisi campuran TAG. Fraksi cair disebut sebagai fraksi olein yang terdiri  dari  asam  lemak  tidak  jenuh  dengan  titik  leleh  rendah,  sedangkan  fraksi  padat  disebut
sebagai  fraksi  stearin  yang  terdiri  dari  asam  lemak  jenuh  dengan  titik  leleh  tinggi.    Contoh terjadinya pemisahan antara fraksi padat dan fraksi cair pada CPO saat penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 11
29
Gambar 11
Pemisahan fraksi padat dan fraksi cair pada CPO setelah empat minggu penyimpanan pada suhu 40 ºC.
CPO yang disimpan pada suhu 20 dan 25 ºC tidak menunjukkan pemisahan antara fraksi cair dan fraksi padat. Hal ini karena semua fraksi pada CPO telah mengkristal pada suhu 20 dan
25 ºC. Menurut Gee 2007 titik leleh stearin adalah 46.60-53.80 ºC, sedangkan titik leleh olein adalah  24  ºC  BSN  1998.    CPO  yang  disimpan  pada  suhu  30-40  ºC  menunjukkan  terjadinya
pemisahan antara fraksi cair dan fraksi padat dengan fraksi cair berada di atas. Hal ini dikarenakan pada suhu penyimpanan tersebut hanya fraksi stearin saja yang mengkristal sedangkan fraksi olein
belum mengkristal.
Komponen asam lemak penyusun CPO Tabel 3 memiliki titik leleh yang berbeda-beda
bergantung  pada  tingkat  kejenuhannya.  Asam  lemak  kaprat  dan  asam  lemak  palmitoleat  belum mengkristal pada suhu 35 ºC.  Asam lemak kaprat C10:0 memiliki titik leleh 31.5 ºC Ketaren
2005  dan  asam  lemak  palmitoleat  C16:1  memiliki  titik  leleh  33  ºC  Gunstone  1994.  Selain asam  lemak,  TAG  penyusun  CPO  juga  turut  berperan  pada  kristalisasi  lemak  pada  CPO.
Kompisisi  TAG  penyusun  CPO  Tabel  4  memiliki  titik  leleh  yang  berbeda  bergantung  pada panjang rantai dan tingkat kejuenuhan asam lemak penyusunnya. TAG POP memiliki titik leleh
38 ºC Sato  Ueno 2005, POS, PSO, dan SPO memiliki titik leleh 37.8 ºC, PPO memiliki titik leleh  γ5  ºC,  dan  PLS  memiliki  titik  leleh  γ0  ºC  O‟Brien  β009.  Suhu  yang  lebih  rendah
menyebabkan  komponen TAG  dan  asam  lemak  penyusun  CPO  lebih  banyak  yang  mengkristal. Hal inilah yang menyebabkan fraksi padat yang terbentuk pada suhu 30 ºC lebih banyak dibanding
dengan fraksi padat  pada suhu 40 dan 35 ºC.
Hasil pengujian perubahan SFC CPO selama penyimpanan menunjukkan korelasi dengan pembentukan  fraksi  cair.  Perubahan  nilai  SFC  selama  penyimpanan  pada  beberapa  suhu
penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12. Data lengkap mengenai perubahan SFC CPO A selama penyimpanan  dapat  dilihat  pada  Lampiran  5.  Hasil  analisis  SFC  CPO  pada  Tabel  12
menunjukkan bahwa CPO yang disimpan pada suhu yang lebih rendah memiliki nilai SFC yang lebih tinggi.
Tabel 12
Perubahan nilai SFC CPO A selama penyimpanan pada beberapa suhu. Lama Penyimpanan
minggu Suhu Penyimpanan ºC
20 25
30 35
40 1
10.07 8.93
8.45 6.27
4.93 2
10.58 9.67
8.25 6.07
4.7 3
11.12 10.6
7.63 6.09
4.55 4
11.48 10.85
7.27 5.02
3.83 Fraksi cair
Fraksi padat
30
2 4
6 8
10 12
20 25
30 35
40
a a
a a
a ab
b a
a ab
b c
ab a
ab b
c b
b b
S F
C
Suhu  ºC
1 minggu 2 minggu
3 minggu 4 minggu
Nilai SFC CPO meningkat selama penyimpanan pada suhu 20 dan 25 ºC tetapi menurun selama  disimpan  pada  suhu  30-40  ºC.  Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh
Brulenno  et  al.  2003  yang  menyatakan  bahwa  terjadi  kristalisasi  lemak  selama  penyimpanan pada  suhu  rendah  yang  diamati  dengan  peningkatan  SFC.  Peningkatan  nilai  SFC  CPO  selama
penyimpanan pada suhu 20 dan 25 ºC akibat mengkristalnya fraksi olein. Kristal yang terbentuk semakin banyak dengan semakin lamanya penyimpanan.
