Analisis Mutu Kimia CPO

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS MUTU CPO

CPO merupakan minyak nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil pengempaan ekstraksi daging buah tanaman Elaeis guinneensis BSN 2006. Mutu CPO ditentukan oleh karakteristik kimia dan fisik. Karakteristik kimia yang dikaji pada penelitian ini sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006 meliputi kadar kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas ALB, dan bilangan Iod, sedangkan karakteristik fisik yang dikaji adalah profil solid fat content SFC CPO. Selain itu juga dilakukan analisis korelasi antara karakteristik kimia dengan nilai SFC yang didapatkan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara sifat kimia suatu minyak dengan profil SFC-nya. Bilangan Iod dan ALB memiliki hubungan terbalik dengan SFC Basiron 2005; Foubert et al. 2004. Menurut Metin dan Hartel 2005 kadar kotoran memiliki hubungan searah terhadap SFC.

1. Analisis Mutu Kimia CPO

Kualitas CPO ditentukan oleh beberapa parameter yaitu kadar air dan kotoran, kadar ALB, dan bilangan Iod. Mutu CPO di Indonesia diatur dalam SNI 01-2901-2006 tentang minyak sawit kasar. Hasil pengujian mutu CPO tersaji pada Tabel 10 dengan data lengkap pada Lampiran 1. Tabel 10 Hasil analisis mutu lima CPO dari beberapa lokasi di Indonesia Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan p0.05 Sumber : BSN 2006 Hasil analisis mutu kimia CPO pada Tabel 10 menunjukkan semua sampel CPO yang dianalisis tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006 tentang minyak sawit kasar. Hal ini diakibatkan oleh proses produksi yang tidak terkontrol dan adanya penimbunan CPO di Pabrik Kelapa Sawit PKS yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu CPO. Uji statistik ANOVA one way dengan uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan karakteristik mutu kimia antar sampel CPO yang digunakan. Hasil ANOVA one way dengan uji lanjut Duncan Lampiran 2 menunjukkan bahwa kelima sampel memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik dari kelima sampel CPO dimungkinkan akibat perbedaan kematangan buah saat pemanenan dan proses produksi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan. Sampel CPO Parameter Kadar air kotoran ALB Bilangan Iod g100g A 0.33 a 5.80 a 50.38 a B 0.68 b 3.88 b 51.30 ab C 0.67 b 3.84 b 52.47 b D 0.67 b 4.58 c 54.15 c E 5.39 c 4.60 c 50.79 a SNI 01-2901-2006 Maks 0.5 Maks 0.5 50-55 24 Kadar air merupakan persentase kandungan air dengan kandungan bahan kering pada suatu bahan. Kadar kotoran merupakan jumlah bahan-bahan yang tidak larut dalam minyak seperti mineral. Kadar air dan kadar kotoran disebut juga sebagai kadar kemurnian CPO. Hasil pengujian kadar air dan kadar kotoran pada Tabel 10 menunjukkan kadar air dan kadar kotoran setiap sampel CPO bervariasi dan hanya CPO A saja yang memenuhi standar dalam SNI 01-2901-2006. Banyaknya sampel CPO yang tidak memenuhi syarat diakibatkan oleh pemanenan buah sawit yang dilakukan saat lewat matang dan kontaminasi dari tangki penyimpanan atau alat pengolahan minyak sawit. Buah yang dipanen saat lewat matang akan memiliki kadar air yang tinggi. Menurut Naibaho 1998 kotoran pada CPO terjadi akibat adanya kontaminasi dari tangki penampungan CPO. CPO C memiliki kadar air dan kadar kotoran tertinggi yaitu 4.84. Kadar air dan kadar kotoran yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan CPO. Kadar air yang tinggi akan memicu terjadinya reaksi hidrolisis yang menghasilkan ALB pada CPO. Mineral seperti Cu dan Fe dapat mengkatalisis reaksi oksidasi lemak sehingga akan terbentuk senyawa peroksida yang akan menyebabkan ketengikan pada minyak CAC 2005. Asam lemak bebas ALB merupakan salah satu parameter kerusakan pada produk minyak atau lemak. Hasil analisis menunjukkan kelima sampel CPO tidak memenuhi standar ALB yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006 yaitu batas maksimal ALB pada CPO adalah 0.5. Namun ALB dari CPO tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNI CPO sebelum revisi 2006 SNI 01-2901-1992 yaitu maksimal 5 dan hanya CPO A yang melebihi 5. Nilai ALB yang tinggi menandakan minyak atau lemak sudah mengalami kerusakan. ALB terbentuk ketika asam lemak terpisah dari TAG, DAG, atau MAG akibat adanya reaksi kimia atau enzimatis Rohani et al. 2006. Menurut Codex Alimentarius Commision CAC 2005 nilai ALB yang tinggi diakibatkan oleh reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis dipicu oleh adanya air dalam minyak. Hidrolisis lemak akan menghasilkan gliserol dan ALB yang menyebabkan ketengikan pada minyak. Proses reaksi hidrolisis TAG dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Reaksi hidrolisis menghasilkan Asam Lemak Bebas ALB Ketaren 2005 Proses tahapan sterilisasi pada produksi CPO dilakukan dengan suhu 135 ºC. Proses tersebut bertujuan mematikan enzim lipase sehingga kenaikkan ALB akibat reaksi enzimatis dapat dicegah Rohani et al. 2006. Kenaikan ALB juga diakibatkan oleh suhu penyimpanan yang tinggi. Menurut Naibaho 1998 kematangan buah saat pemanenan sangat menentukan ALB dan rendemen yang dihasilkan. Apabila buah dipanen pada saat belum masak maka 25 akan menghasilkan ALB dan rendemen yang rendah. Pemanenan yang dilakukan saat buah lewat masak akan menghasilkan ALB dan rendemen yang tinggi. Bilangan Iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan suatu lemak atau minyak. Menurut Ketaren 2005 bilangan Iod menyatakan jumlah gram Iod yang digunakan untuk mengadisi 100 gram lemakminyak. Bilangan Iod ditentukan dengan perbandingan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh penyusun suatu lemak atau minyak. Komposisi minyak sawit kasar terdiri dari 50 asam lemak jenuh dan 50 asam lemak tidak jenuh Basiron 2005. Oleh karena itu bilangan Iod pada minyak sawit adalah 50-55 g Iod100 g sampel BSN 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima sampel CPO mempunyai bilangan Iod yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam SNI.

2. Analisis Profil SFC CPO