Analisis Faktor Dominan Komponen Ekologi
K e
lemb ab
an
ditemukannya morel lebih rendah dibandingkan variasi kelembaban pada lokasi lain yang tidak ditemukan morel. Suhu udara merupakan fungsi negatif
kelembaban udara, sehingga hal ini sesuai dengan pengamatan bahwa pada lokasi ditemukannya morel dengan suhu udara yang lebih tinggi mempunyai
kelembaban udara yang lebih rendah.
Lokasi Morel Lokasi Pembanding
93 92
91 90
89 88
87 86
85 84
83 82
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Plot
Gambar 9 Kelembaban udara pada masing-masing plot selama penelitian. Kelembaban udara minimal pada lantai hutan pada lokasi ditemukannya
morel sebesar 83,00 dan maksimal sebesar 90,50. Kelembaban udara minimal dan maksimal pada lokasi lain yang tidak ditemukan morel sebesar 85,50 dan
92,00. Output uji t statistik Levene’s test Lampiran 8 nilai p=0,004 atau lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Dengan nilai kelembaban udara pada kedua
lokasi yang hampir sama tersebut berdasarkan t statistik tersebut terdapat perbedaan yang nyata kelembaban udara pada lokasi morel dengan lokasi tidak
ditemukannya morel. Perbedaan variasi kelembaban udara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9. Secara teori perbedaan kelembaban udara dapat terjadi karena
perbedaan variasi suhu udara. Berdasarkan pengamatan dapat dikatakan perbedaan dapat terjadi karena perbedaan kerapatan pohon dan kerapatan tajuk
antara lokasi ditemukannya morel dengan lokasi lain yang tidak ditemukan morel.
Kerapatan tajuk dapat menjadi penghalang seberapa besar intensitas cahaya matahari yang sampai ke lantai hutan yang akan berpengaruh terhadap iklim
mikro di bawah tegakan, termasuk suhu udara, kelembaban udara dan kelembaban tanah.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara pada suatu waktu. Kelembaban udara menjadi faktor penting yang menentukan besaran
kandungan air di dalam tanah. Air bersama suhu merupakan faktor penting pemicu dan kondisi yang dibutuhkan untuk inisiasi tubuh buah dan maturasinya.
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson taraf kepercayaan 99 sebesar –0,434 Lampiran 11. Korelasi bersifat negatif dan lemah karena nilainya 0,5.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan semakin besar kelembaban udara semakin sedikit jumlah tubuh buah morel yang dapat tumbuh, pada rentang nilai
kelembaban. Hasil ini sama seperti yang dikerjakan dengan penelitian yang dilakukan Mihail et al. 2007, tumbuhnya tubuh buah M. esculenta berkorelasi
negatif dengan kelembaban udara. Koleksi morel dalam sebuah studi di Wellington, Amerika Serikat
menunjukkan hasil bahwa produksi tubuh buah M. elata di habitat alam ditemukan pada rentang kelembaban sekitar 75–80 Barness Wilson 1998.
Dalam penelitian lain di India beberapa spesies morel kuning dan morel hitam, tubuh buah morel tumbuh pada kelembaban antara 68–86 Singh et al. 2004.
Lebih detail dijelaskan bahwa masing-masing spesies tumbuh pada kelembaban tertentu pada saat yang sama. M. esculenta tumbuh pada kelembaban udara sekitar
68 sedangkan M. hybrida membutuhkan kelembaban udara sekitar 86 pada lokasi lain pada waktu yang sama. Seperti halnya suhu tiap jenis morel merespon
kelembaban udara pada rentang tertentu untuk pertumbuhan tubuh buahnya. Kelembaban udara lantai hutan merupakan salah satu faktor abiotik yang
menentukan pertumbuhan morel. Primordia awal lebih banyak mati dan tidak menjadi tubuh buah dewasa ketika kelembaban terlalu rendah atau terlalu basah
Volk, 2000. Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan. Kelembaban udara berkorelasi positif dengan curah hujan. Curah hujan merupakan faktor
utama perimbangan kadar air di lantai hutan maupun di dalam tanah. Curah hujan mempunyai pengaruh besar terhadap produksi tubuh buah baik morel maupun
Su hu
o C
Cur a
hhu ja
n mm
J u
m lahm
o rel
makrofungi lain Gates 2009, Geho 2007, Kaul 1997, Pilz et al. 2007, Pinna et al. 2010. Peran hujan penting dalam mempengaruhi kadar air dalam tanah dan udara
dalam pertumbuhan dan produksi tubuh buah makrofungi. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa dengan semakin turunnya curah hujan pada tempat terbuka
jumlah tubuh buah morel Rinjani yang ditemukan semakin meningkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa morel akan memproduksi tubuh buah lebih banyak pada
saat peralihan dari kondisi basah ke kondisi kering.
Morel Hujan tempat terbuka
Suhu lantai hutan Suhu tempat terbuka
30 25
20 15
10 5
17 ‐18032012
25 ‐26032012 04‐08042012
15 ‐18042012
25 ‐29042012
Periode pengamatan bulan Maret‐April 2012
Gambar 10 Produksi tubuh buah morel dikaitkan dengan suhu lantai hutan, suhu tempat terbuka dan curah hujan tempat terbuka.
Efek curah hujan dan jumlah hari hujan terhadap keterjumpaan jumlah tubuh buah morel dapat lebih terlihat jika dibangkitkan data time series tahunan
curah hujan tempat terbuka dan curah hujan di bawah tegakan. Dalam sebuah studi, Mihail et al. 2007 membuktikan bahwa curah hujan 10mm berkorelasi
positif terhadap kelimpahan morel M. esculenta. Dalam studi lain Masaphy 2011 juga menyebutkan bahwa tubuh buah morel secara temporal dikontrol oleh
curah hujan. Dalam penelitian tersebut disebutkan tubuh buah M. conica dan M. elata
ditemukan muncul pada bulan Februari setelah terjadi beberapa hari hujan dengan curah hujan tinggi diikuti beberapa hari tanpa hujan. Gelombang kedua
munculnya tubuh buah M. conica dan M. elata terjadi lagi pada bulan Maret setelahnya ketika terjadi curah hujan tinggi dalam beberapa hari diikuti beberapa
hari tanpa hujan. Fenomena ini seperti fenomena munculnya tubuh buah morel Rinjani. Jika dikaitkan dengan curah hujan dan suhu lantai hutan, fenomena
munculnya morel Rinjani seperti dalam Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 11 Profil curah hujan dan suhu udara dikaitkan dengan musim morel. Berdasarkan Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa dengan
semakin turunnya curah hujan jumlah tubuh buah morel Rinjani yang ditemukan semakin meningkat. Pada kondisi tersebut jumlah curah hujan dan suhu udara
semakin menurun dan menjadi konstan untuk beberapa waktu. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan morel memproduksi tubuh buah lebih banyak pada saat
peralihan dari kondisi basah ke kering. Fakta ini sama seperti yang dikerjakan Mihail et al. 2007 pada pengamatan fenologi berbuah M. esculenta maupun
Masaphy 2011 dalam pengamatan fenologi berbuah M. conica dan M. elata tersebut. Pembentukan tubuh buah morel akan terinisiasi pada saat curah hujan
berangsur-angsur sedikit sampai konstan tidak ada hujan. Curah hujan mempengaruhi jumlah air dalam tanah. Pada saat jumlah air dalam tanah