Penyimpanan CPO pada suhu 30-40 ºC menyebabkan penurunan nilai SFC akibat adanya reaksi hidrolisis  selama  penyimpanan.  Suhu  optimum hidrolisis adalah  30-40  ºC  Saloko  2011.
Reaksi  hidrolisis  menghasilkan  gliserol  dan  asam  lemak  bebas  ALB.  Gan  et  al.  2004 menyebutkan  terjadi  peningkatan  nilai  ALB  selama  penyimpanan  minyak  sawit.  Adanya  ALB
menyebabkan struktur kristal lemak tidak beraturan sehingga kristal lemak yang terbentuk sedikit yang berakibat nilai SFC semakin rendah Foubert et al. 2004.
Penyimpanan pada suhu 20 dan 25 ºC tidak menyebabkan pemisahan antara fraksi padat dan  fraksi  cair,  tetapi hanya  mempunyai  nilai  SFC  yang  berkisar  berkisar  8.82-11.67.  Hal  ini
karena  fraksi  cair  berada  di  dalam  fraksi  padat  sehingga  tidak  menyebabkan  pemisahan  fraksi. Menurut Che dan Swe 1995 jika lemak mengandung kristal, struktur lemak akan menjadi padat
sehingga kapiler antar kristal menyempit. Kapiler yang menyempit mengakibatkan kristal-kristal saling mengunci dengan cairan yang berada di sekelilingnya.
Uji ANOVA dengan uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perbedaan signifikan dengan  taraf  kepercayaan  95  pada  perubahan  SFC  CPO  selama  penyimpanan.  Dengan  uji
Duncan data-data  yang tidak berbeda signifikan akan berada pada subset  yang sama, sedangkan data-data yang berbeda signifikan akan berada pada subset yang berbeda. Hasil ANOVA dengan
uji lanjut Duncan  Lampiran 6 menunjukkan bahwa nilai SFC CPO berubah secara signifikan pada minggu  ketiga  saat  disimpan  pada  suhu  20  ºC,  sedangkan  saat  disimpan  pada  suhu  25  ºC
sudah  berubah  secara  signifikan  pada  minggu  kedua.  Sampel  CPO  yang  disimpan  pada  suhu 30-40 ºC berubah secara signifikan pada minggu keempat.
Gambar 12
Perubaban nilai SFC CPO A selama penyimpanan pada beberapa suhu penyimpanan selama empat minggu.
Menurut  Marangoni  dan  McGauley  2003  selama penyimpanan  produk  berlemak  pada suhu rendah terjadi perubahan polimorfisme kristal lemak. Perubahan polimorfisme kristal lemak
dapat  dilihat  dari  peningkatan  nilai  SFC  selama  penyimpanan.  Menurut  Sato  dan  Ueno  2005 perubahan polimorfisme lemak dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Perubahan polimorfisme kristal
lemak dapat terjadi melalui dua cara, yaitu  solid-solid dan melt mediated transformation. Model
31 solid-solid
terjadi  ketika  kristalisasi  lemak  berlangsung  pada  waktu  yang  lama.  Model  melt mediated transformation
terjadi ketika lemak dilelehkan dan dikristalisasi secara berulang. Perubahan polimorfisme kristal lemak hanya terjadi saat CPO disimpan pada suhu 20 dan
25 ºC. Perubahan polimorfisme ini terjadi melalui model solid-solid. Kristal lemak dibagi menjadi tiga yaitu α,  ‟, dan   dengan kestabilan yang meningkat. Menurut Metin dan Hartel β005 ketika
lemak yang telah meleleh didinginkan kembali maka kristal α akan terbentuk. Bentuk kristal α ini tidak bertahan lama hanya sekitar satu jam dan segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil
‟. Bentuk  ‟ pada minyak sawit bertahan lama dan merupakan bentuk kristal yang paling sering dijumpai  Wong  1989.  Penyimpanan  CPO  pada  suhu  30-40  ºC  tidak  menyebabkan  perubahan
polimorfisme  kristal  lemak.  Hal  ini  karena  penyimpanan  CPO  pada  suhu  30-40  ºC  tidak menyebabkan terjadinya pelelehan dan kristalisasi berulang.
C. PENGARUH  LAJU  PENDINGINAN  TERHADAP  SFC,  KINETIKA