56 granula dengan ukuran granula yang relatif besar yaitu sekitar 2,8-6,75 µm. Selain
itu, hasil SEM juga memperlihatkan bahwa granula pati masih terlihat utuh dengan bentuknya yang oval yang menunjukkan bahwa granula pati belum
mengalami kerusakan struktur granulanya. Granula pati yang belum mengalami proses modifikasi akan memiliki permukaan yang halus dan utuh. Ganula pati
yang lebih besar memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula pati yang kecil. Pada struktur granula pati, amilosa
dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan
semikristal [117]. Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya
amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal [118].
Dari hasil analisa SEM juga dapat dilihat bahwa pati kulit singkong masih mengandung zat pengotor impurites yang ditunjukkan dengan adanya butiran-
butiran putih yang tidak seragam dengan granula pati. Zat pengotor dalam pati kulit singkong dapat berupa lemak, protein, mineral dan lainnya. Zat pengotor
yang terdapat pada pati dapat dikaitkan dengan kadar abu dimana pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi serta waktu yang lama mempengaruhi warna pati.
Butiran putih yang tidak seragam pada hasil analisa SEM pati mengindikasikan adanya perubahan warna dan tekstur yang tidak seragam dengan pati kulit
singkong pada umumnya.
4.5 KARAKTERISTIK PROFIL GELATINISASI PATI DENGAN RVA
RAPID VISCO ANALYZER
Karakteristik profil gelatinisasi pati kulit singkong diukur dengan RVA Rapid Visco Analyzer yang dilaksanakan di Laboratorium Jasa Uji Fakultas
Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Karakteristik ini berkaitan dengan pengukuran viskositas pati dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan
dan pengadukan. Hasil dari pengukuran RVA dapat diplotkan menjadi kurva profil gelatinisasi yang ditunjukkan dengan gambar 4.4 dimana terdapat
hubungan antara nilai viskositas cP pada sumbu y dan perubahan temperatur
Universitas Sumatera Utara
57
o
C juga pada sumbu y selama waktu proses pemanasan dan pendinginan detik pada sumbu x.
Gambar 4.4 Grafik Profil Gelatinisasi Pati Kulit singkong yang Diukur dengan RVA Rapid Visco Analyzer
Tabel 4.3 memperlihatkan data-data profil gelatinisasi pati kulit singkong yang diolah dari kurva RVA pada Gambar 4.4. Pati kulit singkong mulai
mengalami gelatinisasi pada suhu yang cukup tinggi, yaitu 76,685
o
C. Viskositas puncak tercapai pada suhu 94,62
o
C dengan nilai viskositasnya sebesar 4225,5 cP. Pada pemanasan di atas suhu 94,62
o
C, pati kulit singkong mengalami penurunan viskositas yang cukup tajam dengan viskositas breakdown sebesar 2566,5 cP.
Pasta pati kulit singkong secara berangsur-angsur mengalami peningkatan viskositas selama fase pendinginan. Viskositas setback selama fase pendinginan
ini sebesar 976 cP. Viskositas setback pati kulit singkong ini relatif tinggi, yang menunjukkan kecenderungan pati kulit singkong lebih mudah mengalami
retrogradasi. Sebagaimana pati pada umumnya, pati kulit singkong memiliki profil
gelatinisasi dengan puncak viskositas yang tinggi dan diikuti dengan penurunan viskositas yang tajam selama fase pemanasan. Hal ini dikarenakan adanya
pemanasan yang menyebabkan energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat
-500 500
1000 1500
2000 2500
3000 3500
4000 4500
20 40
60 80
100 120
100 200
300 400
500 600
700 800
900
Vis k
o sita
s cP
T em
pera tur
o
C
Waktu detik
Temperatur Viskositas
Universitas Sumatera Utara
58 masuk kedalam pati dan pati akan mengembang. Perubahan sifat inilah yang
disebut dengan gelatinisasi [32]. Dari hasil analisa profil gelatinisasi dengan menggunakan metode Rapid Visco Analyzer RVA diketahui bahwa pati kulit
singkong termasuk dalam kelompok pati tipe B. Pati tipe B juga ditandai dengan kemampuan mengembang yang lebih rendah dari tipe A. Selain itu pati tipe B
juga dapat diidentifikasi dengan pengenceran yang tidak terlalu besar selama pemanasan serta kestabilan viskositas terhadap panas yang rendah [32]. Pati tipe
B lebih resisten terhadap tekanan dibandingkan tipe A dan tipe C [119]. Daya pengembangan swelling power merupakan kenaikan volume dan
berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air [56]. Semakin besar daya pengembangan berarti semakin banyak air yang diserap
selama pemasakan, hal ini berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume akan
semakin tinggi. Selain itu, terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Granula pati akan terus
mengembang, sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati, pada titik ini granula pati telah kehilangan
sifat birefringence-nya dan tidak memiliki fasa kristal lagi [78]. Keadaan ini dicapai pada suhu maksimum yaitu 94,62
o
C dengan nilai viskositas sebesar 4225,5 cP.
Pada fase pendinginan, viskositas pasta pati kembali berangsur meningkat yang disebabkan oleh terjadinya penggabungan kembali molekul-molekul amilosa
dan amilopektin melalui ikatan hidrogen. Peningkatan viskositas selama fase pendinginan menunjukkan kecenderungan retrogradasi dari pasta pati. Kandungan
amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase pendinginan
dikarenakan amilosa yang lebih mudah terpapar oleh air dan mudah mengalami rekristalisasi [120].
Universitas Sumatera Utara
59
4.6 HASIL KARAKTERISTIK BIOPLASTIK DARI PATI KULIT SINGKONG