5.6.1 Perbanyakan Morel Rinjani Insitu
Perbanyakan secara insitu mengacu pada PP No. 7 tahun 1999 pasal 8 ayat 1 sebagai bagian upaya penyelamatan spesies di dalam habitatnya. Perbanyakan
morel Rinjani secara insitu dikerjakan pada lokasi-lokasi yang mempunyai karakter ekologi yang sama dengan lokasi ditemukannya morel Rinjani.
Perbanyakan dikerjakan dengan alasan eksistensi spesises morel karena potensi nilai ekonomi dan lokasi habitatnya yang sekarang merupakan jalur intensif
pendakian. Perbanyakan dapat dikerjakan dengan mengambil sclerotium untuk
ditanam ditempat lain baik agar menghasilkan tubuh buah. Syarat-syarat ekologi disesuaikan dengan hasil penelitian. Berdasarkan ketinggian tempat, perbanyakan
morel insitu dapat dikerjakan pada lokasi yang mempunyai ketinggian tempat antara 1572–1609m dpl sesuai hasil penelitian. Gambar 17 menunjukkan lokasi-
lokasi dengan ketinggian tempat antara 1500–1650m dpl baik di kawasan TNGR maupun kawasan hutan lain. Lokasi yang memungkinkan adalah di bagian utara,
barat dan selatan G. Rinjani seperti Gambar 17 karena karakter iklim lokasi-lokasi tersebut sama dengan lokasi morel saat ini. Penentuan lokasi yang tepat dan
mudah untuk diakses dilakukan dengan cek lapangan.
Gambar 17 Rencana perbanyakan morel insitu.
Perbanyakan morel secara insitu merupakan cara tepat dan cepat penyelamatan spesies morel mengingat persen keberhasilan budidaya di
laboratorium lingkungan terkontrol sangat kecil dibandingkan trial error perbanyakan tubuh buah morel di habitat aslinya. Isolat morel pada banyak
percobaan berhasil didapatkan hanya tingkat keberhasilannya menjadi tubuh buah tidak seperti isolat-isolat jamur edible lain. Oleh karena itu perdagangan morel
sampai saat ini masih mengandalkan pengambilan dari alam. Keberhasilan
insitu dapat
dimungkinkan ketika
3 faktor
utama petumbuhan morel diketahui yaitu prakondisi, pemicu inisiasi dan pendukung
pertumbuhan tubuh buah Pilz et al. 2007. Penelitian ini hanya menjawab faktor pertama yaitu kondisi yang memungkinkan morel tumbuh pada lokasinya saat ini,
karena secara statistik memiliki karakteristik yang berbeda terutama faktor fisik. Penelitian ini hanya sedikit menjawab faktor kedua, bahwa pemicu inisiasi morel
Rinjani karena menurunnya curah hujan, suhu dan kelembaban di lantai hutan. Seberapa besar penurununan belum dapat dijawab karena berdasarkan multivariat
suhu dan kelembaban tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tubuh buah morel. Hal ini diduga karena jumlah data yang kurang karena keterbatasan waktu dan
biaya, untuk pendekatan populasi yang sebenarnya. Hal ini dapat diatasi dengan monitoring secara berkala termasuk dengan memasukkan variabel curah hujan
yang sampai di lantai hutan. Faktor yang ketiga berupa kondisi yang terus- menerus mendukung pertumbuhan morel seperti tingkat kehangatan dan
kelembaban serta curah hujan juga dapat diidentifikasi berdasarkan monitoring berkala tersebut.
5.6.2 Monitoring Populasi