Perbanyakan morel secara insitu merupakan cara tepat dan cepat penyelamatan spesies morel mengingat persen keberhasilan budidaya di
laboratorium lingkungan terkontrol sangat kecil dibandingkan trial error perbanyakan tubuh buah morel di habitat aslinya. Isolat morel pada banyak
percobaan berhasil didapatkan hanya tingkat keberhasilannya menjadi tubuh buah tidak seperti isolat-isolat jamur edible lain. Oleh karena itu perdagangan morel
sampai saat ini masih mengandalkan pengambilan dari alam. Keberhasilan
insitu dapat
dimungkinkan ketika
3 faktor
utama petumbuhan morel diketahui yaitu prakondisi, pemicu inisiasi dan pendukung
pertumbuhan tubuh buah Pilz et al. 2007. Penelitian ini hanya menjawab faktor pertama yaitu kondisi yang memungkinkan morel tumbuh pada lokasinya saat ini,
karena secara statistik memiliki karakteristik yang berbeda terutama faktor fisik. Penelitian ini hanya sedikit menjawab faktor kedua, bahwa pemicu inisiasi morel
Rinjani karena menurunnya curah hujan, suhu dan kelembaban di lantai hutan. Seberapa besar penurununan belum dapat dijawab karena berdasarkan multivariat
suhu dan kelembaban tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tubuh buah morel. Hal ini diduga karena jumlah data yang kurang karena keterbatasan waktu dan
biaya, untuk pendekatan populasi yang sebenarnya. Hal ini dapat diatasi dengan monitoring secara berkala termasuk dengan memasukkan variabel curah hujan
yang sampai di lantai hutan. Faktor yang ketiga berupa kondisi yang terus- menerus mendukung pertumbuhan morel seperti tingkat kehangatan dan
kelembaban serta curah hujan juga dapat diidentifikasi berdasarkan monitoring berkala tersebut.
5.6.2 Monitoring Populasi
Monitoring populasi dikerjakan untuk melihat produktivitas morel. Monitoring
populasi dikerjakan
untuk menumpulkan data seri time series untuk
memantau kecenderungan populasi dan kelimpahan morel. Monitoring dapat dikerjakan selama 5 tahun untuk menilai bagaimana produktivitasnya, untuk
dibandingkan dengan spesies morel lain bagaimana potensi pemanfaatan langsung. Monitoring dapat dikerjakan dengan membuat plot permanen pada
lokasi tempat tumbuh morel. Kecenderungan populasi dan kelimpahan morel dengan dukungan bukti statistik akan penting bagi pengelolaan morel lebih
lanjut. Informasi monitoring sangat dibutuhkan dalam budidaya eksitu untuk tujuan komersil.
5.6.3 Pengawasan Pengunjung
Monitoring pengunjung juga perlu dilakukan baik morel atau sumberdaya lain. Pada kenyataannya pengambilan langsung sumberdaya seperti pakis, jamur,
tanaman hias atau sumberdaya lain dari kawasan masih sering terjadi dan terus menerus karena masih tingginya ketergantungan masyarakat lokal terhadap
sumberdaya hutan. Secara teori, pihak pengelola seharusnya tidak mengijinkan segala sumberdaya keluar dari kawasan dalam bentuk dan tujuan apapun sesuai
amanat Undang-undang No.5 Tahun 1990 pasal 21. Pemanfaatan seharusnya bersifat tidak langsung. Akan tetapi karena praktek-praktek ini telah ada bahkan
sebelum dibentuk taman nasional, pelarangan tidak akan menyelesaikan masalah. Pengelolaan sebaiknya dilakukan dengan meregulasi cara-cara pemanenan dan
mengusahakan teknik pembudidayakan yang dapat diaplikasikan ke masayarakat lokal. Identifikasi masyarakat lokal yang secara langsung memanfaatkan
sumberdaya kawasan termasuk jamur perlu dilakukan sebagai bagian dari pengaturan pemanenan. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengatur
eksistensi sumberdaya dan keberlajutan pemanfaatan di masa mendatang serta meminimalisir pihak-pihak lain yang akan mengambil kesempatan di luar
masyarakat lokal. Monitoring pengunjung juga dilakukan dalam rangka pengamanan dan
perlindungan sumberdaya secara umum. Pengecekan terhadap barang-barang bawaan pengunjung ketika keluar masuk kawasan seharusnya dikerjakan untuk
meminimalisir pengambilan langsung sumberdaya. Hal yang ditakutkan adalah pencurian sumberdaya oleh peneliti asing tanpa ijin khusus penelitian. Karena
dengan semakin canggihnya teknologi sampel plasma nutfah mungkin hanya akan sebesar kotak korek api bahkan lebih kecil.
5.6.3 Budidaya Eksitu